Rangkaian 13th UOB Painting of the Year 2023, Digelar Kuliah Umum Tata Kelola dan Masa Depan Seni Rupa di ISI Yogya
WARTAJOGJA.ID: Kuliah Umum Tata Kelola dan Masa Depan Seni Rupa Kita digelar Kamis (6/7/2203), di Concert Hall Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta.
Ini merupakan bagian dari rangkaian event kompetisi 13th UOB Painting of the Year (POY) tahun 2023.
Hadir dalam acara itu Maya Rizano selaku Head of Strategic Communications and Brand UOB Indonesia, Suwarno Wisetrotomo selaku Dosen ISI Yogyakarta, Heri Pemad sebagai Founder Artjog serta St Eddy Prakoso sebagai Founder Srisasanti.
Acara itu dipandu moderator Iryanto Hadi serta dibuka Rektor ISI Yogyakarta Prof Dr Timbul Raharjo M Hum.
Maya Rizano selaku Head of Strategic Communications and Brand UOB Indonesia menyatakan Indonesia sangat kaya beragam karya seni rupa hanya saja pemikiran dan gagasannya masih kurang.
"Banyak seniman Indonesia memiliki karya yang bagus akan tetapi kurang pada aspek narasinya," kata Maya.
Oleh sebab itu, melalui kompetisi 13th UOB Painting of the Year ini, pihaknya berharap dapat menumbuhkan apresiasi dan pemahaman seni yang lebih besar, sekaligus menyediakan wadah bagi seniman Indonesia untuk menunjukkan bakat dan semangat mereka terhadap seni.
Kompetisi ini terbuka bagi seluruh warga negara dan penduduk tetap di Indonesia. Karya seni dapat dikirimkan secara digital melalui UOBandArt.com. Pendaftaran dibuka mulai 4 Mei 2023 hingga 15 Agustus 2023.
Adapun juri dalam kompetisi 13th UOB POY (Indonesia) antara lain Melati Suryodarmo (Ketua Dewan Juri), seorang perupa pertunjukan dengan pengalaman 20 tahun dengan eksposur lokal dan internasional.
Kemudian, Dr Agung Hujatnika, Kurator Independen dan Dosen Institut Teknologi Bandung serta Heri Pemad, Creative Director, Sarinah Art District Jakarta, pendiri Art Bali dan Art Jog (Acara seni kontemporer Indonesia terbesar di ASEAN).
Dalam kesempatan itu Rektor Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta Prof Dr Timbul Raharjo M Hum menyatakan, pihaknya memberikan peluang kepada semua kalangan untuk ikut serta mengembangkan pengetahuan tentang seni.
Dia juga mengajak semua pihak ikut mengembangkan kampus seni dalam upaya memberikan pemahaman seni sekaligus mengaitkan ilmu dari dalam kampus dan dari luar kampus.
Prof Timbul pun memberikan apresiasi kepada PT Bank UOB Indonesia yang berperan menjadi semacam pintu masuk ke dunia kampus seni sekaligus memberikan pemahaman bagi mahasiswa dan dosen bagaimana membuat suatu event di luar kampus.
Harapannya ke depan tercipta suatu ekosistem untuk mengelola seni di Indonesia tetutama seni rupa.
Menurut dia, salah satu tanda kreativitas yang tinggi bisa dilihat dari banyaknya kafe. “Itu yang sering saya dengungkan. Perbanyak kafe dan pergi ke kafe untuk ngobrol. Dari kafe mendapatkan ide kreatif yang biasanya tidak kita temukan di tempat lain,” kata dia.
Menurut Prof Timbul, institusi pemerintah dan swasta perlu bergabung bersama dengan perguruan tinggj seni. Dia melihat antara swasta dan pemerintah selama ini terkesan masih berjalan sendiri-sendiri.
Dengan bersatunya pemerintah dan swasta diharapkan ekosistem pengembangan seni di Indonesia semakin kuat. “Rumusnya seperti itu. Tinggal pemerintah memperkuat pengelolaan. Memang setiap kelompok punya rumus masing-masing,” jelasnya.
Untuk memperkuat ekosistem tata kelola seni, Eddy Prakosa sepakat seniman perlu memiliki kemandirian ekonomi.
“Jika tidak punya kemandirian ekonomi bagaimana mau bersaing dan melakukan riset?” kata dia.
Begitu pula galeri harus ikut berperan. Dia mengakui, sampai saat ini setidaknya di Indonesia hanya terdapat delapan galeri yang masih konsisten membuat event sendiri. Dia juga melihat proses kurasi balai lelang seni di Indonesia masih lemah.
“Aktivitas kritik seni di Indonesia nggak ada sekarang, ini menjadi indikasi tata kelola seni rupa Indonesia tidak sehat. Lulusan seni rupa puluhan ribu jumlahnya sedangkan peristiwa seni seniman indonesia di tingkat internasional dan event yang bergengsi sangat terbatas,” jelasnya.
Selain itu, animo masyarakat internasional terhadap seni rupa Indonesia juga menurun. Padahal, Indonesia memiliki Sumber Daya Manusia (SDM) seni yang luar biasa.
“Sekarang ini pemain pasar seni rupa global usia 40 tahun ke bawah. Kita punya keunggulan SDM dan bonus demografi,” ujarnya seraya menyebutkan pesaing Indonesia saat ini adalah Vietnam dan Filipina.
Sedangkan Heri Pemad menyatakan karut marut dan ruwetnya tata kelola seni rupa di Indonesia justru seharusnya bisa menjadi peluang bagi para seniman untuk menjadi calon-calon pengusaha seni. Banyak peluang yang bisa dimanfaatkan meskipun remeh dan sederhana tapi menguntungkan.
Post a Comment