Begini Pentingnya Sertifikasi dan Labeling Demi Tingkatkan Skala Bisnis Produk Peternakan
WARTAJOGJA.ID : Produk peternakan seperti susu, daging, telur, dan olahannya kini semakin diminati oleh konsumen dari dalam dan luar negeri.
Hal ini bisa dilihat pada tingkat konsumsi masyarakat yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Sebagai contoh konsumsi ayam tahun 2020 sejumlah 11,6 kg/kapita, meningkat menjadi 13,5 kg/kapita pada tahun 2023.
Namun, meningkatnya permintaan produk peternakan tersebut harus diimbangi dengan jaminan keamanan dan mutu yang dapat dipastikan melalui sistem sertifikasi yang terpercaya.
Sertifikasi produk olahan peternakan menjadi tolok ukur penting dalam menjamin bahwa produk yang dikonsumsi masyarakat memenuhi standar keamanan pangan, higienitas, dan keberlanjutan proses produksi.
Beberapa jenis sertifikasi yang umum dikenal adalah Sertifikasi Halal, sertifikasi SNI, Sertifikasi Pangan Olahan dari BPOM, sertifikasi produk pangan industry rumah tangga (SPP-IRT) serta standar internasional seperti ISO 22000 dan HACCP (Hazard Analysis and Critical Control Points) serta sertifikasi tambahan seperti sertifikasi organic sesuai dengan produk yang dijual.
Hal ini diperlukan karena produk olahan peternakan adalah bagian dari konsumsi harian masyarakat. Jika tidak diawasi dengan baik dari sisi proses dan kebersihannya, maka sangat besar potensi timbulnya penyakit zoonosis atau gangguan kesehatan akibat kontaminasi mikroba.
Manfaat Sertifikasi dan labeling bagi Produsen dan Konsumen
Bagi produsen, sertifikasi produk bukan sekadar formalitas administratif. Ini adalah bentuk komitmen terhadap standar mutu dan sebagai pembuka pintu pasar yang lebih luas, termasuk ekspor.
Produk yang sudah tersertifikasi cenderung lebih dipercaya oleh mitra bisnis dan memiliki nilai tambah dalam rantai pasok. Selain itu, sertifikasi produk juga membuat konsumen lebih yakin dengan kualitas produk yang ditawarkan.
“Produsen yang ingin memperluas pangsa pasarnya dapat mengurus sertifikasi produk sebagai syarat-syarat memasuki pasar tersebut” kata Kepala Laboratorium Agrobisnis Departemen Sosial Ekonomi Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada (UGM) yang juga Guru Besar Bidang Sosial Ekonomi Fakultas Peternakan UGM Prof. Dr. Ir. Tri Anggraeni Kusumastuti, S.P., M.P., IPM.
Selanjutnya, sertifikasi produk adalah jaminan bahwa produk yang mereka beli telah melalui proses pengawasan yang ketat, mulai dari bahan baku, pengolahan, penyimpanan, hingga distribusi. Sebagai contoh produk yang telah memiliki sertifikat Halal berarti telah melalui proses pengawasan produksi yang sesuai dengan kaidah halal sesuai syariah, sehingga bisa dipastikan kehalalannya.
“Konsumen semakin kritis dan selektif. Mereka ingin tahu apa yang mereka makan, dari mana asalnya, dan bagaimana proses produksinya. Sertifikasi dapat menjawab semua kebutuhan informasi tersebut” ujar Dosen di Laboratorium Agrobisnis Peternakan, Tian Jihadhan Wankar PhD.
“Dengan adanya produk peternakan yang tersertifikasi, konsumen jadi memiliki pilihan produk yang lebih bervariasi sesuai dengan preferensi masing-masing” tambah guru besar Fakultas Peternakan (Fapet) UGM Prof. Ir. Mujtahidah Anggriani Ummul Muzayyanah, S.Pt., M.P., Ph.D., IPM.,
Selain sertifikasi, label pada produk peternakan juga dapat membantu produsen untuk meyakinkan konsumen akan kualitas produk yang mereka hasilkan.
“Produk peternakan seperti daging olahan, susu pasteurisasi dan yoghurt, atau telur asin sering kali kalah bersaing bukan karena kualitasnya rendah, tapi karena kemasannya seadanya dan tidak memiliki label yang meyakinkan. Padahal konsumen saat ini sangat peduli dengan detail produk” ungkap Tian Jihadhan Wankar PhD.
Sementara bagi konsumen, label juga berfungsi untuk memudahkan konsumen untuk memilih produk sesuai yang diinginkan. Penulisan label pun harus sesuai dengan ketentuan dari pemerintah. Label yang harus mencantumkan informasi komposisi bahan, nomor izin edar, sertifikasi yang dimiliki, masa kadaluarsa produk, hingga kode produksi, memberikan jaminan transparansi dan profesionalisme.
Tantangan Sertifikasi dan labeling di Industri Olahan Peternakan
Meski manfaatnya sangat jelas, tingkat adopsi sertifikasi produk di sektor peternakan masih menghadapi berbagai tantangan.
Di antaranya adalah kurangnya pemahaman pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) tentang pentingnya sertifikasi, biaya proses sertifikasi yang tidak murah, serta keterbatasan akses informasi dan pendampingan teknis. Hal ini yang terkadang membuat UMKM masih enggan untuk mengurus sertifikasi untuk produknya.
Selain itu, produsen juga terkadang masih belum terlalu memikirkan label produk yang sesuai dengan ketentuan dan target pasar yang dituju. Produsen UMKM masih membuat label produk seenaknya.
“Para pelaku usaha mikro di sektor pengolahan produk peternakan masih enggan mengurus sertifikasi disebabkan oleh kurangnya informasi dan pendampingan yang didapat. Di sinilah peran sektor perguruan tinggi dapat hadir untuk memberikan edukasi dan pendampingan,” jelas Prof. Dr. Ir. Suci Paramitasari Syahlani, M.M. IPM. yang juga Guru Besar di bidang Pemasaran Produk Peternakan Universitas Gadjah Mada.
Peran Fakultas Peternakan UGM
Fakultas Peternakan UGM melakukan pendampingan terhadap UMKM produk peternakan. Pendampingan dilakukan juga untuk UMKM yang memasukkan produk mereka ke Plaza Agro UGM yang terletak di Fakultas Peternakan. Produk-produk tersebut antara lain susu pasteurisasi, yoghurt, keju, es krim, olahan daging, telur dan produk olahan lainnya. Pendampingan yang dilakukan berupa pelatihan pengurusan sertifikasi produk dan scale up bisnis UMKM.
Selain itu Fakultas Peternakan juga bekerja sama dengan banyak pihak untuk memberi edukasi terkait sertifikasi halal kepada pengusaha rumah potong dan produk olahan peternakan.
Post a Comment