Keluarga Besar Keberatan, Terdakwa Persetubuhan ABH Di Sleman Ajukan Banding
WARTAJOGJA.ID : Kasus persetubuhan yang melibatkan belasan anak bawah umur di Sleman memasuki babak baru dengan pengajuan banding terdakwa.
Kasus ini bermula 25 Januari 2023 ketika Tim Kesiswaan sebuah SMK tempat para remaja itu sekolah melakukan razia ponsel. Dari ponsel 4 siswa diketahui ada foto-foto, chat dan video asusila. Dari sanalah diakui para siswa itu memang telah melakukan perbuatan asusila menjajakan diri via online atau open BO, salah satunya dengan terdakwa.
Temuan dan pengakuan ini dilanjutkan pelaporan ke Polda DIY yang kemudian melakukan tindakan penangkapan terhadap terdakwa. Di persidangan dibenarkan perbuatan asusila dilakukan terdakwa terhadap 17 remaja bawah umur berstatus pelajar dalan kurun kurun waktu Maret 2022-Januari 2023, di sebuah apartemen.
Pada Senin (25/9), pihak Kuasa Hukum Budi Mulyana (BM) alias Papi, alias Koko (54) mengajukan banding.
Keluarga besar BM merasa keberatan dengan putusan PN Sleman dan opini publik yang beredar dan bersumber dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) dapat membunuh karakter Terdakwa sebagai manusia yang mempunyai hak asasi yang harus dilindungi dengan mendudukkan perkara secara subyektif.
"Pemberitaan di media yang menyebutkan Terdakwa sebagai predator seks tidak benar sebab Terdakwa hanya melakukan transaksi seks dan tidak ada paksaan. Belasan saksi korban anak di bawah umur (ABH) siswa SMK/SMA di Yogya datang sendiri dan menerima imbalan dari Terdakwa. Saksi Korban mengakui Open BO atau prostitusi online dengan Terdakwa," ucap Kuasa Hukum BM R Herkus Wijayadi SH dari Law Office RM Setyohardjo SH usai memasukkan memori banding, Senin (25/9) di Pengadilan Tinggi Yogya.
Didampingi tim kuasa hukum lainnya Chusnul Chotimah SH, dan Primananda Rahmat Pamungkas, Herkus menyebutkan Putusan PN Sleman yang menjatuhkan hukuman pidana 16 tahun penjara dengan denda Rp 2 M Subsider 6 bulan kurungan ditambah restitusi (ganti rugi) pada dua korban masing-masing sebesar Rp 19,3 juta Jumat (8/9) lalu terasa sangat berat dan tidak seimbang dengan pidana yang dilakukan Terdakwa.
"Terdakwa mengakui bersalah karena bersetubuh dengan ABH, tetapi itu dilakukan transaksional. Terdakwa mendapatkan penawaran dan tidak ada pemaksaan karena saksi korban mau melakukannya berulang-ulang dan saat bertemu Terdakwa saksi korban sudah tidak perawan lagi. Jadi pidana yang dilakukan terdakwa masuk kategori kejahatan tanpa korban (Victimless Crime) sehingga tidak tepat jika tuntutan yang diajukan JPU dengan tuntutan maksimal 20 tahun penjara denda Rp 2 M subsider 6 bulan kurungan, dan tambahan hukuman kebiri kimia," ungkapnya.
Rasa bersalah dan siap bertanggung jawab disampaikan Terdakwa pada Kuasa Hukum. "Bahwa Terdakwa BM tidak masalah jika memang harus dihukum dengan ancaman minimal 5 tahun penjara. Terdakwa juga mengakui menyayangi belasan saksi korban sehingga tidak ingin mereka celaka karena kasus ini. Tapi putusan ini terasa berat karena Terdakwa benar-benar tidak merasa melakukan pemaksaan, bahkan para saksi korban saat ini sudah eksis lagi di Tik Tok," ucap Herkus menunjukkan screen shot para saksi korban yang bergaya cantik di Tik Tok.
Dalam kesaksian di persidangan, belasan ABH saksi korban justru memberikan keterangan Playing Victim dengan melemparkan semua kesalahan pada.Tersakwa. "Diperkirakan karena malu dengan kasus ini yang membongkar para saksi korban sebagai pelaku Open BO. Apalagi sebagai siswa SMK/SMA mereka takut sanksi sekolah atau sosial pada keluarganya. Hakim harus memperhatikan pasal 185 ayat (6) huruf d tentang kesaksian anak yann dianggap korban harus dipertimbangkan juga perilaku kesusilaannya, apakah bisa dipercaya atau tidak kesaksian yang bersangkutan," ," jelasnya.
Karena itulah Terdakwa terus mencari keadilan. "Terdakwa punya anak perempuan dan takut karma dengan menegaskan tidak pernah mau bertransaksi Open BO dengan mereka yang masih perawan. Semua saksi korban yang terbukti pelaku prostitusi online seharunya juga mendapat pembinaan, Terdakwa sendiri tidal pernah mengetahui kalau ABH karena mereka semua berpenampilan dewasa. Apalagi Terdakwa juga mengidap sakit Jantung yang memerlukan pengobatan rutin, sehingga jika jaksa banding dengan memaksakan kebiri kimia, juga terlalu berlebihan," pungkas Herkus. (Cak/Rls)
Post a Comment