Dihadiri Ulama dan Umara, Haul ke-170 Pangeran Diponegoro Digelar Bertepatan Peringatan 200 Tahun Perang Jawa
WARTAJOGJA.ID – Sejumlah ulama dan umara menghadiri Haul ke-170 Pangeran Diponegoro, Rabu (8/1/2024) malam, di Pendopo Pangeran Diponegoro Museum Sasana Wiratawa Tegalrejo Yogyakarta. Ini merupakan momentum yang istimewa karena acara tersebut digelar bertepatan dengan peringatan 200 tahun Perang Jawa.
Tak hanya sejumlah kerabat Keraton Yogyakarta di antaranya GBPH Prabukusumo maupun GBPH Yudhaningrat, para pejabat juga menyatu pada acara tersebut, termasuk Wakil Menteri Sosial (Wamensos) RI, Agus Jabo Priyono maupun anggota DPD RI DIY, Ahmad Syauqi Soeratno dan sejumlah pejabat lainnya.
Kepada wartawan di sela-sela acara Agus Jabo Priyono menyampaikan kehadirannya di Ndalem Diponegoro mengingatkan akan peristiwa besar saat tempat itu diserbu oleh Belanda pada 20 Juli 1825.
“Pada malam hari ini kita akan mengembalikan memori sejarah bahwa Pangeran Diponegoro adalah simbol perjuangan bangsa Indonesia yang tidak mau dijajah oleh negara mana pun,” tegasnya.
Disebutkan, Pangeran Diponegoro adalah pemersatu bangsa sekaligus tokoh yang mempertahankan jati diri bangsa yang tidak mau diintervensi oleh kekuatan atau budaya pihak lain.
“Jadi, dari haul ke-170 ini kita berharap Indonesia kembali bersatu dan memiliki jati diri bangsa yang kuat serta bisa berdikari. Kita akan menjadikan Pangeran Diponegoro adalah teladan,” ungkapnya.
Menurut dia, pihak asing tidak pernah berhenti ingin mengusai Indonesia dengan berbagai cara agar tidak bisa bersatu supaya bisa terus dikuasai. Yang perlu diwaspadai adalah generasi bangsa Indonesia akan dilepaskan dari leluhurnya.
“Kita memiliki Pangeran Diponegoro leluhur yang hebat yang harus dipertahankan semangatnya,” kata dia.
Belanda dan penjajah ingin memutus generasi muda dengan tokoh-tokohnya. Dia mencontohkan adanya Kidung Sunda maupun Pararaton yang menceritakan leluhur rakyat Indonesia itu perampok, kecu dan segala macam. “Itu cara-cara Belanda,” tambahnya.
Agus Jabo Priyono menyebutkan Presiden Prabowo Subianto sangat mengidolakan Pangeran Diponegoro. Bahkan mobil yang diproduksi di Bandung yang sekarang diberi nama Maung, awalnya akan diberi nama Gentayu, kuda kesayangan Pangeran Diponegoro.
“Ini momentumnya ketemu. Jadi, haul ke-170 Pangeran Diponegoro ini momentum kebangkitan bangsa Indonesia untuk menemukan jati dirinya, mewujudkan cita-cita para pahlawan membangun Indonesia yang kuat, mandiri, berdaulat, adil dan makmur,” kata dia.
Ketua Paguyuban Trah Pangeran Diponegoro (Patra Padi), Rahadi Sapta Abra, menambahkan paguyuban secara rutin mengadakan acara mandiri tiga kali setahun. Setiap bulan Ruwah mengirim doa ke leluhur di Imogiri, Kotagede dan Mlangi. Acara milad digelar setiap 11 November.
Sedangkan haul diperingati setiap 8 Januari, yang kali ini temanya Meneladani Ketakwaan dan Perjuangan Sang Pangeran.
“Khusus acara haul ini selalu kami selenggarakan di Ndalem Tegalrejo karena di sini dulu adalah tempat beliau dibesarkan. Pangeran Diponegoro lahir di Keraton Yogyakarta saat umur tujuh tahun dibawa ke sini untuk dididik dan diasuh oleh guru santri, diajarkan tentang kanuragan, beladiri, berkuda, sastra, bertanam dan tata Negara,” ungkap Abra.
Kebetulan, lanjut dia, tahun 2025 ini tepat 200 tahun Perang Jawa. Ini menjadi langkah awal untuk melakukan banyak gerakan tentang kepahlawanan Pangeran Diponegoro salah satunya berencana mementaskan Opera Jawa Diponegoro di Keong Mas TMII Jakarta. Koreografer Sardono W Kusumo siap memberikan dukungan. Sebelumnya, opera itu pernah dipentaskan di Purawisata Yogyakarta.
Abra menambahkan, Pangeran Diponegoro sangat pas untuk contoh nasionalisme, perjuangan dan pengorbanan bagi generasi muda sekarang.
“Pangeran Diponegoro berjuang dengan keikhlasan tidak memburu apa-apa karena sudah kaya. Pangeran sing paling sugih, wong pekathik atau pemelihara kudanya saja 60 orang. Rumahnya gedhe di sini, istrinya ayu-ayu. Kurang apa? ujarnya.
Menarinya, lanjut Abra, Pangeran Diponegoro tiga kali ditawari oleh ayahnya untuk menjadi raja namun tidak berkenan. “Beliau nggak kersa karena tahu betul paugeran,” ungkapnya seraya menambahkan sampai akhirnya disebut sebagai Bisma, tokoh pewayangan yang menolak tahta demi kebaikan bersama.
Di tempat yang sama, GPBH Prabuksumo memberikan pengakuan Pangeran Diponegoro adalah tokoh yang sangat luar biasa karena berjuang demi bangsa dan Negara yang waktu itu masih zaman kerajaan. “Sangat luar biasa, bisa mempersatukan daerah-daerah menjadi kekuatan yang sangat besar walaupun belum berhasil waktu itu,” kata Gusti Prabu.
Ketua Ikatan Keluarga Pahlawan Nasional (IKPN) DIY yang juga Ketua II IKPN Pusat itu menyampaikan semangat itulah yang kemudian terus menjadi motivasi bagi generasi-generasi berikutnya untuk lepas dari penjajahan.
Di tengah isu korupsi saat ini Gusti Prabu berharap tokoh-tokoh nasional dan pahlawan nasional bisa dilembagakan agar bisa dijadikan contoh dan kebanggaan bagi generasi muda.
Rektor Universitas Amikom Yogyakarta yang juga penulis sekaligus produser film Battle of Surabaya, Prof Suyanto, menyatakan siap memberikan dukungan berupa pembuatan film Battle of Java yang mengangkat kisah Pangeran Diponegoro.
Keturunan atau Trah Sri Sultan HB III itu menyatakan dirinya sudah membaca berbagai buku tentang Pangeran Diponegoro termasuk buku yang dikeluarkan oleh Keraton Yogyakarta masa pemerintahan Sultan HB IV dan Sultan HB V.
“Ketika saya baca, wah ini Diponegoro nggak bisa sekali film. Saya akan bagi menjadi beberapa sekuel. Memang ini sudah saya siapkan dengan Holywood supaya ini bisa distribusi ke seluruh dunia,” jelasnya.
Prof Suyanto bahkan sudah memikirkan pembuka film tersebut yang menggambarkan Diponegoro berusia lima hari. “Kanjeng Sultan HB I ngendika dengan permaisuri Ratu Hageng, bahwa bayi iki kelak akan bisa merusak Belanda lebih dari saya di Perang Giyanti. Film akan saya buka dari itu,” ujarnya. (*)
Post a Comment