ISI Yogyakarta Kukuhkan Timbul Raharjo Jadi Guru Besar Ilmu Kriya, Rektor : Kompetensi Yang Sangat Langka
WARTAJOGJA.ID: Seniman asal Bantul, Yogyakarta, Prof. Dr. Drs. Timbul Raharjo, M.Hum., (kanan) dikukuhkan sebagai Guru Besar bidang Ilmu Kriya di Fakultas Seni Rupa Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta, Rabu (29/3/2023).
Dalam kesempatan itu Rektor ISI Yogyakarta , Prof. Dr. M. Agus Burhan, M. Hum. mengatakan, Guru Besar Ilmu Kriya merupakan kompetensi keahlian yang sangat langka di Indonesia.
"Guru Besar Ilmu Kriya merupakan kompetensi keahlian yang sangat langka di Indonesia," kata Agus Burhan.
Oleh karena itu, ISI Yogyakarta merasa bangga, mendapat penguatan lembaga atas pengakuan secara formal pada dosen seni kriya, yang dapat mencapai jabatan akademik Guru Besar pada jenjang keahlian kompetensi tersebut.
"Atas nama pimpinan, sekaligus mewakili civitas akademika ISI Yogyakarta, kami mengucapkan selamat dan sukses atas pengukuhan ini," kata Agus Burhan.
"Kami juga berharap semoga pengukuhan Guru Besar ini dapat memberi motivasi dan inspirasi kepada para dosen untuk segera mencapai jabatan akademik Guru Besar," kata Agus Burhan.
"Dengan pengukuhan jabatan akademik Guru Besar ini, semoga Prof. Dr. Drs. Timbul Raharjo , M.Hum., mendapatkan momentum baru dalam semangat yang lebih besar untuk mengamalkan keunggulan kompetensinya dalam membangun dunia keilmuan dan praktik seni kriya baik di akademik maupun masyarakat luas," harapnya.
Pada kesempatan itu, Timbul Raharjo menyampaikan pidato pengukuhan berjudul Gerabah Kasongan "Jaran Ukir" Ikon Kabupaten Bantul dalam Perspektif Ilmu Kriya.
Timbul Raharjo mengungkapkan, hewan kuda sebagai sumber inspirasi para kriyawan gerabah Kasongan memiliki nilai sejarah Perang Jawa dan memiliki fungsi sebagai alat angkut dan peliharaan yang populer.
Dalam sejarah kuda telah menjadi kendaraan yang dimanfaatkan bagi masyarakat.
Pangeran Diponegoro memimpin Perang Jawa menggunakan kuda sebagai alat transportasi.
Dalam masyarakat Jawa terdapat filosofi bahwa seorang pria sejati memiliki rumah, pusaka, wanita, dan kuda.
Kuda diartikan sebagai kendaraan dalam aktivitas hidupnya.
"Jaran Ukir" sebagai hasil seni kriya gerabah Kasongan memiliki makna dalam tentang arti penting hidup yang penuh perjuangan.
"Masyarakat Bantul yang kental dengan budaya Jawa, selain bertani mereka hidup dari industri kriya tradisional termasuk gerabah Kasongan.
Industri gerabah telah membawa masyarakat Kasongan memiliki kepekaan artistik dalam seni rupa," kata Timbul Raharjo dalam pidatonya.
"Jaran Ukir sebagai manifestasi keberadaan Diponegoro telah menjiwa dalam masyarakat Bantul sebagai simbol semangat perjuangan. Semangat perjuangan lantas dimaknai dengan perjuangan hidup untuk meraih kesuksesan dalam usaha gerabah mereka," lanjutnya.
Lebih lanjut Timbul mengatakan, keterbukaan menerima perubahan yang datang dari luar menjadikan masyarakat Kasongan dapat menyesuaikan dengan perkembangan jaman.
Tahun 1980-an para wisatawan manca negara dan banyak mempengaruhi pertumbuhan industri gerabah termasuk desain untuk pasar eksport.
Mereka membawa desain yang sedang ngetrend di negaranya, mereka memesan sebagai commodities export, sehingga Kasongan dikenal di dunia Eropa, Amerika, Australia, Korea, Jepang, dan lainnya," kata Timbul.
Dorongan dari pemerintah Kabupaten Bantul dengan berbagai binaan dan keterlibatan para seniman dari Lembaga pendidikan seni Institut Seni Indonesia Yogyakarta menambah nilai artistik kekriyaan semakin berkembang dan maju dalam usaha industri kriya gerabahnya.
"Jaran Ukir memiliki makna yang dalam bagi masyarakat Bantul , sebagai bagian cerita heroik perjuangan Diponegoro dan menjadi salah satu pahlawan nasional. Cerita Diponegoro eorang laki-laki dengan pakaian muslim bersurban menunggang kuda dengan ga melawan penjajah Belanda. Dengan demikian pemahaman kuda identik dengan Diponegoro oleh masyarakat Kasongan dibentuk dengan pola kreasi "Jaran Ukir"," kata Timbul.
Lebih lanjut Timbul mengatakan, keterbukaan menerima perubahan yang datang dari luar menjadikan masyarakat Kasongan dapat menyesuaikan dengan perkembangan jaman.
Tahun 1980-an para wisatawan manca negara dan banyak mempengaruhi pertumbuhan industri gerabah termasuk desain untuk pasar eksport. Mereka membawa desain yang sedang ngetrend di negaranya, mereka memesan sebagai commodities export, sehingga Kasongan dikenal di dunia Eropa, Amerika, Australia, Korea, Jepang, dan lainnya," kata Timbul.
Dorongan dari pemerintah Kabupaten Bantul dengan berbagai binaan dan keterlibatan para seniman dari Lembaga pendidikan seni Institut Seni Indonesia Yogyakarta menambah nilai artistik kekriyaan semakin berkembang dan maju dalam usaha industri kriya gerabahnya.
"Jaran Ukir memiliki makna yang dalam bagi masyarakat Bantul , sebagai bagian cerita heroik perjuangan Diponegoro dan menjadi salah satu pahlawan nasional.
Cerita Diponegoro eorang laki-laki dengan pakaian muslim bersurban menunggang kuda dengan ga melawan penjajah Belanda. Dengan demikian pemahaman kuda identik dengan Diponegoro oleh masyarakat Kasongan dibentuk dengan pola kreasi "Jaran Ukir"," kata Timbul.
Adapun temuan sebagai alasan "Jaran Ukir" gerabah Kasongan menjadi ikon Bantul , lanjut Timbul, pertama karena nilai kesejarahan Diponegoro dalam perjuangan dilakukan di wilayah Bantul , termasuk Kasongan.
Kedua, "Jaran Ukir" miliki ciri khas khusus yang tidak ditemui di sentra kriya gerabah di tempat lain di dunia dalam diproduksi masal.
"Ketiga, teknik dekorasi yang unik melalui keterampilan tangan para kriyawan yang telah mentradisi.
Keempat, karakter terracotta menjadi salah satu karakter kriya gerabah tradisional dari Bantul Yogyakarta. Secara keilmuan kriya "Jaran Ukir" memiliki kandungan nilai artistic yang mampu memberikan pemahaman holistik. Memiliki nilai filosofis arti penting nilai perjuangan dan mempertahankan hidup masyarakat Bantul," kata Timbul.
"Dilihat dari perspektif keilmuan kriya ditemukan proses penciptaan kriya mulai dari sumber inspirasi, bentuk, dekorasi,teknik, dan makna simbolis di dalamnya," jelasnya. (Cak/Rls)
Post a Comment