Dampak Penarikan Dana Muhammadiyah Di Bank Syariah Indonesia: Perspektif Stabilitas Perbankan Syariah dan Makro Ekonomi
Caption - Dosen Prodi Ekonomi Kelas Internasional (IPIEF) FEB Universitas Muhammadiyah Yogyakarta sekaligus Ketua Asosiasi Program Studi Ekonomi Islam Perguruan Tinggi Muhammadiyah/Aisyiah (APSEI - PTMA) dan Anggota Majelis Ekonomi, Bisnis dan Pariwisata (MEBP) PDM Sleman, Dimas Bagus Wiranatakusuma Ph D.
WARTAJOGJA.ID: Kondisi dunia masih dibayangi dengan ketidakpastian yang ditandai dengan fenomena tekanan inflasi, suku bunga tinggi, risiko resesi global, ekonomi Cina yang melemah, eskalasi geopolitik dan perubahan iklim. Indonesia sebagai ekonomi yang kecil dan terbuka, tentunya bisa terdampak melalui mekanisme transmisi risiko dan interkoneksi perekonomian yang kompleks. Namun demikian, berdasarkan economic highlight per April 2024, secara umum ketahanan ekonomi (economic resilience) menunjukkan perkembangan yang positif, terutama ditinjau dari aspek pertumbuhan ekonomi dan inflasi yang bergerak sesuai dengan fundamentalnya. Dengan demikian, secara tinjauan makroekonomi, perkembangan ekonomi Indonesia per April 2024 jauh lebih baik dan relatif kecil dari potensi krisis keuangan.
Kinerja BSI
Fenomena krisis terjadi sebagai konsekuensi adanya financial imperfections yang berujung pada adanya risiko sistemik dan perilaku prosiklikalitas. Kondisi siklus dan risiko dalam sistem keuangan adalah akumulasi dari perilaku perbankan atau Lembaga keuangan yang bersifat risk taking behavior. Risk taking memungkinkan perbankan untuk senantiasa menerapkan kondisi neraca yang mismatch antara aset dan liabilitas. Kondisi siklus kredit dan dinamika dana perbankan ini bisa memperkuat amplitudo dan frekuensi pergerakan pada siklus ekonomi. Dalam konteks Bank Syariah Indonesia (BSI), karakteristik sumber aset dan liabilitas adalah berbasis retail customer sekitar 20% per Maret 2024.
Kinerja BSI per Feb 2024 mencatat kinerja yang sehat dan stabil setidaknya berdasarkan indikator permodalan (CAR), profitabilitas (ROA), kredit macet (NPF), dan tingkat intermediasi (FDR). Pengukuran kinerja BSI didasarkan pada data yang dikeluarkan oleh BSI per Februari 2024 yang kemudian dibandingkan dengan perhitungan ambang batas optimal (optimal threshold) serta dikonfirmasi dengan standar Surat Edaran Bank Indonesia tahun 2007.
Berdasarkan indikator Capital Adequacy Ratio (CAR), performa BSI per Februari 2024 sebesar 21,23% dan angka ini dibawah rata-rata CAR industri perbankan. Selain itu, nilai ambang angka CAR BSI masih dalam kisaran ambang optimal perhitungan (antara 22.37% – 25.48%) serta di atas 12% menurut surat edaran Bank Indonesia.
Dalam hal profitabilitas, Return on Asset (ROA) menunjukkan angka 2.51% dimana berada dalam rentang kerentanan (vulnerability), namun masih sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia. Sementara berdasarkan nilai kredit macet, net performing financing (NPF), performanya sebesar 2,01% per maret 2024 di mana angka ini masih berada dalam rentang perhitungan optimal (1,74% - 2.08%) dan dalam kategori baik berdasarkan ketentuan Bank Indonesia (2% - 5%).
Selanjutnya, indikator intermediasi, Financing to Deposit Ratio (FDR) menunjukkan angka 83.05% di mana sedikit lebih tinggi dari perhitungan optimal (77.27% – 81.09%), namun masih dalam kategori baik berdasarkan ketentuan Bank Indonesia (75% – 85%). Dengan demikian, berdasarkan pengamatan beberapa indikator di atas, kondisi keuangan BSI relatif dalam keadaan baik dan terkendali serta menunjukkan ketahanan perbankan yang stabil.
Dampak Panarikan Dana Muhammadiyah
Walaupun demikian, baru – baru ini ada fenomena penarikan dana dari BSI oleh Organisasi Muhammadiyah yang diperkirakan mencapai Rp 15 Triliun. Fenomena ini membuat banyak kalangan berspekulasi akan risiko rambatan berupa adanya eskalasi tekanan dalam neraca bank dan terkonsolidasi menjadi krisis perbankan. Spekulasi ini didasarkan pada kasus di Amerika dimana terjadi krisis karena adanya massive cash withdrawals dan rupanya bank tersebut memiliki karakteristik “too big too fail”.
Dalam kasus BSI, berdasarkan neraca bank per Maret 2024, struktur pendanaan turut berperan dalam stabilitas operasional bank. Diketahui bahwa Current account (CA), saving account (SA), dan time deposit (TD) adalah penyusun funding struktur BSI, khususnya dalam CA dan SA yang mencapai 60.86% per Maret 2024.
Demikian, dalam kasus BSI, bilamana memang ada penarikan, tentunya akan berdampak pada stabilitas komposisi CASA yang merupakan unstable funding dan terkait dengan liquidity risk. Apalagi bila ada fenomena contagion effect (efek rambatan) dan herding behavior (perilaku ikut-ikutan), maka dampak penarikan ini dapat tertransmisi kepada stabilitas BSI secara keseluruhan, dalam perspektif banyaknya Amal Usaha Muhammadiyah (AUM) dan karakteristik nasabah perbankan di Indonesia.
