Soroti Dampak AI, Gerakan Sekolah Menyenangkan Inisiasi Program Ng(k)aji Pendidikan Bertema Guru Di Ambang Misteri Peradaban
WARTAJOGJA.ID - Arah gerak antara AI dan manusia saling menuju ke satu sama lainnya. Manusia berperilaku seperti robot, sedangkan robot berpikir dan bersikap seperti manusia. Ini menjadi sebuah fenomena yang mengantar manusia masuk pada misteri peradaban di era modern.
Mengabaikan hal ini sama saja dengan membiarkan manusia menjadi korban. Pasalnya, AI semakin pintar dengan terus berefleksi dan mengevaluasi kemampuan, sementara manusia bergerak secara monoton dan mayoritas menghabiskan waktu di depan gadget dengan minimnya interaksi sosial yang berarti.
Di titik ini, guru menjadi garda terdepan untuk membuat generasi kedepannya mampu lolos dari ambang misteri peradaban umat manusia. Caranya adalah dengan mengenalkan, menumbuhkan kesadaran, dan mempertajam aset utama anak didiknya sebagai makhluk yang merupakan arsitektur kebijaksanaan.
Dalam rangka mengangkat isu tersebut, Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM) menginisiasi kembali program Ng(k)aji Pendidikan, dengan tema 'Guru Di Ambang Misteri Peradaban'.
Acara tersebut digelar secara daring pada hari Jumat, 13 Desember 2024. Muhammad Nur Rizal, Ph.D., selaku founder dari GSM didapuk menjadi pembicara utama di sana.
Antusiasme para guru terbilang luar biasa. Terhitung ada lebih dari 750 partisipan yang ikut serta dan setia mendengarkan materi yang berfokus pada penguatan guru sebagai pemandu para siswa untuk tetap berada di koridor yang tepat dan tidak terjerumus kepada efek negatif dari perkembangan teknologi, terkhusus AI.
“Guru adalah garda terdepan di rumah, sekolah, dan di mana pun. Selama setiap dari kita dapat bermartabat sebagai seorang guru maka peradaban manusia akan aman dan dapat dijaga. Sebagaimana yang dikatakan oleh Bung Karno, bahwa guru adalah sang Rasul Peradaban,” tegas Rizal akan optimismenya terhadap guru.
Hanya saja, kekeliruan masih kerap terjadi di mana sistem pendidikan dan guru menitikberatkan nilai akademik dan tuntasnya materi ajar sebagai tolok ukur sukses atau tidaknya pendidikan. Padahal, guru perlu berfokus pada proses belajar manusia yang paling alamiah, yakni memantik rasa ingin tahu, memicu kreativitas, dan keberagaman potensi, serta menyadarkan siswa sebagai manusia dengan nilai-nilai kebermanfaatan hidup, serta tanggung jawab moral dan etis. Itulah definisi memanusiakan siswa.
“Ketika sekolah dan guru tidak dapat memanusiakan siswa, bahayanya adalah mereka dapat mencari pelarian kepada hal yang semu, seperti AI. Sudah ada buktinya bahwa Meta AI atau ChatGPT 4.0 dapat menggunakan data training untuk berbohong, terlihat empati, dan memberikan kenyamanan terhadap manusia yang sejatinya mampu mereka dapatkan di sekolah,” kata Rizal.
“Manusia sebagai makhluk berperasaan malah tidak dapat memberikannya karena tidak dilatih. Kebanyakan dari kita terlalu sibuk dengan administrasi, karier dan jabatan, serta persepsi orang yang membuat kita jarang berefleksi dengan diri sendiri,” tambahnya.
Rizal menjelaskan pengertian AI atau Artificial Intelligence kepada para partisipan dengan mengkontekstualisasikannya apabila diperintah untuk menendang bola.
“AI adalah kecerdasan karena ia diberi tujuan, misalnya menendang bola sampai ke gawang. AI akan belajar sendiri caranya menendang ke gawang lewat memahami pola untuk bermain bola, kemudian ia memecahkan masalah tersebut dengan mencari-cari dan membuat jaringan syaraf tiruan sinapsis yang diatur oleh manusia dalam algoritma pembelajaran yang ditujukan untuk menendang bola ke gawang,” jelas Rizal.
Post a Comment