Kampus ISI Yogya Terjunkan Mahasiswanya Latih Desa Buat Konten Wisata Menarik
WARTAJOGJA.ID : Kalangan kampus turut bergerak untuk memulihkan kondisi sektor wisata di Yogyakarta yang belum pulih secara merata di desa-desa wisata pasca pandemi Covid-19.
Salah satu yang disasar untuk pemerataan ekonomi desa wisata itu dengan mendampingi desa sehingga dapat mandiri dalam membuat konten promosi seperti profesional.
Mulai konten untuk destinasi sampai produk unggulan dari usaha mikro kecil menengah (UMKM) desa wisata.
Seperti yang dilakukan Fakultas Seni Media Rekam (FSMR) Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta. Mereka melalui masing-masing program studi di fakultas itu, diterjunkan mendampingi desa agar dapat membuat konten menarik, meski hanya menggunakan perangkat seperti telepon genggam.
“Media untuk melakukan promosi wisata bisa dengan foto, video, juga dengan film,” kata Dekan FSMR ISI Yogyakarta Irwandi di sela forum Seni Media Rekam: Memulihkan dan Membangkitkan di Yogyakarta Rabu 2 November 2022.
Irwandi menuturkan, pelibatan mahasiswa FSMR untuk membantu desa dalam promosi wisata itu tak hanya dalam bentuk program kuliah kerja nyata (KKN). Namun juga dalam bentuk project independen, magang, serta kemitraan dengan istansi eksternal.
Salah satu contoh kemitraan yang baru saja dirampungkan FSMR ISI ketika membuat film lima seri bertajuk Jogja, Kamu, dan Rindu yang dipesan Badan Otorita Borobudur. Film itu memotret 150 destinasi Yogya yang tersebar di lima kabupaten/kota.
Saat ini, ujar Irwandi, program-program studi di FSMR juga bergerak pendampingan desa dalam membuat materi promosi wisata. Seperti Program Studi Fotografi menurunkan mahasiswanya selama satu semester untuk mendampingi Desa Canden Kecamatan Jetis dan Desa Sriharjo Kecamatan Imogiri di Kabupaten Bantul.
“Saat ini total ada empat proposal project pendampingan masyarakat untuk membantu pembuatan konten animasi, fotografi juga film yang melibatkan 14 dosen dan 39 mahasiswa,” kata dia.
Irwandi menuturkan, pembuatan konten promosi wisata tantangan utamanya memang biaya. Ia menggambarkan, untuk satu film pendek, setidaknya butuh Rp 30 juta. Sehingga dalam hal seperti ini, kata Irwandi, peran pemerintah dan mitra jelas sangat diperlukan untuk membantu pendanaan.
Ketua Program Studi Fotografi FSMR ISI Yogyakarta Oscar Samaratungga menuturkan, dalam pendampingan yang dilakukan para mahasiswa, para warga desa lebih didorong memanfaatkan perangkat yang dimiliki saja.
“Jadi mereka tak harus memiliki peralatan mahal untuk menghasilkan konten promosi produk UMKM atau destinasi yang menarik, bisa dengan handphone atau alat yang sudah ada, “ kata Oscar yang menyebut di tiap desa rata-rata ada 8-9 mahasiswa yang mendampingi selama satu semester.
Oscar menuturkan, para mahasiswa yang diturunkan itu memberikan berbagai materi sesuai kondisi desa wisata. Misalnya ada satu obyek tiba-tiba viral di media sosial, para warga desa diajak membuat kontennya dengan lebih lengkap.
“Dalam konten itu tak semata foto atau video yang bagus, namun warga juga diedukasi soal pemberian caption 5W+1H untuk keterangan,” kata dia. Maksud 5W+1H yakni keterangan redaksional yang merujuk rangkuman what, where, why, who, when, dan how.
“Jadi warga tidak hanya dilatih cara memotret yang baik, namun juga membuat narasi yang baik, pendataan produk, sampai pemasaran digital,” kata dia. (Cak/Rls)
Post a Comment