Membangun Kekuatan Akar Rumput Cegah Ancaman Konflik Pemilu 2024
WARTAJOGJA.ID: Pemilu 2024 tinggal di depan mata.
Sudah lebih dari setahun, suhu politik nasional mulai memanas dengan berbagai aksi politik dari berbagai aktor.
Sementara di tingkat elit strategi terus diperbaharui, akumulasi sumber daya terus dilakukan, disertai dengan lobby-lobby memperluas jejaring sekutu sekaligus serangan-serangan politik yang dilakukan untuk mendelegitimasi lawan.
Pemilu serentak yang rencananya akan dilaksanakan pada 14 Februari 2024 selain menjadi selebrasi dan pengakuan kedaulatan rakyat, di saat yang sama adalah juga ancaman pada kohesi sosial masyarakat.
Alih-alih persengketaan di tingkat elit, konflik justru lebih subur berlangsung di ranah akar rumput.
Benturan elit berlangsung di media makan atau siaran pers, sementara benturan di akar rumput dapat berlangsung sangat keras dan menghapus perdamaian.
Benturan yang acapkali lahir bukan tanpa disengaja, tetapi sering melibatkan kepentingan untuk merekayasa dan mengambil keuntungan elektoral darinya.
Pemilu, acapkali melahirkan trauma-trauma sosial sebagai dampak ikutannya.
Konflik horisontal, persebaran hoaks, ujaran kebencian, dan patologi electoral yang lain, seringkali memiliki nafas hidup yang lebih lama dari pemilu itu sendiri.
Usia mereka melampaui jadwal formal dari penyelenggaraan pemilu.
Luka-luka akibat konflik sosial, sentimen-sentimen bawah sadar yang terpupuk sepanjang masa kampanye, hingga erosi rasa saling percaya dan penghormatan publik satu sama lain berusia lebih lama dari pemilu itu sendiri.
Keretakan-keretakan sosial itu harus dicegah, dihindari, dan kalaupun harus terjadi, kembali dipulihkan.
Pemilu 2014 tercatat sebagai catatan hitam dalam sejarah politik elektoral di Indonesia, sebagai pemilu yang mengguratkan luka mendalam yang nyaris membelah bangsa ini.
Penggunaan sentimen primordial, operasi hitam media sosial, intensifikasi dan manipulasi agama, hingga operasi kekerasan fisik yang dijumpai di seluruh negeri ini.
Sebuah peristiwa politik yang jejak lukanya masih terasa hingga saat ini.
Bersama kita merekam tragedi-tragedi elektoral yang menghancurkan kohesi sosial dan nilai-nilai bersama : penolakan perawatan jenazah berbasis agama bila menolak salah satu kandidat Pemilu di DKI Jakarta, pemindahan dua kuburan di Gorontalo karena keluarga jenazah berbeda pilihan caleg, dan hal-hal sejenis yang nyaris diluar akal sehat kita.
Sementara itu Pemilu 2019, selain masih diwarnai pengulangan dari strategi kampanye hitam sebelumnya, juga menyisakan tragedi 894 petugas penyelenggara yang meninggal dunia dan 5.175 petugas mengalami sakit karena beratnya beban tugas pelaksanaan pemilu.
Menyikapi hal tersebut dan perlunya upaya serius mengantisipasinya, kami, Koalisi Masyarakat Yogyakarta bergerak mengajak berbagai organisasi dan gerakan masyarakat untuk secara serius mengambil bagian dalam antisipasi berkembangnya konflik pemilu ini.
Gerakan-gerakan kerelawanan masyarakat adalah salah satu elemen dasar masyarakat sipil yang mampu menghadirkan suara dan hati nurani rakyat di panggung politik kekuasaan.
Dalam hal ini, masyarakat Yogyakarta dan sekitarnya, dikenal karena kekuatan kerelawanan dan gerakan-gerakan masyarakat yang sangat kaya, kuat, dan terorganisir.
