Manifesto Endhog Abang Partai Ummat DIY Demi Keadilan Sosial
WARTAJOGJA.ID : Gelaran Syawalan sekaligus Rapat Kerja Wilayah (Rakerwil) I DPW Partai Ummat DIY, Sabtu (29/4/2023), di Komplek Yayasan Budi Mulia Jalan Raya Tajem Km 3 Wedomartani Ngemplak Sleman, selain menghasilkan rekomendasi juga mengeluarkan Manifesto Endhog Abang untuk Keadilan Sosial.
Seperti diketahui, Endhog Abang atau telur merah merupakan salah satu ciri khas dari perayaan keagamaan. Makanan paling favorit sekaligus legendaris itu hanya muncul tiga kali setahun tatkala perayaan Garebeg di Alun-alun Utara Yogyakarta menandai Maulid Nabi Muhammad SAW, Idul Fitri dan Idul Adha. Telur merah yang diperjualbelikan itu sangat digemari anak-anak sekaligus sebagai simbol ekonomi kerakyatan.
Manifesto itu ditandatangani Ketua DPW Partai Ummat DIY Dwi Kuswantoro dan Sekretaris Iriawan Argo Widodo. “Berdasarkan pertimbangan tersebut Partai Ummat DIY memantapkan diri dengan bermunajat kepada Allah SWT menyampaikan Manifesto Endhog Abang untuk Keadilan Sosial,” kata Dwi.
Dengan manifesto ini diharapkan tujuan dan cita-cita perjuangan bersama rakyat, kelompok duafa dan mustadz’afin, bisa tercapai. Partai Ummat akan terus memberikan masukan, kritik dan penyeimbang terhadap kebijakan pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta supaya bisa menghadirkan kesejahteraan dan keadilan bagi semua warga.
Disebutkan, manifesto terdiri dari lima poin. Pertama, berisi seruan agar negara tidak boleh absen terhadap upaya menghadirkan kesejahteraan dan keadilan bagi warganya.
Persoalan kemiskinan yang masih tinggi dan ketimpangan sosial (gini rasio) DIY melebihi angka nasional, mengindikasikan kebijakan Pemerintah Daerah belum bisa menghadirkan kesejahteraan dan keadilan, khususnya kepada masyarakat kecil bawah, duafa dan mustadz’afin.
Kedua, Dana Keistimewaan sebagai amanah konstitusi atas diberlakukannya Undang-Undang Keistimewaan harus bisa dimanfaatkan untuk meningkatkan kesejahteraan, mengurangi angka kemiskinan dan mengurangi kesenjangan sosial yang setiap tahun terus meningkat.
“Urusan yang tidak mendesak dan tidak relevan untuk kesejahteraan rakyat hendaknya dihentikan dan dikembalikan kepada ruh awal atas kehendak perlunya disusun undang-undang tersebut,” tambahnya.
Ketiga, Raja dan sekaligus Gubernur yang merupakan satu tarikan nafas pemimpin kultural, budaya dan kepala daerah bagi warga Daerah Istimewa Yogyakarta, harus memberikan arahan secara hikmah, agar setiap kebijakan mampu menghadirkan keadilan dan mensejahterakan rakyat.
Keempat, pusat-pusat ekonomi rakyat harus ditumbuhkan, bukan malah dimatikan karena alasan tertentu, seperti investasi ataupun dalih melestarikan budaya, yang pada akhirnya justru menyengsarakan rakyat dan semakin meningkatkan ketimpangan sosial bagi warga.
Kelima, tahta untuk rakyat sebagai manifestasi dari persenyawaan antara pemimpin dan rakyat, baik secara kultural, budaya dan politik, sudah seharusnya sebagai ruang kontemplasi batin dan ruhiyah pemimpin untuk mendengar dan merasakan denyut nadi rakyat, sehingga setiap kebijakan yang diambil seutuhnya untuk kesejahteraan rakyat.
“Lima butir Manifesto Partai Ummat DIY ini sebagai arah dan kebijakan partai untuk bersama-sama warga membangun iklim demokrasi yang berpihak kepada rakyat, duafa dan kaum mustadz’afin,” kata Dwi.
Iriawan Argo Widodo menambahkan, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) berdasarkan Undang-Undang No 13 tahun 2012 tentang Keistimewaan Yogyakarta adalah bertujuan untuk mewujudkan pemerintahan yang demokratis dan mewujudkan kesejahteraan dan ketentraman masyarakat, sebagaimana tertuang di dalam pasal 5 ayat 1 a,b, UU tersebut.
