Wacana Penutupan Plengkung Gading dan Penataan Pedagang Area Keraton, Sultan HB X : Rekomendasi Unesco
WARTAJOGJA.ID : Bagi wisatawan yang hobi melancong ke Yogyakarta, biasanya tak asing dengan yang namanya daerah Alun Alun Kidul, Alun Alun Lor, dan juga bangunan bersejarah di sekitar area Keraton Yogyakarta.
Untuk yang pernah menyambangi Alun Alun Kidul, tanah lapang yang berada di selatan Keraton Yogyakarta, tentu pernah melihat atau melewati sebuah akses seperti gerbang putih melengkung yang bernama Plengkung Gading yang menghubungkan Jalan MT Haryono dengan kawasan dalam Beteng Keraton Yogya.
Alun Alun Kidul sendiri banyak disambangi karena selama ini menjadi tempat masyarakat menikmati olahraga pagi dan sore, kuliner aneka jajanan murah, serta berbagai atraksi. Salah satunya atraksi Masangin atau berjalan dengan mata tertutup melewati dua pohon beringin besar.
Belakangan ini, ramai di media sosial akses gerbang Plengkung Gading itu akan ditutup untuk proyek penataan.
Raja Keraton yang juga Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Sri Sultan Hamengku Buwono X pun merespon ihwal wacana itu.
Sultan menuturkan penataan di area Plengkung Gading-Alun Alun Kidul menjadi upaya penataan kawasan Sumbu Filosofi Yogyakarta yang telah diakui lembaga dunia UNESCO sebagai warisan tak benda dunia pada akhir 2023 silam.
Sumbu Filosofi ini merujuk garis imajiner yang menghubungkan Panggung Krapyak, Keraton Yogyakarta, Maliboro hingga Tugu Golong-gilig (Tugu Pal Putih).
"Semua upaya penataan itu rekomendasi dari UNESCO," kata Sultan, Rabu 22 Januari 2025.
Namun, Sultan menegaskan, hingga saat ini belum ada keputusan pasti soal kapan atau bagaimana Plengkung Gading akan ditutup. Saat ini akses Plengkung Gading masih bisa dilalui masyarakat.
"Ya, soal kapan ditutup itu masih belum, kan uji coba saja belum," ujar dia.
Sultan membeberkan, upaya penataan kawasan rencananya akan meliputi titik titik yang dilalui Sumbu Filosofi itu. Namun semua baru wacana dan belum diujicoba.
"Mulai dari Tugu (Yogyakarta) ke selatan sampai (Panggung) Krapyak, sedangkan yang di area Keraton kami atur sendiri (penataannya)," kata dia.
Sultan menyebutkan batas penataan obyek yang dilalui Sumbu Filosofi tersebut adalah Kali Winongo dan Kali Code.
Sebelumnya di media sosial, ramai beredar kekhawatiran warga jika rencana penutupan Plengkung Gading jadi dilakukan, maka para pedagang kecil terutama di area Alun Alun Kidul akan ikut tergusur dan kehilangan penghasilannya.
Sultan menegaskan jika dalam penataan itu para pedagang di area tersebut tidak akan digusur, melainkan hanya ditata.
"Pedagangnya juga tidak digusur, namun saya juga belum tahu persisnya mau dipindahkan ke mana, (rencana penutupan) itu baru uji coba saja, kalau memungkinkan ya akan dilanjutkan, kalau tidak, ya tidak," kata dia.
"Pengertiannya ditata kan bukan digusur," kata Sultan.
UNESCO sendiri menetapkan Sumbu Filosofi Yogyakarta sebagai warisan budaya dunia melalui Sidang ke-45 Komite Warisan Dunia atau World Heritage Committee (WHC) di Riyadh, Arab Saudi, pada 18 September 2023 silam.
Berdasarkan dokumen penetapan WHC 2345.COM 8B. 39., Sumbu Filosofi Yogyakarta telah sah diterima menjadi Warisan Budaya Dunia (World Heritage) dengan tajuk 'the Cosmological Axis of Yogyakarta and Its Historic Landmarks'.
Dinas Pariwisata DIY melansir bangunan Plengkung Gading termasuk satu dari lima Plengkung yang menghubungkan dengan Keraton Yogyakarta. Yakni Plengkung Tarunasura, Plengkung Nirbaya, Plengkung Madyasura, Plengkung Jaga Surya dan Jagabaya.
Nama asli dari Plengkung Gading ini adalag Plengkung Nirbaya.
Sejarahnya, bangunan Plengkung Gading menjadi pintu keluar jenazah ketika ada raja keraton atau sultan ketika wafat untuk dibawa menuju Makam Raja di Imogiri Kabupaten Bantul.
Konon, sultan atau raja Keraton yang masih hidup dan bertahta tidak diperbolehkan melewati plengkung di benteng bagian selatan tersebut.
Plengkung Gading sempat diperbaiki bentuk aslinya pada tahun 1986 untuk menjaga keasliannya. Plengkung Nirbaya sendiri memiliki arti bebas dari bahaya duniawi dan diartikan sebagai sifat yang sederhana.
Menurut Badan Pelestarian Cagar Budaya DIY dahulu terdapat parit di sekeliling Benteng Keraton yang berfungsi sebagai pertahanan terhadap serangan musuh. Parit tersebut memiliki lebar hingga 10 meter dengan kedalaman 3 meter. Namun pada tahun 1935 Farid itu hilang dan kini sudah dijadikan sebagai jalan umum.
Adapula jembatan gantung pada setiap Plengkung yang berfungsi sebagai jalan untuk masuk ke dalam benteng dengan melewati parit. jika musuh datang maka jembatan akan ditarik ke atas menjadi pintu penutup Plengkung.
Di kawasan Plengkung Gading, ada juga menara sirine yang digunakan hanya dua kali saja. Pertama digunakan pada 17 Agustus untuk mengingat detik-detik proklamasi dan digunakan juga pada saat bulan Ramadhan menjelang berbuka puasa. Hal ini menjadi keunikan tersendiri dari kawasan tersebut.
Post a Comment