Pengelolaan Biometri Komunitas Kampung Sayur Bausasran Disebut Jadi Trendsetter Dalam Penyelesaian Darurat Sampah di Yogyakarta
WARTAJOGJA.ID - Mengatasi persoalan darurat sampah di kota Yogyakarta memang bisa dikatakan menjadi polemik bagi seluruh elemen yang merasakan baik dari tingkat pemerintah DIY hingga kalangan masyarakat luas. Banyak dari masyarakat sendiri sejauh ini telah berupaya maksimal dalam menanggulangi persoalan sampah namun tetap saja masih kesulitan terlebih utamanya mengelola sampah organik maupun anorganik.
Banyak berbagai cara pun telah dilakukan oleh pihak masyarakat mengenai solusi dalam menyelesaikan persoalan tersebut, ada yang berhasil dan ada yang belum berhasil. Di balik persoalan darurat sampah itu, faktanya terdapat salah satu kampung yang berada di kota Yogyakarta tepatnya di Kampung Bausasran. Kampung ini ternyata berhasil memberikan solusi untuk persoalan darurat sampah di Yogyakarta.
Warga Bausasran mengelola sampah anorganik menjadi sebuah pupuk untuk dikelola menjadi tanaman sayur. (Foto: Hendro SB/Warta Jogja)
Kampung Bausasran atau sekarang yang sering dikenal dengan nama Kampung Sayur Bausasran menjadi cikal bakal atau trendsetter bagi kampung lainnya di kota Yogyakarta. Kemudian, menariknya lagi adalah bahwa Kampung Bausasran banyak ditanami berbagai jenis sayur-sayuran di lingkungan sekitar masyarakat guna penyelesaian dalam pengelolaan sampah yang efektif. Tak lupa, keberhasilan Kampung Sayur Bausasran hingga saat ini adalah berkat dari Lurah Bausasran sendiri.
Penyuluh Pertanian Kota Yogyakarta, Eka Yulianta menjelaskan, bahwa menanggapi persoalan sampah harus dimulai dari cara berpikir masing-masing. Artinya begini, kata Eka, jika memposisikan berpikir sebagai sebuah berkah maka akan menjadi berkah tetapi sebaliknya, jika berpikir bahwa mengelola sampah menjadi masalah besar maka seterusnya akan menjadi masalah yang besar tentunya.
Keberadaan Kampung Sayur Bausasran ini dilatarbelakangi dari keluhan masyarakat lingkungan sekitar yang kesulitan soal sampah utamanya dalam pengelolaan itu sendiri. Sebab, terang Eka, persoalan utama dari sampah adalah di tingkat kampung itu sendiri. Karena itu, dengan bantuan Lurah Bausasran akhirnya mampu terwujud menjadi sebuah kampung ekowisata yang baik.
"Berkat bantuan dari pak Lurah Bausasran ini, akhirnya bisa menjadi sebuah solusi yang tepat dan dimanifestasikan menjadi ekowisata untuk turis domestik dan juga mancanegara maupun kunjungan Summer Camp dari mahasiswa-mahasiswa asing yang melakukan penelitian di sini," jelas Eka kepada Warta Jogja, Jumat (22/3/2024).
Lingkungan sekitar di Kelurahan Bausasran tampak indah dengan berbagai jenis tanaman sayur maupun sampah yang didaur ulang. (Foto: Hendro SB/Warta Jogja)
Selain itu juga, Eka menerangkan tentang adanya Biopori Komunitas yang mana merupakan sebuah ide dari Lurah Bausasran. Biopori Komunitas ini memiliki diameter 90 meter dengan kedalaman sekitar tiga meter. Lalu, bisa menampung sekitar sembilan kilogram sampah bahkan bisa mengatasi sebanyak 40 kartu keluarga.
"Sebenarnya buka alat apa yang digunakan melainkan bagaimana cara memilah karena saat ini masih menggunakan tradisional. Jika ada satu alat cacah di setiap kampung yang bisa mencacah diameter dua hingga tiga cm, itu pengkomposannya akan lebih cepat lagi," ujarnya.
Menurut Eka, kebutuhan di pengelolaan sampah tersebut berbasis adalah keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan sampah akan mengurangi resiko penumpukan sampah dan membuang sampah sembarangan. Kemudian, mengubah mindset masalah sampah supaya sampah bukanlah hanya tanggung jawab pemerintah saja namun tanggung jawab bersama.
"Pemerintah tugasnya adalah regulasi penangannya kemudian regulasi mendapatkan peralatan karena di tingkat kampung pasti ada masalah dari keterbatasan anggaran. Jadi, diupayakan bagaimana setiap kampung mendapatkan alat yang bisa untuk penanganan pengelolaan sampah di kota Yogyakarta," jelas Eka.
Mendampingi Eka Yulianta, Lurah Bausasran, Ahmad Yuliantara merasa optimis melihat apa yang telah dilakukannya selama ini terhadap Kampung Sayur Bausasran. Program Biometri tersebut dirasa cukup efektif dalam pengelolaan sampah mengingat bahwa kampung ini tidak memiliki tempat pembuangan sampah dan TPA Piyungan pun juga tidak memungkinkan maka seluruh persoalan sampah diserahkan kepada warga masing-masing.
"Karena itu, warga berusaha inisiatif dalam pengelolaan sampah secara mandiri. Dan saat ini ada beberapa program yang kita lakukan dengan salah satunya adalah bank sampah yang mana kita mengelola sampah-sampah yang bukan kaitannya dengan sampah anorganik," ungkap Ahmad.
"Sehingga, sampah-sampah tersebut segera kita kelola menjadi sebuah pupuk, ya bersyukurnya sejauh ini program yang dilakukan sudah sangat baik, setidaknya mengurangi persoalan sampah di Kelurahan Bausasran," Ahmad menambahkan. (*)
Post a Comment