Teater Seni Keindahan Tak Terbatas: Inspirasi Karya Difabel Suarakan Inklusivitas
Penggagas Karya Teater Seni, Nanik Indarti beserta anak didiknya berfoto bersama usai acara. (Foto: Hendro SB/Warta Jogja)
WARTAJOGJA.ID - Sebuah pertunjukan teater berlatarbelakang penyandang Difabel bertubuh mini karya Nanik Indarti berhasil mencuri perhatian masyarakat luas. Dengan bertemakan "Keindahan Yang Tak Terbatas" dari nuansa teater seni itu, para difabel bertubuh mini berkesempatan menampilkan pentas ragam budaya yang spektakuler.
Pada kesempatan itu, tepatnya pada Sabtu (16/3/2024) malam, pertunjukan teater seni yang digelar di Gedung Societet Taman Budaya Yogyakarta (TBY) mendapatkan dukungan maupun sponsor ternama dari Dana Indonesiana, LPDP dan juga beberapa media partnership di Indonesia.
Nanik Indarti, yang juga sebagai Penggagas Teater Seni itu menuturkan bahwa pihaknya mendapat inspirasi terkait pertunjukan teater ini berawal dari persoalan ukuran tubuh yang mini. Tubuh difabel yang tidak ideal ini sudah sewajarnya pasti tidak akan dibutuhkan di lingkup industrial manapun, baik itu industri fashion, musik dan juga seni.
"Kita sama-sama tahu kan ya, kalau tubuh yang diutamakan dari industri fashion kan tubuh yang ideal, sehingga apa, tubuh yang tidak ideal ini sangat jarang dilibatkan terutama di negara kita yang menurutku masih tabu dengan melibatkan tubuh-tubuh difabel atau yang tidak ideal itu," tegas Nanik ditemui Warta Jogja usai acara.
Hal itulah maka Nanik menjadikannya sebagai latar belakang inspirasi dalam pertunjukan teater seni Keindahan Yang Tak Terbatas. Selain itu juga, berdasarkan pengalaman pribadi Nanik pada saat ia mencari kostum, sepatu atau baju yang menurutnya tidak sesuai dengan tubuh, ukuran, selera atau motif yang dikenakan.
"Pokoknya banyak batasan-batasan, dan masih banyak lagi. Sekali lagi, hal-hal yang selalu dinilai layak dan berharga itu adalah pasti tubuh-tubuh yang ideal. Nah, sementara tubuh yang tidak ideal ini masih saja tidak dianggap berharga dan layak di industri fashion," keluh Nanik.
Pertunjukan teater seni Keindahan Yang Tak Terbatas melibatkan para difabel bertubuh mini. (Foto: Hendro SB/Warta Jogja)
"Sehingga, lahirnya karya ini demi menyuarakan hal tersebut kepada industri fashion dan seni," Nanik menambahkan.
Di dalam pertunjukan teater seni ini, Nanik mencoba berusaha mengangkat isu inklusivitas kepada masyarakat di Indonesia. Hal ini pun ia tunjukan dari beberapa modeling yang dilibatkan, tidak hanya terpaku pada difabel tubuh mini namun juga ada difabel lain seperti difabel daksa dan juga difabel bisu tuli. Karena itu, pesan yang disampaikan adalah jelas bahwa kesetaraan atau inklusi berhasil disuarakan dalam Keindahan Yang Tak Terbatas itu.
"Misi utamaku yang jelas adalah membuat karya pertunjukan yang inklusi bagi teman-teman difabel seperti menyediakan kursi roda, juru bahasa isyarat dan lain-lain. Sekali lagi saya sampaikan, di Indonesia ini masih sangat jarang sekali menghadirkan pertunjukan yang inklusif," tutur Nanik.
"Untuk itu, karya teater dari para difabel ini bisa turut membantu difabel-difabel lainnya dalam menunjukan bakat seninya dan juga perlunya mendapatkan dukungan moral dari masyarakat maupun negara Indonesia itu sendiri," dirinya melanjutkan.
Peserta yang terlibat tersebut juga beragam, tak hanya dari kota Yogyakarta saja melainkan juga dari luar daerah seperti Banyuwangi, Sidoarjo, Jepara, Semarang dan Salatiga. Menurut Nanik, mereka yang dari luar kota ini tergolong anggota baru untuk bergabung di teater seni miliknya, meski dengan proses serta kendala yang tidak mudah tetapi dengan semangat bersama dapat terselesaikan secara matang.
"Intinya aku percaya bahwa proses itu pasti ada jalannya ketika semua punya dorongan untuk mau menciptakan karya ini. Karya ini juga bagian dari buah pikiran mereka semuanya," terangnya.
Terakhir, Nanik berpesan bahwa industri fashion saat ini diharapkan bisa lebih memberikan serta menciptakan kesetaraan terutama kepada penyandang difabel bertubuh mini. Sebab, baginya selama ini industri fashion hanya melibatkan ukuran-ukuran tubuh yang ideal di mana tolak ukurnya adalah profit atau keuntungan.
Sedangkan, untuk yang bertubuh tidak ideal dianggap tidak bisa memberikan profit tersebut. Sehingga, pola pikir semacam ini harus segera dirubah agar bisa menjadi sebuah kesetaraan itu. Tubuh yang tidak ideal ini juga memiliki kebutuhan yang sama dalam menciptakan fashion yang sesuai dengan ukuran tubuhnya.
"Tubuh yang ideal dan yang tidak ideal pastinya sama-sama membutuhkan agar seluruhnya bisa terpenuhi dalam dunia industri fashion, nah kalau ini benar-benar terjadi di industri fashion Indonesia, maka negara sudah inklusi," tutup Nanik. (*)
Post a Comment