News Breaking
Live
wb_sunny

Breaking News

Dilema Keuangan Keluarga di Balik Disabilitas Intelektual

Dilema Keuangan Keluarga di Balik Disabilitas Intelektual


Caption - Penulis Ilsa Haruti Suryandari CFP, saat menjadi nara sumber Pelatihan Financial Planning di Balai Rehabilitasi Terpadu Penyandang Disabilitas (BRTPD) Dinsos DIY.

WARTAJOGJA.ID - Setiap tahun, peringatan Hari Disabilitas Internasional menjadi pengingat untuk meningkatkan kesadaran dan kepedulian terhadap penyandang disabilitas. Namun, di tengah gencarnya kampanye pemberdayaan dan peningkatan inklusi, kelompok disabilitas intelektual sering kali luput dari perhatian. 

Kampanye inklusivitas umumnya lebih menonjolkan disabilitas fisik yang produktivitasnya dapat terlihat langsung, sementara disabilitas intelektual dianggap terlalu kompleks untuk dipahami dan diberdayakan. Akibatnya, kelompok ini sering tidak mendapat prioritas dalam berbagai program pemberdayaan.

Disabilitas intelektual memiliki kompleksitas yang membuat banyak sistem, baik di bidang pendidikan, ketenagakerjaan maupun pemberdayaan, kesulitan mengakomodasi kebutuhan mereka. Berdasarkan Survei Kesehatan Indonesia 2023, penyandang disabilitas intelektual mencakup 1% dari total populasi Indonesia. Mereka tidak hanya membutuhkan bantuan, tetapi juga peluang untuk mengekspresikan potensi unik yang mereka miliki. 

Sayangnya, sistem yang ada sering kali gagal menciptakan akses yang inklusif dan berkelanjutan. Akibatnya, keluarga yang memiliki anggota dengan disabilitas intelektual menghadapi tantangan yang lebih besar dibandingkan dengan keluarga lain terutama dalam hal finansial.

Masalah finansial ini tidak hanya terbatas pada biaya rutin seperti terapi dan pendidikan khusus. Tantangan yang dihadapi jauh lebih luas, meliputi keterbatasan akses ke pendanaan berkelanjutan, minimnya skema jaminan sosial yang inklusif hingga kesulitan dalam merancang perencanaan ekonomi jangka panjang. 

Mayoritas keluarga berada dalam kondisi finansial yang rentan, terjebak dalam pola bertahan hidup sehari-hari tanpa memiliki strategi untuk menghadapi masa depan ketika orang tua sudah tidak mampu memberikan dukungan langsung.

Hanya sedikit keluarga dengan anggota disabilitas intelektual yang memiliki rencana keuangan yang benar-benar terstruktur. Kondisi ini mencerminkan kurangnya kesadaran, akses dan dukungan yang tersedia untuk membantu mereka merencanakan masa depan. 

Perencanaan keuangan untuk penyandang disabilitas intelektual tidak bisa disamakan dengan keluarga pada umumnya. Hal ini melibatkan persoalan yang jauh lebih kompleks dan membutuhkan pendekatan yang sangat spesifik termasuk memperhitungkan kebutuhan perawatan seumur hidup, pengelolaan aset yang aman, jaminan pendapatan pasif serta perlindungan hukum terhadap warisan dan hak kepemilikan.

Sebagian besar keluarga tidak memiliki panduan atau sumber daya yang cukup untuk merancang strategi finansial jangka panjang. Dalam banyak kasus, mereka bahkan tidak tahu harus mulai dari mana. 

Sistem keuangan di Indonesia juga belum sepenuhnya responsif terhadap kebutuhan unik ini. Produk-produk seperti asuransi, dana pensiun dan skema investasi umumnya tidak dirancang untuk menyasar keluarga dengan anggota disabilitas intelektual. Padahal, kebutuhan mereka sangat berbeda, baik dari segi durasi dukungan finansial maupun proteksi hukum terhadap aset yang dimiliki.

Untuk mengatasi hal ini, diperlukan inovasi dalam sistem keuangan. Salah satu langkah strategis yang dapat diambil adalah pembentukan dana perwalian atau yayasan keluarga yang dapat berfungsi sebagai jaminan keberlanjutan ekonomi bagi penyandang disabilitas intelektual. 

Selain itu, asuransi dengan manfaat perpanjangan yang mencakup biaya perawatan jangka panjang juga menjadi opsi yang penting untuk dipertimbangkan. Investasi pada instrumen pendapatan tetap dapat memberikan aliran pendapatan pasif yang stabil, sementara diversifikasi aset yang aman dapat membantu mengurangi risiko finansial yang tidak terduga.

Momentum Hari Disabilitas Internasional seharusnya dimanfaatkan untuk mendorong transformasi sistemik yang nyata. Inklusi sejati tidak cukup hanya menjadi wacana, tetapi harus diwujudkan dalam bentuk aksi konkret yang memberikan dampak langsung bagi mereka yang membutuhkan. 

Rancangan masa depan finansial yang aman dan berkelanjutan untuk penyandang disabilitas intelektual menjadi salah satu langkah utama yang harus diwujudkan. Setiap keluarga berhak memiliki rencana keuangan yang layak dan setiap individu berhak atas kemandirian ekonomi. Masa depan tidak boleh menjadi zona ketidakpastian bagi mereka yang paling membutuhkan perlindungan.

Kesejahteraan finansial bukanlah sebuah privilege. Hal itu adalah hak fundamental yang seharusnya dapat diakses oleh semua orang, termasuk keluarga dengan anggota penyandang disabilitas intelektual. 

Untuk mewujudkan hal ini, diperlukan upaya yang komprehensif mulai dari program-program pemberdayaan yang memahami keragaman kemampuan hingga pendekatan berbasis keterampilan yang dapat membantu individu hidup lebih mandiri. 

Masa depan yang inklusif hanya dapat tercapai jika ekosistem yang ada memberikan ruang bagi penyandang disabilitas intelektual untuk hidup dengan martabat dan mandiri secara ekonomi.

Hari Disabilitas Internasional harus menjadi pengingat bahwa perjuangan inklusivitas belum selesai. Kita harus terus berupaya mewujudkan dunia yang lebih adil dan setara, di mana setiap individu, tanpa terkecuali, memiliki peluang untuk meraih masa depan yang lebih baik. (*)

Tags

Newsletter Signup

Sed ut perspiciatis unde omnis iste natus error sit voluptatem accusantium doloremque.

Post a Comment