Begini Cara Nelayan dan Pembudidaya Udang di Pantai Selatan Kulon Progo Terapkan Ilmu Titen Modern
Caption : Para nelayan dan pembudidaya udang saat mengikuti SLCN di Pantai Pasir Kadilangu, Temon, Kulon Progo, Senin (22/4) (ist)
WARTAJOGJA.ID : Nelayan dan pembudidaya udang di sekitar pantai selatan Jawa, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) mulai menerapkan ilmu titen gaya baru untuk memprediksi perubahan cuaca. Ilmu ini mereka peroleh dalam Sekolah Lapang Cuaca Nelayan (SLCN) besutan BMKG.
Sebanyak 74 nelayan dan pembudidaya udang dari Kulon Progo dan Purworejo, Jawa Tengah ikut dalam SLCN. Dihelat di Pantai Pasir Kadilangu, Temon, Kulon Progo, kegiatan ini jadi wadah pembelajaran ilmu titen modern berbasis meteorologi maritim.
Sebagai informasi, ilmu titen merupakan ilmu tradisional Jawa berupa kepekaan terhadap ciri-ciri alam. Ilmu ini biasanya digunakan masyarakat Jawa untuk mendeteksi perubahan cuaca maupun iklim lewat tanda-tanda alam sekitar.
Dalam sekolah lapang cuaca ini, nelayan dan pembudidaya udang diajak untuk mendalami ilmu tentang meteorologi maritim modern, sebuah ilmu untuk mengetahui perubahan alam yang tingkat akurasinya lebih tinggi. Peserta juga diajarkan cara mengetahui informasi cuaca hingga perkiraan tinggi gelombang laut dari kanal resmi BMKG.
"Jadi masyarakat dipahamkan terhadap unsur-unsur yang membuat mereka bisa meningkatkan produktivitas udang. Juga dipahamkam unsur-unsur cuaca mana yang bisa mengakibatkan kerugian terhadap hasil panen udang," ucap Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati saat ditemui di sela-sela SLCN, Senin (22/4).
"Unsur cuaca kita pahamankam, kita ajari mengaksesnya di mana, kemudian bagaimana cara mudah memahami unsur cuaca ini untuk kegiatan mereka, khususnya untuk budidaya udang," imbuhnya.
Dwi mengatakan kegiatan ini juga bertujuan untuk mengajarkan para nelayan dan pembudidaya udang agar lebih siap dalam menghadapi potensi terburuk perubahan cuaca. Seperti gelombang tinggi, badai, hingga hujan lebat yang berpotensi mengganggu kegiatan usaha mereka.
"Mereka diajarkan cara memahami informasi cuaca yang ada di aplikasi mobile phone atau website, agar bisa menyusun perencanaan, tambaknya diapakan. Dan bagaimana mitigasi seperti lima hari sebelumnya ada peringatan dini pasang maksimum dan ini harus ada upaya," ucapnya.
Dwi mengatakan mitigasi bencana sangat diperlukan bagi nelayan khususnya pembubidaya udang. Dengan adanya mitigasi, maka kerusakan imbas bencana alam bisa diantisipasi sedini mungkin.
"Sangat penting dalam konteks kita ingin memajukan kesejahteraan dan perekonomian masyarakat. Salah satu sumber perekonomian di Kulon Progo kan nelayan dan budidaya tambak, yang banyak di sepanjang pantai ini. Kalau tidak ada mitigasi itu bisa potensi gagal panen udang, pendapatan akan turun," ujarnya.
Salah satu nelayan asal Pantai Congot, Kulon Progo, Bambang Sutrisno mengaku senang bisa ikut dalam sekolah lapang cuaca ini. Salah satu alasannya karena bisa memperoleh ilmu baru tentang tata cara mendeteksi perubahan cuaca.
Selama ini, Bambang dan para nelayan yang di Kulon Progo masih mengandalkan ilmu titen lama yang kini mulai tidak relevan imbas perubahan iklim.
"Tanggapannya bagus ya karena nelayan kan membutuhkan BMKG untuk menginformasikan data gelombang dan angin. Sebelumnya kami pakai ilmu titen dan kita kan setiap harinya harus memantau langsung di pinggir laut untuk melihat cuacanya bagus atau tidak," ucapnya.
Post a Comment