Bupati Bantul Resmikan Museum dan Galeri Sanggar Keris Mataram (SKM) Yogyakarta
WARTAJOGJA.ID : Sebagai salah-satu provinsi di Indonesia. Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menjadi provinsi yang terbilang istimewa, karena hingga hari ini keberadaan Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat dan Kadipaten Pura Pakualaman menjadi bagian yang tak terpisahkan sebagai garda depan pelestari budaya bagi masyarakat Yogyakarta yang berada di Kota Yogyakarta, dan Kabupaten Sleman, Gunung Kidul, Bantul, Kulon Progo.
Berangkat dari keberagaman dan daya tarik Jogja sebagai Kota Seni, Budaya, Pendidikan, Wisata yang terus tumbuh dan berkembang inilah. Pada akhirnya, kami menginisiasi lahirnya Sanggar Keris Mataram (SKM) Yogyakarta. Tepatnya di 25 November tahun 2020, disaat Pandemi Covid-19 tengah melanda dunia. Kegiatan seni budaya yang kian dinamis setelah sempat ikut terpuruk pasca pandemi ikut menjadi langkah awal dan menjadi salah satu usaha dan upaya bersama kami di SKM Yogyakarta.
“Semoga keberadaan Museum dan Galeri SKM Yogyakarta ini, bisa menjadi sebuah langkah dalam membuka perspektif bersama untuk membangun peradaban Budaya Keris Gagrag Mataram di Yogyakarta. Sekaligus semakin meneguhkan Keris sebagai Mahakarya Agung Budaya Bangsa. Serta memperkaya khazanah pengetahuan keilmuan, khususnya kajian dan penciptaan Keris sehingga bisa menjadi rujukan bagi masyarakat Daerah Istimewa Yogyakarta dalam mentransformasi nilai filosofi Keris sebagai Warisan Budaya, di Yogyakarta secara khusus dan Indonesia pada umumnya,’ tandas Nurjianto, Ketua SKM Yogyakarta.
Bagi kami, Kabupaten Bantul yang terdiri dari 17 Kapanewon, 75 Kalurahan, dan 933 Padukuhan. Ternyata memiliki modal sosial yang kuat dalam mengembangan sumber daya manusia dan alam, khususnya di bidang Budaya, Pendidikan, Wisata yang menjadi titik tolak hari ini. “Agar nantinya, kami dapat ikut berproses bersama melalui pelestarian Budaya Keris Gagrag Mataram. Keris menjadi bagian dari budaya seni tempa logam yang mengandung pengetahuan tradisional, teknologi tradisional dan seni sebagai daya tariknya,’ tegas pria yang akrab dipanggil dengan Gus Poleng, dikalangan pandemen keris ini.
Peresmian Museum dan Galeri SKM Yogyakarta (10/8), yang dilakukan oleh Bupati Bantul, H. Abdul Halim Muslih ini, juga dihadiri oleh Yanatun Yunadiana, S.Si., M.Si. (Kadisbud Bantul), Nugroho Eko Setyanto, S.Sos., M.M. (Kadis Dikpora Bantul), Subarta, S.Sos., M.Si. (Panewu Kapanewon Kasihan), Prof. Dr. Sumandiyo Hadi, S.ST., S.U. (Akademi Komunitas Negeri Seni dan Budaya Yogyakarta), Dr. Ir. Yustinus Suranto, M.P. (BARAHMUS DIY), Ida Sri Bhagawan Visvakarma Putra Agni Yogananda (Ashram OmAh Windunada), Yogi Adiningrat (Ketua Keluarga Madura Yogyakarta), Drs. Sapto Priyono, M.M. (Budayawan Bantul), Drs. Budiharja, M.M. (Penasehat SKM Yogyakarta), perangkat dan masyarakat Dukuh Donotirto, serta para tamu undangan dan pandemen keris dari Jakarta, Madura, Solo, Jogja.
