News Breaking
Live
wb_sunny

Breaking News

DPP UGM Selenggarakan Dialog Nasional Transformasi Desentralisasi Dalam Mengelola Dilema Pembangunan Berkelanjutan

DPP UGM Selenggarakan Dialog Nasional Transformasi Desentralisasi Dalam Mengelola Dilema Pembangunan Berkelanjutan


WARTAJOGJA.ID – Departemen Politik dan Pemerintahan Universitas Gadjah Mada (DPP UGM), menginisiasi Bulaksumur Roundtable Forum untuk membahas isu mendesak terkait pembangunan berkelanjutan di Indonesia. 

Dialog nasional yang akan digelar pada Jumat, 9 Agustus 2024, pukul 13.00-17.00 WIB di Balai Senat UGM ini akan fokus pada reorientasi desentralisasi dan otonomi daerah , serta pembangunan ekonomi dalam konteks tantangannya terhadap pembangunan berkelanjutan. 

Menjembatani komunikasi multi-pihak untuk mengelola dilema, Departemen Politik dan Pemerintahan (DPP), FISIPOL, Universitas Gadjah Mada menginisiasi Bulaksumur Roundtable Forum sebagai forum dialog multipihak dan lintas-sektoral. Forum ini juga bagian dari inisiatif CoPPS (Collaborative Hub for Politics and Policy on Sustainability).

Ian Agisti, Program Lead untuk CoPPS menyampaikan, “CoPPS bertujuan untuk menyatukan berbagai pemangku kepentingan guna mendorong dan mengintegrasikan inisiatif keberlanjutan ke dalam lanskap politik dan kebijakan di Indonesia.”. 


Dengan tujuan menciptakan masa depan yang lebih baik bagi bangsa, CoPPS akan fokus pada sektor ekonomi hijau dan biru. “ Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia memiliki potensi besar dalam sektor ekonomi hijau dan biru. CoPPS percaya bahwa kedua pendekatan ini sangat relevan untuk diterapkan di Indonesia, dengan fokus pada empat area utama: energi, teknologi, pangan, dan pariwisata. Masing-masing area akan disesuaikan dengan karakteristik dan potensi unik dari setiap wilayah di Indonesia,” Ian Agisti  menambahkan. 

Komitmen Indonesia untuk menjadi bagian penting dalam komitmen global terhadap mitigasi dan adaptasi perubahan iklim tidak mudah terwujud karena dihadapkan dengan dilema.

Hasrul Hanif, Dosen Politik dan Pemerintahan UGM, mengungkapkan “Di satu sisi, melalui Enhanced Nationally Determined Contribution (ENDC) Indonesia, pemerintah menjanjikan target penurunan Gas Rumah Kaca (GRK) sebesar 31,89% dengan kemampuan sendiri atau 43,20% bila ada dukungan internasional pada tahun 2030. Di sisi lain, kebijakan ekonomi Indonesia berupaya untuk keluar dari jebakan middle income trap masih bertumpu pada ekstraksi mineral dan batubara. Pemerintah optimistis menargetkan pertumbuhan ekonomi 5,2 persen di tahun 2024, melalui tiga mesin, yaitu: produktivitas tinggi, memperbesar investasi, dan meningkatkan ekspor. Pada tahun 2023, kontribusi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sektor Migas sebesar 117 triliun rupiah dan sektor Minerba sebesar 173 triliun rupiah. Dalam banyak kasus, upaya untuk mendorong industrialisasi dan hilirisasi tidak jarang justru menghasilkan masalah lingkungan akibat alih fungsi lahan, konsumsi energi yang tinggi yang sebagian  besar masih ditopang oleh batubara, serta peningkatan emisi dan polusi.”

Dalam rangka menghadapi dilema-dilema tersebut, Hanif menyebutkan perlunya reorientasi dan transformasi kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah yang telah 25 tahun diterapkan. Hal ini penting mengingat tantangan dan solusi yang terkait dengan pembangunan berkelanjutan dan perubahan iklim bersifat saling terkait dan dampaknya melintasi batas-batas yurisdiksi administrasi serta kategori global-lokal.  Desentralisasi tidak bisa semata-mata didasarkan pada semangat untuk membagi kewenangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah melainkan pada semangat kolaborasi antar pihak untuk mengatasi berbagai tantangan perubahan dan dilema-dilema yang menyertainya. 

“Arah baru desentralisasi dan otonomi daerah harus membuka ruang selebar-lebarnya bagi kolaborasi dan kemitraan multi-pihak termasuk pemerintah, sektor swasta, masyarakat sipil, dan komunitas internasional, dalam mendorong keberlanjutan sosial, ekonomi, dan lingkungan di tingkat lokal,” Hanif menambahkan. 

Hanif juga menekankan pentingnya kolaborasi dalam mewujudkan pembangunan berkelanjutan di tingkat lokal. “Kolaborasi menjadi kunci agar praktik desentralisasi dan otonomi daerah dapat bermuara pada kesetaraan sosial masyarakat yang sejahtera (social sustainability); pembangunan ekonomi lokal yang inklusif dan berorientasi jangka panjang (economic sustainability); serta melestarikan dan melindungi lingkungan dari degradasi dan kerusakan yang eksesif (environmental sustainability),” ujarnya. 


Tags

Newsletter Signup

Sed ut perspiciatis unde omnis iste natus error sit voluptatem accusantium doloremque.

Post a Comment