Perlunya Transformasi Media Demi Pemeliharaan Kualitas Konten
WARTAJOGJA.ID: Perkembangan digital yang semakin masif menjadi penyebab terjadinya disrupsi, termasuk dalam bidang media massa. Hal ini juga terpengaruh dari pergeseran kecenderungan masyarakat termasuk di Indonesia dalam mencari informasi, yang dalam sepuluh tahun terakhir ini lebih menyukai media digital dibandingkan dengan media mainstream atau cetak. Ikhwanul Habibi, Vice President of Content Strategy & Innovation dari Kumparan saat mengunjungi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) pada Selasa (19/9) mengungkapkan pengguna internet di Indonesia yang naik secara signifikan.
“Selama kurang lebih sepuluh tahun, masyarakat Indonesia yang menggunakan internet telah naik dari 39,6 juta menjadi 212,9 juta pengguna. Industri digital di Indonesia yang semakin luas juga didukung oleh kebanyakan masyarakat yang memiliki lebih dari satu perangkat untuk mengakses internet,” ujar Habibi. Baginya, perubahan ini tentu menimbulkan banyak dampak, baik bagi masyarakat maupun media yang semakin mengubah pendekatan mereka menjadi secara digital. “Dominasi dari platform global seperti Google dan Meta menimbulkan persoalan baru. Karena kuantitas dari konten lebih diutamakan, maka mulai bermunculan media yang kurang mementingkan kualitas. Apalagi banyak konten berita yang tidak dibuat oleh wartawan,” imbuhnya.
Dalam acara “Revolutionary Journalism Featuring Universities”, Habibi mengungkapkan bahwa pencurian konten dan pengabaian hak cipta juga dirasa menjadi perhatian bagi media yang mulai bertransformasi secara digital. Tidak seperti media mainstream yang dibatasi oleh banyak regulasi seperti Undang-Undang Pers dan kode etik jurnalistik yang menjamin kualitas konten, platform digital terutama media sosial tidak memiliki pedoman ataupun regulasi apapun. “Kebanyakan media sosial hanya memiliki panduan komunitas, yang tidak mengatur terkait hak cipta bagi pembuat konten. Selain itu, karena kurangnya proses penyaringan dari platform digital juga menjadi salah satu kekurangan yang menyebabkan penggunanya terpapar disinformasi atau hoaks,” ungkap Habibi.
Dengan fenomena seperti ini, Habibi menganggap bahwa media yang ideal dan dapat bertahan di tengah disrupsi digital adalah media yang mengedepankan kualitas konten namun juga tetap berorientasi pada traffic. “Media ini menjadi media yang dapat memproduksi konten yang berkualitas namun tetap optimal dalam kemudahan akses dengan menerapkan SEO atau Search Engine Optimization. Sehingga konten menjadi mudah diakses, traffic-nya tinggi dan penghasilan dari iklan pun menjadi stabil bahkan meningkat,” jelasnya. Ia juga beranggapan bahwa media sudah tidak lagi dibatasi secara tempat untuk menyebarkan konten mereka.
“Inilah yang disebut dengan multichannel journalism, dimana media dapat memanfaatkan semua platform, baik digital maupun cetak untuk medistribusikan konten. Ini tidak hanya dapat diterapkan oleh media cetak namun juga oleh media online. Mengingat 72% masyarakat Indonesia mencari informasi melalui sosial media, maka menjadi penting bagi media penyedia berita dan informasi untuk masuk ke sosial media demi memenuhi kebutuhan informasi masyarakat,” pungkasnya. (Cak/Rls)
Post a Comment