Obyek Pemajuan Kebudayaan
“Sebagai bagian dari Obyek Pemajuan Kebudayaan (OPK) Nasional. Keris menjadi obyek pilihan kebudayaan yang telah menjadi bagian dalam kerja keseharian kami. Dengan latarbelakang inilah, kami mulai menginisiasi lahirnya Sanggar Keris Mataram yang terletak di Donotirto 9, Bangunjiwo, Kasihan, Bantul. Yang selanjutnya berproses hingga akhirnya berkembang menjadi adanya Museum, Galeri dan Besalen Keris SKM,” ungkap Gus Poleng yang juga menjadi Ketua Forum Komunikasi Paguyuban Tosan Aji DIY (FKPTA – DIY) itu.
SKM selain fokus ke bidang perkerisan dengan pemproduksi bilah keris, warangka-perabot keris. Nantinya, akan dibarengi dengan kegiatan budaya pendukung yang tengah mulai ikut disiapkan untuk menguatkan daya cipta, rasa dan karsa. Sebagai sarana untuk menguatkan Sumber Daya Manusia, bagaimana budaya keris yang telah menjadi bagian dari salah satu manifestasi kebudayaan nusantara, tetap dapat dilestarikan sebagai bagian dari Kebudayaan Jawa yang adiluhung dan berbudi luhur.
Keris adalah warisan pusaka mahakarya budaya nusantara. Sekaligus menjadi Identitas Nasional yang telah menjadi bagian dari Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) sebagai senjata tradisional Indonesia yang sudah mendapat pengakuan dunia oleh UNESCO, di Paris, Perancis (25 November 2005). Sebagai ikon dunia dalam kategori World Master Piece of Oral and Intangible Heritage atau Mahakarya Agung Warisan Umat Manusia. Dan kemudian terinskripsi dalam Daftar Representatif Warisan Budaya Tak Benda (Representative List of Intangible Cultural Heritage) UNESCO, di tahun 2008.
Kini, keris telah menjelma menjadi kebanggaan warisan pusaka dunia yang tak ternilai, keris seolah hadir melampaui jamannya. Di mana dalam dunia perkerisan berkaitan erat dengan berbagai disiplin ilmu pengetahuan dan nilai filosofis yang terkandung di dalamnya. Belum lagi soal cerita atau kisah yang melingkupinya. Mulai dari kuasa, mitos hingga nilai ekonomi yang berperan begitu kuat di sekelilingnya terkait nilai isoteris dan eksoteris-nya.
Tak heran, sebagai salah-satu kekayaan dari sebuah peradaban luhur. Dari keris kita dapat belajar banyak akan akar tradisi budaya kita dan tentunya sejarah panjang keberadaan kerajaan-kesultanan-kedatuan di Nusantara. Untuk itu, sebagai bentuk dukungan dengan adanya Undang-Undang RI, Nomor 5, Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan, khususnya dalam kategori domain Warisan Budaya Tak Benda (WBTB), dalam bidang Pengetahuan
Tradisional, Teknologi Tradisional dan Seni.
Tanpa disadari, jika berbicara mengenai Keris. Acapkali ada diantara kita yang masih menganggapnya negatif. Apalagi, Keris seringkali kerap diartikan dengan sesuatu yang klenik, mistik dan magis. Akan halnya, segala sesuatu yang memang tidak dikenal dan belum dipelajari serta diketahui secara baik dan benar. Apalagi jika itu berkaitan dengan sebuah keyakinan. Hal itulah yang hari ini menjadi tantangan kita bersama di Jagat Perkerisan Nasional dalam pelestariannya.
Membangun Ekosistem Keris
“Bantul adalah The Origin of Mataram atau cikal bakal Mataram. Maka, tentunya kami dari Pemerintah Daerah Bantul sangat mengapresiasi dan mendukung keberadaan Museum & Galeri SKM Yogyakarta yang mengedapankan pelestarian Keris Gagrag Mataram yang dibangun secara mandiri. Karena bidang industri kreatif yang terkait dengan budaya menjadi salah satu sektor prioritas dalam ekosistem kebudayaan di Kabupaten Bantul. Sesuai dengan visi utama kami, harmonis, sejahtera, berkeadilan yang berdasarkan Pancasila, dan UUD ’45, dalam bingkai NKRI yang Berbinneka Tunggal Ika,” tandas Bupati Bantul, M. Abdul Halim Muslih dalam sambutan pembukanya.
