Terima SK, UII Yogyakarta Tambah Dua Profesor Baru
WARTAJOGJA.ID : Dua pengajar kampus Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta Prof. Dr. Zaenal Arifin, M.Si. yang menjabat Wakil Rektor Bidang Sumber Daya dan Pengembangan Karier UII
dan Prof. Dr.-Ing. Ir. Ilya Fadjar Maharika, M.A., IAI. yang menjabat Dekan Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan UII menambah daftar panjang dosen bergelar profesor di Kampus UII Yogyakarta.
Keduanya telah menerima SK Profesor periode Oktober 2023.
UII Yogyakarta saat ini memiliki 258 (251 NIDN dan 7 NIDK) orang dosen berpendidikan doktor. Sebanyak 181 (66 Lektor Kepala dan 115 Lektor) diantaranya telah memiliki jabatan akademik Lektor atau Lektor Kepala dari total 800 orang dosen (258 doktor dan 1 Spesialis-2, 39 Spesialis-1, 502 magister/sederajat.
Terkait serah terima SK Profesor periode Oktober 2023, Direktur Sumber Daya Manusia/Sekolah Kepemimpinan UII, Ike Agustina berharap dua dosen yang telah berhasil mendapatkan gelar jabatan akademis tertinggi itu mampu memberikan motivasi kepada peserta Program Percepatan Profesor yang sejak tahun 2019 dilakukan oleh UII.
Saat ini, alumni Program Percepatan Profesor yang telah berhasil mencapai target berjumlah 9 dosen dari 20 peserta yang mengajukan program sampai tahun 2023.
Adapun Rektor UII Prof Fathul Wahid, pencapaian jabatan profesor bukan hanya merupakan prestasi personal tapi juga institusi yang meningkat profilnya.
“Saya ingin mengajak para profesor baru, untuk membantu mematangkan melalui refleksi lanjutan. Terutama menyangkut salah satu kritik yang sering dialamatkan kepada perguruan tinggi berkaitan dengan dampak riset,” kata Fathul saat menyampaikan sambutan serah terima Surat Keputusan Profesor Zaenal Arifin dan Ilya Fadjar Maharika, Jumat (6/10).
Dia melanjutkan, konseptualisasi dampak riset akan berpengaruh pada banyak hal. Diantaranya kebijakan, filosofi dasar, hasil yang dibayangkan, sampai dengan konstekstualiasi hasil. Implikasinya berlaku untuk dua sisi, sebagai payung untuk inklusi
atau pagar eksklusi.
“Jika tidak dipahami dengan hati-hati, ada jebakan di sana. Ilustrasinya, ketika dampak dikonseptualisasi terbatas sebagai komersialisasi, maka semua aktivitas yang menghasilkan produk komersial dipastikan sebagai riset yang berdampak,” paparnya.
Di sisi lain, meski juga harus dipahami, untuk menjadi berdampak, tidak semua aktivitas harus dikemas dalam riset. Disamping itu ada juga jebakan eksklusi dimana ketika riset tidak langsung memberikan dampak pada komersialisasi produk, maka dianggap tidak berdampak. (cak/rls)
Post a Comment