MPLS Ruang Ketiga sebagai Jalan Ketiga untuk Membangun Bangsa yang Maju & Ilmiah
WARTAJOGJA.ID : Indonesia sulit menjadi negara maju, karena hilangnya budaya ini di masyarakat, yakni budaya saintifik dan perangai (watak) ilmiah. Kalaupun ada, sifatnya lebih formalistik atau bahkan slogan belaka. Berbagai negara maju seperti, Amerika, Eropa, Jepang, Cina, Korea Selatan, Singapura dan sebentar lagi India melesat menjadi negara adidaya di bidang inovasi teknologi dan industri, karena keseriusan mereka di dalam membangun budaya sains melalui dunia pendidikan. Bahkan, beberapa negara itu seperti India mencantumkan kata “scientific tamper” atau “perangai ilmiah” di konstitusi mereka. Mereka percaya, sains dapat menjadi kerangka utama bagaimana evidence based policy dilahirkan yang mendasari terbangunnya budaya meritokrasi dan integritas di bangsa mereka.
Berkaca dari sejarah dunia tersebut, maka Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM) memandang budaya saintifik dan perangai ilmiah ini harus ditanamkan secara serius dan mendasar di dunia pendidikan kita. Budaya ini tidak bisa hanya sekedar dilakukan melalui perubahan kurikulum atau program pendidikan yang baru dengan Menteri Pendidikan yang juga baru. Tetapi, GSM memilih membangun budaya atau watak sains ini melalui jalan ketiga, yakni jalan akar rumput yang menyasar ke sekolah-sekolah pemerintah atau publik agar cepat menyebar dan membudaya di masyarakat. Jalannya yakni dengan kembali mengadakan gerakan aksi MPLS (Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah) Menyenangkan yang bertujuan untuk melanjutkan perjalanan perubahan Pendidikan Indonesia melalui gerakan akar rumput.
Tahun lalu (2023), gerakan aksi MPLS Menyenangkan yang mengangkat tema, “Membangun Budaya Meraki (Cinta, Jiwa, dan Kreativitas) di Tahun Ajaran Baru untuk Mengurangi Budaya Kekerasan” diikuti oleh 1.125 sekolah. Ternyata, tema tersebut diangkat menjadi tema MPLS secara nasional oleh Kemendikbud Ristek di tahun 2024.
Pada tahun ini, GSM kembali menyelenggarakan gerakan aksi MPLS Menyenangkan dengan tema baru yakni, “Membangun budaya dialogis dan interaksi melalui Ruang Ketiga”. Ruang ketiga bertujuan untuk membangun budaya ilmiah serta kesadaran kritis dalam menghadapi berbagai persoalan dan berbagai krisis di masa depan, termasuk potensi hilangnya nilai-nilai kemanusiaan akibat revolusi AI. Gerakan MPLS Menyenangkan dengan tema Ruang Ketiga ini diikuti oleh lebih dari 3100 sekolah dari Sumatera, Kalimantan, seluruh Jawa, Bali, NTB hingga Papua.
Tema kali ini berbeda dengan tahun lalu yang bertujuan untuk mengurangi kekerasan.
GSM memandang persoalan kekerasan, perundungan, dan kesehatan mental sebagai bagian dari persoalan yang lebih besar, yakni hilangnya budaya dan perangai ilmiah pada masyarakat kita sehingga kita mudah terjebak dan terpolarisasi oleh berita-berita negatif, berita bohong, dan sentimen yang berlebihan. Dampaknya munculnya friksi, ketegangan, bullying, kekerasan hingga lebih parah terganggunya kesehatan mental generasi kita.
Dengan terpatrinya budaya perangai ilmiah di kepala tiap siswa, harapannya mereka mampu memiliki filter pribadi dan dapat terus skeptis terhadap informasi baru. Muhammad Nur Rizal, Ph.D., founder dari GSM juga menambahkan kalau kurikulum pendidikan sejatinya hanya interior dari sebuah rumah yang bergantung pada tren sosial dan tidak lebih penting dari bagaimana cara berpikir penghuninya yang harus terus kritis.
Guna mewujudkan visi tersebut, dicetuskanlah konsep “Ruang Ketiga” yang dapat diciptakan sebagai prinsip komunikasi terbuka dan setara untuk seluruh pihak yang terlibat dengan urusan pendidikan, yaitu murid, guru, orang tua murid, institusi pemerintahan, dan juga seluruh pemangku kebijakan.
Definisi dari Ruang Ketiga adalah ruang interaksi yang setara untuk menemukan kesadaran diri dan keunikan potensi insan didik. Ruang Ketiga sendiri terdiri atas lima jenis ruang. Pertama, ada “Ruang Dialog dan Refleksi” yang membuka kesempatan bagi pihak-pihak untuk saling melakukan tanya-jawab, berpikir dan memaknai. Kedua, ada “Ruang Relaksasi dan Meditasi” untuk memusatkan pikiran dalam ketenangan. Ketiga, ada “Ruang Imajinasi dan Ekspresi”, yaitu ruang untuk daya pikir berangan-angan dan mengekspresikannya secara fisik maupun non-fisik. Berikutnya, ada “Ruang Solidaritas dan Persaudaraan”, yaitu ruang untuk membangun kepercayaan, kasih sayang, dan saling menghargai. Terakhir, terdapat “Ruang Berkarya dan Kebermaknaan”, yaitu ruang untuk memberi arti penting dalam kehidupan.
