Bengkel Hijrah Iklim Ajak Anak Muda Peduli dengan Isu Iklim
WARTAJOGJA.ID : Mayoritas masyarakat Indonesia khawatir dengan krisis iklim.
Di sisi lain masyarakat Indonesia juga memiliki kepercayaan yang besar terhadap
pemimpin agama dalam mendapatkan informasi. Termasuk anak muda. Dimana 92
persen anak muda perkotaan memandang
agama sebagai hal yang penting bagi mereka.
Untuk itu menurut Project Lead Bengkel Hijraj Iklim (BHI)
Aldy Permana, pihaknya menggandeng anak muda guna ikut terlibat dalam isu
perubahan iklim, adaptasi mitigasi, dan juga transisi berkelanjutan. BHI
menurutnya berkomitmen untuk meningkatkan kapasitas anak muda dalam membahas
isu lingkungan.
“Tahapan BHI pertama pelatihan yang pada Oktober 2022
diikuti 20 anak muda Islam dari berbagai daerah di Indonesia. Lalu lima orang
alumni kita beri kesempatan untuk mendaftarkan proyek atau ide mereka dalam
bentuk proposal yang diberikan funding kepada mereka ini,” katanya dalam Media
Briefing yang digelar Selasa (21/11).
Lima orang alumni tersebut kemudian juga mendapatkan
pelatihan dan mentoring. Mereka mendapatkan pendampingan dari strategi hingga
tahap implementasi. Dua diantara proyek tersebut yakni My Green Leaders yang
digagas oleh Kholida Annisa dan juga Salawaku Movement yang digarap oleh Aniati
Tokomadoran.
Kholida menuturkan pihaknya mendorong adanya pemimpin pro
iklim pada 2024. Dalam pelaksanaan proyeknya, Kholida menggandeng anak muda
yang tergabung dalam Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM).
“Bulan Juni 2022 kami mengadakan Future Green Leaders Camp
untuk mendorong kaum muda untuk mempunyai perspektif lingkungan, sehingga
pemimpin ini tidak terpusat di saya tetapi memastikan kepada semua peserta,”
ujar wanita yang pernah menjabat sebagai Ketua Bidang Lingkungan Hidup PP IPM
periode 2021-2023.
Pihaknya menurut Kholida ingin mengarusutamakan isu
lingkungan. Sehingga kerusakan lingkungan tidak lebih cepat daripada gerakan
peduli lingkungan. Salah satunya yakni dengan membuat anak muda memahami
kekuatan mereka secara politis.
“Kami ini bukan Cuma obyek suara di Pemilu tetapi subyek
suara dan mendorong hal itu. Kami bayangkan kami jadi kekuatan besar mendorong
pemimpin pro iklim dan massif melakukan pelatihan Future Green Leaders dan
menyiapkan anak muda jadi Green Leaders sesuai yang kami geluti kedepannya,”
katanya.
Sementara itu Aniati Tokomadoran menceritakan programnya
yang digarap di empat pondok pesantren di DIY. Keempat pondok tersebut yakni ,
Al Imdad, Assalafiyah, Ar-Rahmah, dan Asy Syifa. Dari riset ini Ani melihat
adanya kesenjangan pengetahuan antara pengasuh pondok pesantren, para santri,
dan para aktivis itu sendiri.
“Selama riset ternyata teman-teman pesantren belum paham
dengan diksi perubahan iklim, mereka melihat itu sebagai hal yang normal dan
bukan masalah besar. Dari situ kita sadar bahwa ada perbedaan pengetahuan
dengan pesantren,” katanya di kesempatan yang sama.
Dari hasil riset itu pula pihaknya kemudian mengembangkan
modul bertajuk Climate Boarding School. Pada bulan Maret 2023 ia telah
mendiseminasikan modul ini dalam kegiatan People Strike for Peace, Women, and
Climate Justice. Ia juga telah menjalin kerjasama dengan dua pondok pesantren
yang menjadi tempat risetnya.
“sejak riset itu pihak pondok pesantren mulai mengerti dan
sadar untuk mempraktekkan kesadaran lingkungan, mereka mengurangi jajanan
dengan kemasan sekali pakai dan disuport dengan pengelolaan sampah mandiri di
pesantren,” kata Ani.
Peneliti Pusat Studi Kepemudaan dan Departemen Sosiologi
UGM, Ragil Wibawanto yang hadir sebagai penanggap dalam kegiatan tersebut
memberikan apresiasinya terhadap berbagai program yang ada di BHI. Hal ini
menurutnya merupakan wujud aksi berkelanjutan dan praktek baik dari kepedulian
terhadap krisis iklim.
“Generasi Z ini jumlahnya banyak dan mereka akan menjadi
pemimpin baru yang mana itu menjadi potensi sebagai penerus Indonesia, itu data
dari kependudukan,” katanya.
Namun, ia menyoroti bahwa isu dan gerakan lingkungan ini
lebih banyak dilakukan di kota. Padahal dari data yang ada menurutnya desa juga
mengalami permasalahan lingkungan yang besar. Sehingga isu lingkungan ini
menurutnya harus didekatkan dengan konteksnya atau dimasukkan dalam
lokalitasnya.
Post a Comment