Sedang bagi Yanatun Yunadiana, S.Si., M.Si., selain unsur pendidikan, kebudayaan dan pariwisata. Sektor Ekonomi dan Industri Kreatif dan beragam bidang jasa juga menjadi unggulan dalam aspek pembangunan kebudayaan. “Seperti halnya, sektor jasa kerajinan dan wisata kreatif di Kalurahan Bangunjiwo yang sudah berhasil mendapatkan predikat Desa Mandiri Budaya (DMB) untuk tingkat Provinsi DIY. Karena kegiatan budaya yang sudah berkembang tetap dapat dilakukan secara swadaya oleh masyarakat,” jelas Kepala Dinas Kundha Kabudayan Bantul ini menguatkan.
Pada kesempatan ini, hal senada ikut disampaikan Panewu Kapenawon Kasihan, Subarta, S.Sos., M.Si., bahwa pembangunan aspek budaya dan pariwisata harus mempertimbangkan skema komunitas berbasis strategi bisnis yang kolaboratif. “Agar arah pembangunan Kalurahan Bangunjiwo dapat ikut mengedepankan program kegiatan yang sifatnya dapat memberikan investasi bagi pembangunan yang berkelanjutan seperti halnya keberadaan Museum dan Galeri SKM Yogyakarta. Sehingga dengan adanya tambahan bidang perkerisan ini, semakin menguatkan posisi Desa Mandiri Budaya yang bisa dijadikan role model keberhasilan pembangunan lintas sektoral yang ada di kalurahan dan kapanewon yang ada di Kabupaten Bantul,” ujarnya melengkapi.
Sejalan dengan itu, Pengelola SKM, Ki Arya Pandhu mengatakan, “Kehadiran Museum dan Galeri SKM Yogyakarta yang di design dinamis dengan adanya fasilitas gallery, artshop, library, coffeeshop meeting room, dan sanggar sebagai pusatnya. Diharapkan dapat ikut membangun kembali ekosistem Keris yang semakin terbarukan dengan pendekatan kerja kolaboratif – kolektif yang juga ikut menggandeng keterlibatan masyarakat setempat di tengah perubahan budaya jaman dengan segala problematikanya hari ini”.
Lebih lanjut menurutnya, “Kemampuan untuk membangun kesadaran, keterlibatan dan akhirnya kepemilikan akan Budaya Keris perlu didukung oleh hubungan antar relasi multidisipliner – interdisipliner untuk bisa menjalin kembali relasi Budaya Keris yang terkait dengan bagaimana kita harus menyiapkan: ketersediaan dan permintaan, teknik pengerjaan, relasi pengrajin keris dan pembuat sandangan – perabot keris, pengetahuan keris yang kita miliki, ketersediaan bahan baku – material baik logam dan kayu. Sehingga makna dari pemeliharaan, pengembangan dan pemanfaatan keris sebagai sebuah kesatuan dapat terus lestari dengan saling mengisi satu dengan lainnya,” imbuh mantan Ketua Tim Dewan Keris DIY (2019-2021) itu mengingatkan.
Dan yang kalah pentingnya sebagai Paguyuban Tosan Aji, SKM Yogyakarta bersama 86 Paguyuban Tosan Aji Nusantara yang tergabung bersama Serikat Nasional Pelestari Tosan Aji - Nusantara (SENAPATI NUSANTARA), juga masih tetap berharap dan berjuang bersama agar Pemerintah RI bisa segera mengesahkan acuan penetapan Hari Keris Nasional pada tanggal
25 November. Yang nantinya untuk setiap tahunnya dapat kita rayakan bersama sebagai Hari Keris Nasional sebagai momentum utama yang menjadi jiwa dan semangat di Jagat Perkerisan Nasional.
Post a Comment