Yogyakarta Jadi Provinsi Dengan Prevalensi Skizofrenia Tertinggi, Apa Pemicunya ?
WARTAJOGJA.ID : Meskipun berjuluk Kota Wisata alias tempat healing favorit di Tanah Air, ada realitas lain tentang Yogyakarta.
Daerah Istimewa Yogyakarta atau DIY, diketahui menempati urutan pertama provinsi di Indonesia dengan angka pengidap skizofrenia atau gangguan kesehatan mental berat yang prevelansinya mencapai 9,3 persen.
Hal ini berdasarkan hasil survei kesehatan Indonesia (SKI) Kementerian Kesehatan pada 2023 yang dilansir pertengahan 2024 ini.
Direktur Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Grhasia Yogyakarta Akhmad Akhadi menuturkan ada sejumlah penyebab tingginya prevalensi gangguan jiwa di DIY ini.
"Ada faktor internal dan eksternal yang memicu," kata Akhmad Senin 5 Agustus 2024.
Untuk faktor internal berasal dari genetik keluarga atau keturunan. Sedangkan faktor eksternal seperti stres berlebihan dan berbagai masalah sosial lain.
Seperti kehilangan anggota keluarga karena bencana alam, hidup sebatang kara juga faktor ekonomi.
Yogyakarta sempat mengalami dua bencana alam dahsyat berupa gempa bumi tahun 2006 dan erupsi Gunung Merapi 2010 silam yang totalnya memakan ribuan korban jiwa. Saat puncak pandemi Covid-19 pada 2021 silam, DIY juga sempat menjadi salah satu daerah penyumbang kasus kematian terbanyak di tanah air.
Akhmad menuturkan berdasarkan hasil SKI Kementerian Kesehatan pada 2023 tersebut, merujuk pada orang dengan gangguan jiwa berat. Tidak spesifik pada penyakit skizofrenia saja.
"Jika sebelumnya prevalensi gangguan jiwa berat itu 1 per mil penduduk (dari survei 1.000 orang terdapat 1 penderita) angka itu kinibnaik menjadi 10 persen atau diperkirakan 10 dari 100 orang di Indonesia mengalami gangguan jiwa berat," kata dia.
"Tapi perlu dicatat, itu gangguan jiwa berat secara umum, bukan hanya skizofrenia," imbuh Akhmad.
Akhmad menuturkan, untuk menekan prevalensi itu, Pemerintah DIY sendiri menempuh sejumlah kebijakan. Salah satunya melakukan deteksi dini bagi mereka yang terdiagnosis skizofrenia, langsung dilakukan perawatan intensif di rumah sakit kategori kelas A seperti
Rumah Sakit Jiwa Grhasia.
Sejauh ini di Indonesia, tidak banyak daerah yang mempunyai RSJ Kelas A seperti di Yogyakarta.
Selain itu, kata Akhmad, Yogyakarta juga menerapkan perawatan pre komuniti bagi pasien yang telah dirawat sebelum dikembalikan ke masyarakat.
"Pasien ini dari rumah sakit diterapi dulu di Balai Rehabilitasi Sosial milik Dinas Sosial," katanya.
Pemda DIY, saat ini juga telah merintis kebijakan Sekolah Sehat Jiwa. Kebijakan ini menyasar kalangan pelajar sekolah, dengan cara deteksi dini mereka yang diduga mengalami stres berat atau gangguan fokus belajar.
Kebijakan ini telah dijalankan di salah satu SMA Negeri di Kota Yogyakarta untuk mengantisipasi gangguan jiwa yang terlambat diketahui.
"Untuk antisipasi gejala gejala kesehatan mental berat seperti upaya bunuh diri, jadi sekolah sehat jiwa ini sekaligus untuk membentuk siswa bisa menjadi pendamping temannya," kata dia.
Lewat kebijakan yang akan direplikasi ke semua sekolah di Yogya itu, para guru juga diberikan pelatihan khusus mengenali tanda-tanda gangguan jiwa siswa dan memberikan penanganan awal yang tepat.
Pemerintah DIY, kata Akhmad, juga memfasilitasi pembiayaan pengobatan penderita gangguan jiwa melalui berbagai skema, seperti APBD, BPJS Kesehatan, dan Jamkesos kabupaten/ kota.
"Skizofrenia itu penyakit kronik, gangguan jiwa berat sehingga perlu difasilitasi pembiayaannya," kata dia.
Akhmad mengatakan, Pemda DIY saat ini menyusun Rencana Aksi Daerah untuk pencegahan gangguan jiwa. Di mana Biro Bina Mental akan menjadi koordinator program ini.
Selain riset SKI pada 2023, hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 silam, Yogyakarta juga sempat menjadi provinsi dengan pengidap gangguan jiwa tertinggi di Indonesia.
Post a Comment