Sido Muncul dan Unsoed Dorong Pengembangan Obat Herbal
WARTAJOGJA.ID: PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul Tbk, melalui produk unggulannya Tolak Angin, bekerja sama dengan Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed), menggelar simposium nasional yang ke-50 pada Kamis (14/12).
Bertemakan 'Memanfaatkan Obat Herbal Menuju Indonesia Sehat', acara ini diadakan di Aula Lantai 3 Gedung C, Fakultas Kedokteran, Unsoed, Purwokerto.
Simposium ini merupakan upaya Sido Muncul mendorong pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang obat herbal, seperti jamu di Tanah Air. Harapannya, jamu khas Indonesia juga bisa semakin dikenal sebagai pengobatan herbal secara internasional.
Acara ini dihadiri Direktur Sido Muncul Irwan Hidayat, Ketua LPPM Unsoed Prof. Dr. Ir. Elly Tugiyanti, M.P., IPU, Dekan Fakultas Kedokteran Unsoed Dr. dr. MM Rudi Prihatno, M.Kes, M.Si.Med, hingga brand ambassador Sido Muncul Andy F. Noya.
Simposium nasional ini merupakan yang ke-50 kalinya dilakukan Sido Muncul sejak 2007. Acara ini mengundang 7 narasumber dan diikuti 250 peserta dari kalangan kedokteran, apoteker, dan tenaga kesehatan yang hadir secara hybrid.
Pada kesempatan ini juga dilakukan penandatanganan Nota Kesepahaman (MOU) kerja sama antara FK Unsoed dengan Sido Muncul mengenai pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat. Penandatanganan dilakukan Direktur Sido Muncul Irwan Hidayat dan Ketua LPPM Unsoed Prof. Dr. Elly Tugiyanti, M.P.
Direktur Sido Muncul, Irwan Hidayat, berharap agar pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang jamu atau herbal terus dilakukan oleh pemerintah, akademisi, dunia usaha, dan masyarakat.
"Pentingnya peran dokter dalam pengembangan obat herbal kedepannya sangatlah signifikan. Dokter harus memahami secara saintifik khasiat dan kandungan obat herbal, seperti misalnya kunyit," ungkap Irwan Hidayat.
Irwan Hidayat mengatakan, simposium ini digelar tak lepas dari momentum jamu khas Indonesia ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda oleh UNESCO.
Ia berharap dengan menggelar simposium nasional seperti ini, pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang jamu atau herbal bisa terus dilakukan oleh pemerintah, akademisi, dunia usaha, dan masyarakat, dengan saintifikasi jamu berbasis penelitian, dan pelayanan kesehatan.
"Kami yang penting itu bagaimana obat-obat herbal bisa dimanfaatkan untuk masyarakat untuk menuju Indonesia sehat. Indonesia kan menerima penghargaan ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda dari UNESCO. Dan penghargaan ini sifatnya bukan jamunya (saja) tapi adalah cara masyarakat Indonesia menjadi sehat," kata Irwan.
"Maka itu kan perlu ditindaklanjuti. Realisasinya apa? Salah satu yang saya, kami ini (sekarang) yang ke-50 saya bertemu dengan fakultas-fakultas kedokteran di Indonesia, ya salah satunya itu bagaimana dokter itu berperan berminat membantu untuk obat-obat alami ini yang sebenarnya baik bisa dimanfaatkan sebaik mungkin," imbuh dia.
Irwan menekankan pengembangan usaha tak boleh lepas dari pendekatan scientific.
"Saya rasa kalau akademisi dunia kedokteran masuk, semuanya beres semuanya bisa dilaksanakan. Kalau nggak ya kayak saya saya kan cuma pengusaha aja. Tapi harus ada scientific itu harus ada dunia kedokteran," kata dia.
Ia menambahkan, peran BPOM tak kalah penting dalam mengawal produksi jamu. Termasuk dalam mengawal uji toksisitas dalam rangka keamanan produk.
"Kalau dari ini ya resepnya sudah ketemu, yang pertama. Kuliah kedokteran itu para dokter belajar tentang khasiat-khasiat bahan alami, jadi, kunyit untuk menurunkan asam kambung temulawak untuk memperbaiki fungsi liver," ujarnya.
"Nah kalau tugasnya industri jamu seperti saya, membuat produk yang berstandar dan melakukan uji toksisitas. Uji toksisitas itu untuk mendapatkan keamanan produk atau dosis yang bisa diminum," tambah dia.
Simposium ini dihadiri oleh 250 peserta dari kalangan kedokteran, apoteker, dan tenaga kesehatan, serta diselenggarakan secara hybrid melalui platform online Zoom dan offline di lokasi acara.
Seiring dengan simposium, dilakukan penandatanganan Nota Kesepahaman (MOU) antara FK Unsoed dan Sido Muncul terkait pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat.
Penandatanganan dilakukan oleh Irwan Hidayat dari Sido Muncul dan Prof. Dr. Elly Tugiyanti, M.P., Ketua LPPM Universitas Jenderal Soedirman.
Prof. Elly Tugiyanti menyampaikan bahwa masih ada lebih dari 26 ribu tanaman herbal yang belum tergali.
"Ke depan, dapat menggali tanaman herbal untuk mengatasi penyakit yang banyak diidap oleh masyarakat. Pencegahan melalui obat herbal, seperti Tolak Angin, dapat menjadi solusi. Beberapa tanaman herbal juga memiliki aplikasi yang baik untuk hewan ternak," terangnya.
Dekan FK Unsoed, Dr. dr. MM Rudi Prihatno M.Kes., menekankan bahwa kampus Unsoed selalu berupaya meningkatkan kapasitas berbasis pedesaan, terutama dalam bidang rural development dan tanaman obat keluarga.
Simposium ini menjadi langkah maju dalam mendukung pengembangan obat herbal sebagai alternatif yang lebih alami dan terjangkau bagi masyarakat. (Rls)
Post a Comment