Mahasiswa FTI UII Yogya Teliti Desain Mitigasi Risiko dan Key Risk Indicator Bisnis Konveksi
WARTAJOGJA.ID : Semakin ketatnya persaingan terutama dalam industri manufaktur membuat perusahaan berlomba-lomba untuk dapat bertahan dalam menghadapi persaingan.
Salah satu indikator yang dapat digunakan perusahaan untuk dapat meningkatkan keunggulan kompetitif yaitu menciptakan rantai pasok yang efektif.
UKM Maketees merupakan salah satu perusahaan dibidang konveksi dengan produk berupa kemeja, kaos, jaket dan lainnya.
Guna mencapai tujuan perusahaan, diperlukan strategi rantai pasok yang baik dengan mengidentifikasi potensi-potensi risiko yang dapat muncul.
Latar belakang inilah yang mendorong
Ajeng Esa Sherina, mahasiswa Program Studi Teknik Industri, Program Magister Fakultas Teknologi Industri Universitas Islam Indonesia (FTI UII) Yogyakarta melakukan penelitian yang berfokus pada desain mitigasi risiko dan key risk indicator pada proses bisnis konveksi.
Dalam konferensi pers daring pada Jumat (25/4), Ajeng yang didampingi
Ketua Program Studi Teknik Industri, Program Magister FTI UII Ir. Winda Nur Cahyo, S.T., M.T., Ph.D, IPM., Asean.Eng dan Dosen Pembimbing dan Dosen Jurusan Teknik Industri FTI UII Yogyakarta Dr Taufiq Immawan*l S.T., M.M memaparkan kajiannya.
"Metode yang digunakan pada penelitian ini yaitu House of Risk (HOR) untuk menentukan sumber risiko prioritas sehingga dapat diberikan strategi penanganan," ujar Ajeng.
Ia menuturkan, jika strategi penanganan tersebut bertujuan untuk mengeliminasi atau mengurangi sumber risiko yang telah teridentifikasi.
Pada identifikasi risiko, digunakan metode Supply Chain Operation (SCOR) sebagai dasar pemetaan aktivitas rantai pasok untuk dapat mengidentifikasi risiko.
Pada hasil penelitian diidentifikasi terdapat 15 kejadian risiko dan 23 agen risiko. Dengan prinsip pareto 80/20 persen, maka terpilih 13 agen risiko yang menjadi prioritas untuk dilakukan perancangan strategi mitigasi.
Terdapat 14 strategi penanganan yang diusulkan untuk dapat dilakukan agar mengurangi probabilitas timbulnya sumber risiko pada rantai pasok perusahaan.
Sebagai informasi, Key Risk Indicator menjadi early warning system atau sistem peringatan dini yaitu pada kerusakan mesin cutting batas bawah sebesar 1 kali/bulan dan batas atas 4 kali/bulan, kerusakan mesin bordir batas bawah sebesar 1 kali/bulan dan batas atas 3 kali/bulan, kerusakan mesin jahit batas bawah sebesar 1 kali/bulan dan batas atas 4 kali/bulan, serta untuk kesalahan kerja ambang batas bawah sebesar 13 kali/bulan dan batas atas 59 kali/bulan.
Dari penelitian itu, ada sejumlah kesimpulan untuk membantu menjawab rumusan masalah yang telah ditetapkan.
Pertama, setelah dilakukan identifikasi mengenai kejadian risiko (risk event) dan sumber risiko atau agen risiko (risk agent) mengenai proses bisnis rantai pasok pada UKM Maketees, terdapat sebanyak 15 Risk Event dan 23 Risk Agent.
"Dari hasil perhitungan House of Risk fase 1, didapati sebanyak 13 agen risiko masuk kategori prioritas untuk yang diurutkan berdasarkan nilai tertinggi untuk diberi tindakan penanganan," kata Ajeng.
Adapun agen risiko yang diprioritaskan tersebut yaitu kurangnya perawatan dan pemeliharaan mesin (A16), kurangnya pelatihan terhadap karyawan (A21), keterbatasan SDM (A5), human error (A3), kelangkaan bahan baku (A6), area kerja berantakan (A20), kehabisan bahan baku (A13), kesalahan ekspedisi (A9), kapasitas mesin kurang (A14), perubahan pesanan secara mendadak dari konsumen (A1), kurangnya koordinasi dengan supplier (A8), penyesuaian permintaan konsumen (A4) dan perhitungan bahan baku secara kasar (A2).
Kedua, perancangan tindakan pencegahan dilakukan pada agen risiko yang menjadi prioritas, guna meminimalisir atau mengurangi tingkat kejadian dari sumber risiko.
Terdapat 14 usulan tindakan pencegahan atau strategi penanganan yang menjadi prioritas untuk diterapkan.
Adapun strategi penanganan yang diprioritaskan tersebut yaitu monitoring dan evaluasi kegiatan perawatan dan pemeliharaan mesin (PA1), monitoring dan evaluasi terhadap realisasi program pelatihan (PA2), melakukan perekrutan pekerja secara selektif (PA3), memberikan reward, punishment karyawan (PA4), dan menerapkan prinsip 5S (PA5).
Selain itu juga ada rekomendasi membuat kontrak jangka panjang dengan supplier (PA6), menerapkan prinsip lean manufacturing (PA7), melakukan perbaikan sistem manajemen gudang (PA8), membuat rencana produksi jangka panjang (MRP) (PA9), dan memperketat perjanjian dengan ekspedisi (PA10).
Tak berhenti disitu. Ajeng juga merekomendasikan menjalin kerjasama dengan pihak ketiga (PA11), Menyusun SOP terkait dengan konsumen (PA12), menyusun SOP perjanjian terkait dengan supplier (PA13), serta membuat standarisasi perhitungan bahan baku menggunakan Bill of Material (PA14).
Ketiga soal Key Risk Indicator sebagai early warning system atau system peringatan dini yaitu pada kerusakan mesin cutting batas bawah sebesar 1 kali/bulan dan batas atas 4 kali/bulan.
Kemudian kerusakan mesin bordir batas bawah sebesar 1 kali/bulan dan batas atas 3 kali/bulan, kerusakan mesin jahit batas bawah sebesar 1 kali/bulan dan batas atas 4 kali/bulan, serta untuk kesalahan kerja ambang batas bawah sebesar 13 kali/bulan dan batas atas 59 kali/bulan.
"Kami menyarankan kepada UKM Maketees agar dapat mempertimbangkan usulan strategi mitigasi dalam mengelola risiko perusahaan dengan dilakukan secara berkala guna meminimalisir atau mengurangi risiko yang dapat timbul," kata dia.
Ajeng juga menyarankan untuk mempertimbangkan KRI yang telah diusulkan. Sedangkan untuk penelitian selanjutnya dapat menambahkan perhitungan dari sisi biaya untuk melihat kerugian yang diakibatkan oleh risiko tersebut.
Post a Comment