Kemenkeu Gelar Seminar Implementasi Pembiayaan dan Asuransi Risiko Bencana dan Perubahan Sosial Adaptif di Yogyakarta
WARTAJOGJA.ID : Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) RI mencatat lebih dari 300 ribu unit rusak akibat bencana dengan besarnya kerugian ekonomi.
Pemerintah pun menyusun strategi pembiayaan dampak kebencanaan dengan tujuan meningkatkan kemampuan pembiayaan dan membangun resiliensi ekonomi.
Staf Ahli Bidang Ekonomi Makro dan Keuangan Internasional Kementrian Keuangan RI Parjiono saat membuka seminar Asean Indonesia 2023, Seminar on Disaster Risk Financing and Insurance and Adaptive Social Protection Implementation in Indonesia, Senin (10/7/2023) di Yogyakarta mengatakan bahwa seminar tersebut digelar dengan urgensi besar karena berbagai bencana yang ada di Indonesia.
"Sangat relevan mengadakan seminar ini di Yogyakarta yang baru saja ada bencana gempa bumi yang menyebabkan kerusakan sekitar 137 rumah dan 35 fasilitas umum. Ini mengingatkan kita pada gempa besar pada 2006 yang menyebabkan kerugian Rp 29 trilyun. Sayangnya saat itu belum ada strategi pembiayaan resiko bencana. Kerugian yang ditransfer ke asuransi hanya Rp 300 miliar atau 1 persen saja, yang membuat biaya kerusakan ditanggung APBD dan APBN," katanya.
Banyak bencana yang terjadi kemudian di Indonesia seperti di Palu, Cianjur hingga banyak daerah lainnya. 10 juta orang mengungsi dengan kerugian ekonomi Indonesia mencapai Rp 100 trilyun.
"Inilah mengapa kemudian pemerintah menginisiasi pembiayaan resiko kebencanaan. Indonesia berusaha meningkatkan pemahaman baik di level nasional maupun kawasan Asean. Pembicara berkompeten hadir yang harapannya bisa membangun pemahaman secara komplit terkait hal ini," kata dia.
Berbagai isu terkait kebencanaan dan pembiayaan asuransi dibicarakan dalam agenda internasional tersebut.
Wiyos Santosa, Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset DIY, yang hadir mewakili Pemda DIY mengatakan pembahasan terkait asuransi kebencanaan merupakan hal baru di Indonesia. Hal tersebut penting dilakukan karena predikat Indonesia sebagai 'supermarket bencana' dengan posisi berada di ring of fire.
"Asuransi kebencanaan ini hal baru, karena Indonesia banyak terjadi bencana alam. Kita harapkan bagaimana bencana alam tak jadi beban pemda maupun pemerintah tapi bisa terkover asuransi. Banyak bencana yang terjadi, selama ini kita rekovery pakai APBD atau APBN yang tentu berat. Adanya seminar ini tentu kita menjadi lebih tahu skema pembiayaan kebencanaan," ungkapnya.
Wiyos memberikan contoh, bagaimana APBD DIY selama ini harus mengkover terkait bangunan rusak karena bencana, seperti saat gempa barat daya Bantul 30 Juni lalu yang hampir merobohkan tembok SMAN 7 Yogyakarta. APBD DIY disebutnya harus mengkover biaya perbaikan atas kerusakan itu.
"Ekosistem asuransi di Indonesia bisa menangkap atau tidak, ini yang juga kita tunggu. Gedung pemerintah sudah kita asuransikan tapi belum untuk kebencanaan karena belum ada. Premi mungkin akan naik tapi kalau ada bencana bisa terkover, ini yang penting. Misalnya tembok SMA 7 miring ambruk karena gempa beberapa waktu lalu, dibiayai APBD. Kalau kita asuransikan kan bisa dibiayai asuransi. Nah apakah perusahaan asuransi berani membuka klausul kebencanaan atau tidak. Selama ini baru kebakaran, perusakan huru-hara, kalau kebencanaan belum kita masukkan karena belum ada perusahaan yang memiliki program ini," ungkapnya lagi.
DIY menurut Wiyos siap mengikuti program asuransi kebencanaan apabila nantinya ada perusahaan yang memiliki produk pembiayaan bencana. "DIY siap untuk ikut asuransi tersebut. Karena memang untuk bangunan milik Pemda sudah ada klausul kebakaran atau huru-hara tapi belum untuk kebencanaan," lanjut dia. (Cak/Rls)
Post a Comment