Upaya untuk mensejahterakan dan ketentraman (pasal 5 ayat 3) akan ditempuh melalui kebijakan yang berorientasi pada kepentingan masyarakat dan pengembangan kemampuan masyarakat.
Menurut Iriawan, irisan antara Gubernur sebagai jabatan politik kepala daerah dan Raja sebagai jabatan kultural budaya adalah setali mata uang dan tidak mungkin dipisahkan.
Kebijakan terkait keistimewaan termasuk alokasi dana keistimewaan untuk kegiatan terkait dengan posisi kultural kasultanan/keraton tidak boleh kemudian melepaskan diri dari kaidah dasar dari implementasi undang-undang untuk mensejahterakan rakyat.
Menurut dia, hal-hal yang kemudian kontra dengan upaya mensejahterakan rakyat hendaknya harus dikesampingkan ataupun kemudian dihilangkan, karena nilai-nilai kebudayaan bukan sekadar hanya dalam simbolisasi seni pertunjukkan.
“Kebudayaan yang paling tinggi adalah penghargaan kepada nilai-nilai kemanusiaan (hubungan antar manusia/hablum minannas) dan hubungan antara manusia dengan Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa (hablum minallah),” jelasnya.
Rakerwil I Partai Ummat DIY juga menghasilkan rekomendasi yang sifatnya internal maupun eksternal. Secara khusus, rekomendasi eksternal menyoroti masalah ketimpangan sosial dan kemiskinan di provinsi ini.
“DIY hari ini tidak baik-baik saja. Kemiskinan DIY tertinggi secara nasional dan tingkat ketimpangan sosial (gini rasio) juga tertinggi nasional. Kebijakan yang lebih radikal perlu dilakukan oleh Pemerintah DIY dan Kabupaten/Kota untuk lebih fokus dalam upaya penanggulangan kemiskinan dan mengurangi gap ketimpangan sosial yang semakin lebar,” ungkap Dwi Kuswantoro.
Terkait Dana Keistimewaan, lanjut dia, hendaknya dimanfaatkan secara lebih efektif untuk meningkatkan kesejahteraan. “Hal-hal yang tidak relevan seperti pembangunan fisik dan event-event budaya yang tidak relevan dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat hendaknya dikesampingkan,” katanya.
Rekomendasi lainnya adalah terkait problem sampah yang masih menjadi persoalan serius dan berulang setiap tahunnya. Partai Ummat DIY memandang perlu ada solusi komprehensif dari pemerintah daerah yakni adanya kolaborasi antarpihak (masyarakat, pemerintah, dunia usaha dan lembaga pendidikan) guna memecahkan masalah sampah. “Pendekatan harus bottom up, bukan lagi top down,” tambahnya.
Pada aspek transportasi, Dwi Kuswantoro melihat beban jalan raya yang semakin meningkat perlu ada solusi lebih komprehensif. Pemerintah perlu meningkatkan sarana publik khususnya moda transportasi yang bersifat massal. Selain itu, perlu juga mulai lebih serius dalam pengurangan emisi karbon atas beban jalan raya yang semakin meningkat.
Rekomendasi lainnya terkait dengan toleransi dan keadaban budaya. Persoalan jilbab, misalnya, karena ada kepentingan para pihak kemudian diekspose sedemikian rupa, sehingga justru pihak yang memberikan pendidikan akhlaqul karimah melalui lembaga pendidikan berperkara secara hukum.
“Kita perlu mengembalikan keadaban budaya Jawa yang adiluhung dengan selalu mengedepanan musyawarah dan tabayun dalam semua kondisi, sehingga tidak ada upaya yang kemudian bersimbolkan agama dibenturkan dengan isu intoleransi yang dangkal, ujung-ujungnya umat Islam yang kemudian menjadi korban,” jelasnya. Partai Ummat DIY juga menyoroti aksi kejahatan jalanan atau klithih.
Ada yang menarik dari Rakerwil I Partai Ummat DIY yang bertema Konsolidasi Ummat Menuju Kemenangan 2024 kali ini, yaitu pengumuman calon legislatif (caleg) yang akan maju lewat Partai Ummat.
Ada nama Hanum Salsabila Rais dan Ichwan Tamrin. Keduanya saat ini masih menjadi legislator dari Partai Amanat Nasional (PAN) tingkat provinsi dan kabupaten. Bahkan beberapa nama juga bergabung seperti Hamam Muttaqien yang juga aktivis PAN.
Rangkaian penutup Rakerwil adalah nonton bersama film Buya Hamka yang juga dihadiri Ketua Majelis Syuro Partai Ummat Prof Dr HM Amien Rais. (Cak/Rls)
Post a Comment