Makroekonomi Indonesia, Tetap Stabil dan Tumbuh
Narsum Indra Astrayuda (Deputi Direktur Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI) dan noderator Puji Widodo (Deputi Direktur Dekom BI)WARTAJOGJA.ID : Departemen
Komunikasi Bank Indonesia (Dekom BI) menyelenggarakan kegiatan “BI Sapa
Akademisi”. Kegiatan selama 2 hari tersebut diselenggarakan tanggal 6-7 Mei
2024 di Hotel The Stones, Legian, Bali. Hari pertama, kegiatan Focused Group
Discussion (FGD) “Diseminasi Kebijakan Terkini BI”. Selanjutnya pada hari
kedua, seminar hybrid dengan topik “Implementasi QRIS Tuntas”. Acara tersebut
dibuka oleh Nita A. Muelgini (Direktur Dekom BI).
“Forum
ini merupakan diseminasi kebijakan BI terkini yang ditujukan bagi akademisi dan
peniliti”, ujat Nita A. Muelgini dalam sambutan pembukaan acara. Menurut Nita,
para akademisi dan peneliti diharapkan menjadi salah channel untuk
menyalirkan informasi kebijakan BI baik dalam bentuk artikel opini di media,
artikel riset di jurnal maupun sebagai materi kuliah.
Pada
hari pertama berupa FGD dengan narasumber Indra Astrayuda (Deputi Direktur Departemen
Kebijakan Ekonomi dan Moneter), Dhaha Praviandi Kuantan (Deputi Direktur
Departemen Kebijakan Makroprudensial) dan Novi Maryaningsih (Deputi Direktur
Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran) (Senin, 06/05/24). Ketiga narsum menjelaskan
kondisi makroekonomi Indonesia dan kebijakan BI terkini. Selaku moderator Puji Astuti (Asisten Manajer, Dekom BI), Henri Nosih Saturwa (Asisten Deputi Dekom
BI), dan Puji Astuti (Asisten Deputi Dekom BI).
“Stabilitas
makroekonomi Indonesia saat ini dipengaruhi dinamika ekonomi global yang
bergerak cepat”, jelas Indra Astrayuda. Menurut Indra, tingginya suku bunga
acuan Bank Sentral AS (Federal Fund Rate/FFR) saat ini menjadi sumber
spekulasi ekonomi global. Sampai saat ini FFR belum turun, sehingga investor
mengalihkan investasi di mata uang dollar AS dan menjadikan mata uang tersebut
cenderung menguat. Di sisi lain mata uang Rupiah sedikit mengalami depresiasi.
Faktor lain adalah kondisi geopolitik, khususnya memanasnya hubungan Israel
dengan Iran. Kondisi tersebut mendorong harga minyak dunia naik dan pasokan
produk pangan dunai terganggu. “Kedua hal tersebut dapat mendorong terjadinya
inflasi di pasar domestik”, jelas Indra Astrayuda.
“Berkaitan dengan kondisi di atas
maka Rapat
Dewan Gubernur (RDG) BI pada 23-24 April 2024 memutuskan untuk menaikkan
BI-Rate sebesar 25 bps menjadi 6,25%”, jelas Indra. Menurut Indra kenaikan suku
bunga ini untuk memperkuat stabilitas nilai tukar Rupiah dari dampak
memburuknya risiko global. Kebijakan tersebut juga sebagai langkah pre-emptive dan forward
looking untuk memastikan inflasi tetap dalam sasaran 2,5±1% pada 2024 dan
2025 sejalan dengan stance kebijakan moneter yang pro-stability.
Untuk menjaga stabilitas dan mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan
di tengah peningkatan ketidakpastian pasar keuangan global, BO terus memperkuat
bauran kebijakan moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran
Dalam
sesi kedua, Dhaha Praviandi Kuantan menyajikan makalah dengan topik “Peran
Kebijakan Makroprudensial Dalam Mendorong Pertumbuhan Kredit”. Menurut Dhaha,
BI melanjutkan kebijakan makroprudensial akomodatif di tahun 2024. “Kebijakan
tersebut dilaksanakan dengan mendorong pertumbuhan kredit, menjaga ketahanan sistem
keuangan serta mendorong keuangan inklusif dan hijau”, ungkap Dhaha.
“BI akan memperluas cakupan kredit sektor usaha
lewat industri perbankan dengan memanfaatkan Kebijakan Insentif Likuiditas
Makroprudensial (KLM)”, jelas Dhaha. Kebijakan
BI tersebut akan berpengaruh terhadap bank, khususnya di masa pengetatan suku
bunga saat ini karena sektor cakupan itu akan menambah likuiditas ke perbankan
Rp 81 triliun di pertengahan tahun dan diperkirakan bisa mencapai Rp 115
triliun sampai akhir tahun 2024, jelas Dhaha Praviandi Kuantan. Dengan
demikian kebijakan makroprudensial lebih fokus ke pro-growth atau
mendorong pertumbuhan ekonomi.
“BI sejak tahun 2019 mengakselerasi pembayaran
digital untuk memenuhi kebutuhan pembayaran”, jelas Novi Maryaningsih. Menurut
Novi, BI menerapkan QRIS pada tahun 2019 dan BI Fast pada tahun 2021.
Selanjutnya BI telah melakukan uji
coba QR Cross-border dengan Malaysia dan Thailand yang memungkinkan konsumen
dan pedagang di kedua negara dapat melakukan dan menerima pembayaran barang dan
jasa melalui QR Code.
Menurut Novi, QR Cross-border memiliki
peran penting untuk meningkatkan efisiensi transaksi, mendukung digitalisasi
perdagangan dan investasi, dan menjaga stabilitas makroekonomi dengan
memperluas penggunaan penyelesaian transaksi menggunakan mata uang lokal
(LCS). QR Cross-border diharapkan dapat meningkatkan transaksi
UMKM, karena memudahkan konsumen mancanegara untuk bertransaksi saat membeli
produk lokal. Di sektor pariwisata, para wisatawan asing nantinya cukup
menggunakan QR Cross-border untuk bertransaksi dan sebaliknya.
Catatan
dari FGD “Diseminiasi Kebijakan Terkini BI” adalah BI terus memperkuat bauran
kebijakan untuk memperkuat ketahanan ekonomi Indonesia dari dampak rambatan
global.
Kebijakan BI harus mampu menjaga stabilitas nilai tukar rupiah, mencegah portfolio
outflow maupun menjaga likuiditas dalam negeri dalam rangka menjaga
stabilitas moneter, stabilitas sistem keuangan, dan stabilitas fiskal,
Berkaitan
dengan hal tersebut, maka kebijakan moneter terus difokuskan pada menjaga stabilitas
atau pro-stability. Sementara kebijakan makroprudensial, sistem
keuangan, pendalaman pasar uang, dan program ekonomi inklusif dan hijau terus
diarahkan untuk menjaga dan mendorong momentum pertumbuhan atau pro-growth.
“Kegiatan FGD diikuti oleh 40 akademisi dan peneliti yang mewakili perguruan tinggi dan lembaga riset di Indonesia”, jelas Y. Sri Susilo (Dosen FBE UAJY) salah satu peserta FGD dan juga anggota Anggota Forum Penulis Akademisi Kebijakan Bank Indonesia (Forum APIK BI). Menurut Susilo, Dekom BI secara rutin menyelenggarakan FGD dengan mengundang akademisi dan peneliti setiap 3 bulan sekali.
Post a Comment