News Breaking
Live
wb_sunny

Breaking News

Rafa Kusuma Atmawibowo, Trendsetter Dalang Cilik Penyandang Down Syndrome

Rafa Kusuma Atmawibowo, Trendsetter Dalang Cilik Penyandang Down Syndrome

Rafa Kusuma Atmawibowo bersama kedua orang tuanya. (Foto: Hendro SB/Warta Jogja).

WARTAJOGJA.ID – Festival Dalang Cilik (FDC) yang diinisiasi oleh Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) menjadi saksi sejarah bagi seorang dalang wayang berusia 16 tahun asal kota Yogyakarta. Dalang cilik tersebut bernama lengkap Rafa Kusuma Atmawibowo, yang kebetulan dirinya menyandang sebagai penyandang difabel Down Syndrome.

Rafa, sapaan akrabnya, bisa dikatakan menjadi anak Down Syndrome yang mampu mendedikasikan bakat atau skillnya sebagai seorang dalang wayang. Dalam hal ini, Rafa tak bekerja sendirian melainkan mendapatkan dukungan penuh oleh kedua orang tuanya yang terus mendampinginya selama hidupnya.

Demi menggapai cita-cita Rafa, kedua orang tuanya terus memberikan dorongan serta motivasi untuk selalu berlatih yang tentu saja bertujuan untuk syaraf motorik dan sensorik di tubuhnya. Sebab, difabel Down Syndrome merupakan suatu kondisi di mana hanya bisa mampu latih bukan mampu didik dikarenakan tingkat IQ yang sangat rendah.

Ditemui usai pentas, orang tua dari Rafa, Ludy Bimasena mengungkap bahwasannya sebagai orang yang terlahir dengan kultur Jawa sudah sepantasnya wajib melestarikan seni dan budaya Jawa. Ludy menegaskan, sebagai orang tua wajib memilih bakat dan skill yang cocok untuk Rafa.

Sebagai seorang difabel tentu tak bisa memilih bakatnya, sehingga Ludy beserta istrinya memberikan kesempatan kepada Rafa untuk belajar menjadi dalang wayang. Down Syndrome ini, ungkapnya, merupakan peduli yang hebat maka hak dan seni budaya adalah milik semua komunitas.

Seorang dalang wayang cilik penyandang Down Syndrome, Rafa Kusuma Atmawibowo. (Foto: Hendro SB/Warta Jogja).

“Kebetulan dari awal Rafa sudah cocok dan senang sekali, jadi istilahnya ini sudah bakat alam. Dan juga, latihan yang selalu menggunakan video sejak awal maka Rafa akhirnya bisa mempraktekkan di dalam pentas manapun,” jelas Ludy, Minggu (12/5/2024).

Lagi pula, sejak Rafa masih kecil Ludy sudah memilihkan bakatnya di perwayangan. Sebatas informasi dari Ludy, bahwa wayang juga bisa untk melatih tingkat motorik Rafa. Artinya, melatih sinkronisasi antara pendengaran maupun motorik kasar serta halus. Selain itu, difabel Down Syndrome ini mengalami kesulitan dalam berbicara, sehingga harapan Ludy dengan adanya media wayang bisa menstimulasi Rafa dalam berkomunikasi.

“Filosofi wayang ini menjadi kunci utama Rafa dalam mencoba berkomunikasi melalui tingkat motorik kasar dan halus. Dengan harapan bisa menjadi terapi untuk anak Down Syndrome,” harap Ludy.

Pria yang menjabat sebagai Ketua Forum Komunikasi (Forkom) Difabel DIY tersebut menilai, bahwa kata kunci dari Down Syndrome adalah peduli yang hebat. Hingga saat ini, anaknya mampu menirukan gerakan layaknya dalang profesional bisa dikatakan sangat luar biasa. Bahkan, tidak semua anak dengan Down Syndrome mampu melalukan seperti yang Rafa lakukan.

“Kurang lebih di usia Rafa dua sampai tiga tahun saat itu sudah kami kenalkan tentang wayang. Metode yang kita gunakan adalah dengan membeli CD dan menonton cara mendalang wayang. Rafa belajar otodidak dan kami yang mendampingi,” terangnya.

“Tambahan informasi juga untuk semua, bahwa Down Syndrome ini kan jelas IQ nya di bawah rata-rata manusia normal, sehingga kebanyakan anak Down Syndrome tidak mampu didik tetapi mampu latih,” sambung Ludy.

Sebelumnya juga, Ludy menceritakan pengalaman Rafa saat pertama kalinya mentas di depan publik. Awalnya adalah saat Rafa pentas di SLB Pembina Yogyakarta di mana pada saat itu Rafa telah lulus dan diberikan hadiah oleh guru-guru SLB Pembina untuk menyalurkan bakatnya sebagai dalang wayang.

Kemudian, pentas kedua yaitu di Dinas Sosial dalam acara Wayang Cakruk dan yang ketiga ini adalah FDC UNY tepatnya di Kampung Emas Seyegan, Sleman Yogyakarta. Untuk pentas Rafa yang ketiga menjadi rangkaian dalam acara Dies Natalis UNY.

“Karena itu, tujuan dari semua ini adalah pada intinya Down Syndrome punya hak berkesenian maupun berkebudayaan. Seni dan budaya adalah hak untuk semua orang dari berbagai latar belakang baik difabel maupun non difabel,” tegas Ludy.

“Saya lihat di sini tidak ada yang difabel, maka saya berharap Rafa ke depan bisa menjadi pendobrak serta mewakili anak Down Syndrome Indonesia,” pungkasnya menambahkan. (*)

Tags

Newsletter Signup

Sed ut perspiciatis unde omnis iste natus error sit voluptatem accusantium doloremque.

Post a Comment