Ruang Ketiga adalah sebuah Jalan Ketiga yang diperkenalkan GSM kepada guru-guru untuk menyelesaikan persoalan saat ini atau krisis besar dengan cara pikir yang berbeda. Seperti kata Albert Einstein bahwa kita tidak dapat menyelesaikan permasalahan dengan pemikiran yang sama seperti ketika masalah tersebut lahir. Maka dari itu, GSM menawarkan jalan alternatif Ruang Ketiga, yang bisa menjadi ruang bersama bagi pemangku kepentingan, kepala sekolah, guru serta murid dan orang tua serta masyarakat untuk bersinergi menciptakan ruang pembelajaran yang melampaui sekat-sekat kelas dan mata pelajaran. Hasilnya, siswa dapat berperan aktif dalam pembelajaran mereka dan di masyarakat, sembari mengembangkan literasi yang penting serta dapat menjadi versi terbaik dirinya.
“Sifat-sifat kodrati manusia yang sejati akan muncul dengan dialog. Ruang dialog tidak hanya memberikan pemahaman, tetapi ada ruang untuk berkarya dan imajinasi sehingga kebermaknaan akan tumbuh. Kebermaknaan ini akan melahirkan tujuan moral hidup yang bisa menjadi pegangan untuk diombang-ambingkan keadaan.
Selain itu, dengan dialog dan interaksi, dapat menyaring berbagai berita dengan bertukar sudut pandang yang beragam, sehingga kita menjadi tidak mudah dibohongi atau tersulut emosi, apalagi terjebak pada polarisasi yang ditimbulkan oleh kepentingan-kepentingan” jelas Rizal.
Kehadiran ruang ketiga sungguh cocok untuk diimplementasikan pada program Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) karena pada waktu tersebut, anak-anak cenderung membutuhkan perasaan diterima dan dianggap menjadi anggota baru secara hangat. Pemilihan dialog intensif sebagai mata acara juga mampu menghilangkan sisi kemonotonan dari kegiatan penyambutan siswa baru. MPLS dapat menjadi momen kebahagiaan bagi sivitas sekolah layaknya seperti momen kelahiran yang ditunggu-tunggu dan dinantikan, tumbuh menjadi manusia dewasa yang berbeda (unik) dan berdaya. Inilah yang mungkin dinamakan kreativitas alamiah.
“Sebelum mengenal GSM, sekolah memang sudah punya tujuannya, tetapi masih bingung bagaimana merealisasikannya. MPLS ini penting sebagai dasar peletakan pondasi karakter. Dikarenakan kebingungan bagaimana melaksanakan tujuan MPLS, akhirnya terjebak di rutinitas tahunan. Anak-anak cenderung bosan dan tidak betah. Dua tahun ke belakang, baru menyelenggarakan MPLS yang dipandu oleh GSM, tujuan sekolah terealisasi, guru pun menjadi lebih kreatif,” ungkap Yayah Khodariah, salah satu pegiat Komunitas GSM Cirebon yang juga mengajar di kelas I SD Negeri Kedungkrisik.
Eni Arumita, Guru kelas IV dari UPTD SDN Rawabuntu 03 dan sekaligus pegiat Komunitas GSM Tangsel juga mengungkapkan bahwa MPLS Ruang Ketiga ini mampu menciptakan budaya dialog yang setara dan bermakna, tidak hanya antara Guru dan Murid, tapi juga relasi dengan orang tua siswa. Dampak yang terasa, sekolah tidak hanya menjadi rumah bagi murid dan juga guru, tapi juga rumah bagi orang tua. Selain itu Pendidikan bukan sekedar menjadi tanggung jawab Guru, tapi merupakan tanggung jawab bersama yang perlu kerjasama.
Ungkap Rizal, Ruang ketiga juga membuat ruang kelas lebih kreatif dan bebas dalam melakukan pembahasan sebuah isu. Rasa penasaran anak yang terus dijawab berdasarkan fakta, data, dan bukti akan menciptakan sebuah diskursus. Diskursus yang terbangun atas keberagaman pendapat akan membuat manusia semakin berdaya dan inilah yang menjadi nilai keunggulan manusia dibanding kecerdasan buatan yang kalau terus disalahgunakan akan berakibat buruk pada peradaban manusia.
“Kekayaan AI dapat dihadapi dengan keberagaman tradisi, cara berpikir, sumber daya alam (biodiversitas) dan sebagainya. Dengan begitu, manusia tetap dapat menjadi tuan rumah di era AI. Perlu diingat, di dalam ruang interaksi dan dialog, tidak ada kebenaran tunggal.
Kebenaran bersifat relatif dan dapat direvisi oleh penemuan baru,” tegas Rizal.
Post a Comment