Ramadhan Di Yogya Diwarnai Kasus Antraks, Sultan HB X Minta Perilaku Ini Dihilangkan
WARTAJOGJA.ID : Kasus antraks tiba tiba kembali mencuat di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) bersamaan awal bulan Ramadhan tahun ini.
Hasil investigasi yang dilakukan Dinas Kesehatan DIY untuk kasus suspek antraks di Kabupaten Sleman dalam periode 8-12 Maret 2024 berjumlah 26 kasus, dengan kasus suspek meninggal 1 kasus.
Tak hanya di Sleman, dalam periode yang sama, kasus antraks juga terdeteksi di Kabupaten Gunungkidul, sebanyak 19 kasus di mana dua suspek diantaranya menjalani rawat inap di rumah sakit. Sehingga dari dua kabupaten di DIY itu, total ada 46 kasus antraks.
Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X mengaku heran dengan adanya kasus berulang terkait suspek antraks di Sleman dan Gunungkidul ini.
Sultan menduga kasus suspek antraks di dua kabupaten itu kembali terjadi karena adanya tradisi purak atau brandu yang berbahaya. Tradisi purak atau brandu merujuk praktik perilaku masyarakat yang tetap nekat menyembelih hewan ternak yang kondisinya sudah mati untuk dikonsumsi.
"Kami herannya perilaku (purak/brandu) di masyarakat itu yang selalu berulang, mungkin perlu literasi yang baik kepada masyarakat peternak, bagaimana menjaga ternak dan dirinya sendiri agar antraks tidak terulang," kata Sultan di Yogyakarta 17 Maret 2024.
Menurut Sultan, jika dibandingkan dengan kasus antraks sebelumnya, kasus yang terjadi sekarang ini hanya berjarak dalam hitungan bulan.
Meski demikian, Sultan menegaskan kasus ini belum perlu untuk dinyatakan sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB).
"(Status KLB) belum perlu, kecuali ada dasar berkembangnya kasus itu, kalau penanganannya bisa terlokalisasi kan lebih baik," kata dia.
"Tapi masalahnya, kenapa (praktik purak/brandu) ini selalu terulang," kata dia.
Sultan meminta para peternak untuk berhati-hati dan mampu mengenali kondisi hewan ternaknya. Terutama jika ternaknya sakit dan berpotensi memicu kasus antraks.
"Mestinya ternak sakit itu diobati, jangan saat ternak itu mati malah dipotong dengan alasan sayang (kalau dibuang/dikubur), lha yo piye (terus bagaimana) ?" imbuh Sultan.
Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan DIY Hery Sulistio Hermawan mengatakan untuk mencegah antraks terus berulang perlu intervensi perilaku masyarakat khususnya terhadap praktik purak/brandu ternak sakit atau mati.
“Intervensi perilaku ini untuk mencegah terjadinya pemotongan hewan sakit/mati atau brandu itu," kata dia.
Hery menambahkan, untuk penanganan kasus antraks di Kabupaten Sleman dan Gunungkidul, pihaknya telah melakukan pendataan terhadap populasi ternak, sarana prasarana logistik, seperti obat-obatan, vitamin, vaksin dan desinfektan serta sumber daya.
Setelah kasus antraks ditemukan di dua kabupaten DIY itu, Pemerintah Kota Yogyakarta pun turut melakukan pencegahan dengan peningkatan pengawasan dan pemantauan di Rumah Pemotongan Hewan (RPH) dan pasar rakyat, serta edukasi kepada masyarakat agar waspada dengan potensi penularannya.
Kepala Bidang Perikanan dan Kehewanan Dinas Pertanian dan Pangan Kota Yogyakarta Sri Panggarti menjelaskan, berdasarkan hasil pemantauan sejauh ini tidak ada temuan kasus antraks di Kota Yogya. Lalu lintas keluar masuknya hewan ternak maupun daging juga dipantau dan berjalan sesuai prosedur.
''Setelah ada informasi satu kasus kematian dan beberapa suspek antraks di dua kabupaten DIY, kami melakukan peningkatan dan kewaspadaan antraks pada hewan ternak yang ada di Kota Yogya," kata dia.
Menurutnya gejala pada hewan memang lebih bisa dikenali oleh petugas, tapi dari sisi konsumen harus waspada tekait kondisi daging yang akan dibeli ataupun konsumsi,
Terlebih, kata Sri, lalu lintas ternak dan daging selama bulan ramadan ini meningkat hingga menjelang Iduladha nanti.
Post a Comment