Mereka adalah salah satu tulang punggung integrasi sosial masyarakat sekaligus pelaku inovasi sosial masyarakat Yogyakarta.
Gerakan masyarakat di Yogyakarta telah terbukti mampu hadir sebagai entitas khas dalam dinamika sosial politik Yogayakarta dengan kerangka nilai, perekat solidaritas sosial, hingga aksi kongkrit, dengan keunikan dan kreativitas yang seakan tanpa akhir.
Mereka dalah pelaku penting dari politik kebudayaan sekaligus mampu hadir sebagai entitas ‘rakyat’ dalam politik kekuasaan lokal.
Kami melihat di tengah-tengah pemilu yang seringkali diwarnai tawar-menawar politik dan operasi politik yang kurang santun, kekuatan gerakan rakyat sebagai pengawal kedamaian bersama akan menjadi 'positive defiant' di tengah arus politik kekuasaan dalam Pemilu.
Selanjutnya, sebagai bagian dari gerakan rakyat itu sendiri, kami, Koalisi Masyarakat Yogyakarta menyatakan sikap kami sebagai berikut:
Pemilu adalah perayaan kedaulatan rakyat, sekaligus penghormatan kepada kedaulatan tertinggi di negeri ini, sebagai tertulis dalam UUD 1945 Pasal 1 ayat (2) menyatakan : Kedaulatan ada di tangan rakyat…. Untuk itu kami mendesak kepada semua pihak khususnya para partisipan pemilu untuk memastikan berjalannya pemilu secara damai, adil, berintegritas, dan bermartabat, dengan tidak menggunakan strategi politik hitam yang memecah belah rakyat menggunakan berbagai macam instrumen hanya demi keuntungan sesaat dan sepihak.
Kesatuan Indonesia dan persaudaraan seluruh rakyat Indonesia adalah hal tertinggi yang harus kita bela.
Mendesak segenap Penyelenggara Pemilu, pemerintah, dan aparat keamanan untuk memastikan terlaksananya kedaulatan rakyat dalam pelaksanaan Pemilu mendatang serta agar secara serius mengambil langkah yang perlu guna mengatasi upaya-upaya pemenangan pemilu yang menjurus pada lahirnya konflik dan kekerasan di tengah masyarakat.
Mendesak diambilnya langkah hukum yang tegas dan tanpa pandang bulu pada berbagai pihak yang dengan sengaja menyebarluaskan kebencian, hoax, menciptakan konflik dan kekerasan, dan hal-hal negatif lainnya yang bertentangan dengan UU dan kepentingan umum dalam pelaksanaan Pemilu 2024 mendatang.
Mengundang semua pihak, khususnya berbagai macam elemen masyarakat agar bergerak bersama, mengambil inisiatif sosial kreatif untuk mengantisipasi dan melawan upaya-upaya menghancurkan kesatuan dan persaudaraan antar anak bangsa demi kepentingan elektoral sesaat.
Mendorong lahirnya gerakan bersama, jejaring bersama antar kelompok masyarakat kuat guna memastikan terlaksananya kedaulatan rakyat pada Pemilu 2024 mendatang secara damai, nirkekerasan, dan semakin menguatkan ikatan kebangsaan dalam keberagaman, toleransi, dan solidaritas kemanusiaan.
Sikap dan netralitas aparat penegak hukum turut serta menciptakan pemilu damai.
Kekerasan Pemilu adalah tindakan yang menyebabkan cedera atau matinya seseorang atau rusaknya barang kepemilikan pribadi/publik atau ancaman/paksaan fisik/pembunuhan yang berkaitan dengan hak politik warga dalam konteks kepemiluan.
Kekerasan pemilu atau election violence tidak sama dengan pelanggaran pemilu atau election violations, sebab kekerasan pemilu merupakan kejahatan kriminal sehingga masuk dalam kategori tindak pidana. (Cak/Rls)
Post a Comment