Pertama, Organisasi Muhammadiyah sebagai entitas usaha yang besar memiliki ribuan Amal Usaha (AUM) yang terdiri dari kurang lebih 440 pesantren, 20.233 TK, PAUD, dan KB, 2.817 SD/MI, 1.826 SMP/MTs, 1.364 SMA/MA, 171 Perguruan Tinggi, 355 Rumah Sakit, dan 562 Panti Asuhan, Banyaknya Lembaga amal ini memiliki pengelolaan anggaran yang mandiri dan terafiliasi dengan perbankan, termasuk salah satunya BSI.
Imbas adanya surat edaran penarikan dana Muhammadiyah dari BSI dapat menjadi daya dorong AUM melakukan massive cash withdrawals (penarikan dana secara massif). Kedua, berdasarkan survey oleh Inventure Research tahun 2020, setidaknya nasabah terbagi ke dalam 4 karakteristik: rasionalis (orientasi ketuntungan – 20,7%), apatis (peka terhadap imbal hasil – 33.2%), universalis (menyesuaikan dengan kebutuhan – 25,6%), dan konformis (sesuai dengan kaidah Islam – 20,6%).
Berdasarkan pembagian di atas, maka secara umum pembagian karakter nasabah Bank Syariah adalah profit motive oriented sebesar 79,4% (gabungan 3 karakter) dan religious motive oriented 20,6%. Kaitannya dengan penarikan dana Muhammadiyah ini, bilamana memang maklumat penarikan atas dasar diversifikasi risiko, maka mengarah pada aspek profit or loss oriented.
Kondisi ini berpotensi ada lebih dari 50 persen warga Muhammadiyah secara umum, termasuk yang tergabung dalam AUM, ada potensi melakukan switching behavior untuk memindahkan dananya ke perbankan lainnya. Kalaupun tidak ada penarikan atau konsisten di BSI, ini lebih kepada fungsional atau sekedar untuk tujuan penempatan dana sementara dan jangka pendek.
Dengan demikian, maklumat kelembagaan terkait penarikan dana dari BSI akan berdampak pada potensi penurunan dana murah BSI (CASA) dan potensi likuiditas yang ketat akibat massive withdrawals dari warga dan unit bisnis terkait Muhammadiyah.
Terlepas besar tidaknya dana yang akan berpindah atau flow out dari BSI, sebagai entitas bisnis yang terpercaya dan representasi lembaga keuangan Syariah, BSI perlu tetap menjaga tingkat ketahanannya (resilient). Tingkat ketahanan ini adalah sebuah kondisi dimana operasional BSI tetap berjalan normal walaupun mengalami tekanan baik dari dalam dan luar.
Dalam beberapa literatur, tekanan dari dalam biasanya terkait dengan toleransi tingkat risiko yang muncul akibat operasional bank, seperti risiko pasar, likuiditas, kredit, dan operasional. Sementara tekanan dari luar, terafiliasi dengan transmisi tingkat tekanan berasal dari kondisi makroekonomi. Dengan demikian, BSI sebagai entitas sebaiknya mampu beroperasi dalam posisi optimum, yakni situasi ideal yang mampu mengkombinasi antara tolerable risiko dan tekanan.
Selain itu, diskursus mengenai pembentukan Bank Syariah Muhammadiyah (BSM) menjadi cukup relevan dan tepat. Banyaknya AUM, semakin banyaknya warga terafiliasi Muhammadiyah, dan semakin banyaknya lembaga keuangan berbasis Syariah yang sudah dikelola oleh AUM, seperti koperasi, dan Baitul Mal wa Tamwil BMT) dalam jangka Panjang adalah beberapa alasan rasional menuju pembentukan Bank Syariah milik Muhammadiyah.
Langkah ke Depan
Sebagai penutup, kondisi perekonomian global masih diliputi ketidakpastian karena kondisi geopolitik dan tekanan ekonomi pada ekonomi besar, seperti Amerika dan Cina. Namun demikian, perekonomian Indonesia masih relatif tahan (resilient) karena ditopang oleh kuatnya konsumsi domestik, iklim investasi yang kondusif, serta kinerja variabel makro seperti inflasi dan pertumbuhan ekonomi yang bergerak sesuai target.
Kondusifitas tersebut juga terefleksikan pada kinerja perbankan baik secara industri maupun dalam konteks Bank Syariah Indonesia (BSI) yang relatif stabil. Namun demikian, penarikan dana Muhammadiyah perlu dipandang dari perspektif efek perambatan (contagion effect) dan efek ikutan (herding behavior) karena banyaknya jaringan Amal Usaha Muhammadiyah (AUM) serta warga yang terafiliasi dengan organisasi Muhammadiyah.
Menyikapi fenomena ini, Bank Syariah Indonesia sebaiknya terus menjaga tingkat ketahanan operasionalnya (operational resilience) sehingga tetap dapat menyerap segala goncangan internal dan eksternal yang terjadi. Sementara, kajian mengenai pembentukan Bank Syariah Muhammadiyah (BSM) perlu mendapat perhatian mengingat besarnya potensi dana umat dan AUM yang ada sehingga senantiasa terus dapat menebarkan manfaat muhammadiyah untuk semesta. (*)
E-mail Penulis: dimas_kusuma@umy.ac.id
Post a Comment