Di Jogja, KNKT Beberkan Hasil Investigasi Kecelakaan Maut Bus Wisata di Bukit Bego
WARTAJOGJA.ID :Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) mengungkap hasil investigasi kecelakaan bus pariwisata di Bukit Bego, Bantul, yang tewaskan 14 orang Februari 2022 silam di Yogyakarta Rabu (30/11).
Ahmad Wildan, Pelaksana Tugas Sub Komite Lalu-Lintas dan Angkutan Jalan KNKT memaparkan faktor kesalahan manusia diperparah dengan kondisi bodi kendaraan menjadi penyebab utama kecelakaan yang menimpa rombongan wisatawan asal Sukoharjo itu.
Dalam rilis media di Hotel Rich Jogja, Wildan mengatakan ada kegagalan pengereman karena menggunakan gigi tinggi di jalan menurun, yang kemudian memaksa supir melakukan pengereman berulang.
Bus mengalami tekor angin sehingga tenaga pneumatic yang dihasilkan sistem rem tak mampu memberikan daya dorong kampas menekan tromol, akibatnya remnya blong.
“Pengemudi melakukan kesalahan prosedur pengereman dengan gigi tinggi. Jejak pengereman yang terputus-putus semakin tipis pada jarak 200 meter lokasi tumbuk. Signifikan artinya terjadi penurunan tenaga pneumatic. Kesalahan berikutnya dia memindahkan gigi, jangan sekali-kali memindahkan gigi di jalan menurun karena gaya gravitasi besar. Pertama menginjak kopling, putaran roda maksimal maka proporsi putaran roda dan mesin tidak seimbang. Tidak sinkron dan akan masuk gigi netral. Ini menjelaskan semua rem blong kecepatan tinggi karena masuk gigi netral. Kalau masuk akan rompal giginya, tidak ada teknologi otomotif mengiyakan pemindahan gigi ke rendah pada jalan menurun,” ungkapnya.
Terkait fatalitas kecelakaan yang menimbulkan banyak korban, menurut Wildan dipicu bodi kendaraan yang mengalami keropos juga tidak adanya sabuk pengaman menyebabkan penumpang terlempar dan bertumpuk. Selain itu, kaca bus masih menggunakan non safety glass juga menjadi faktor meningkatkan fatalitas.
“Saat kecelakaan fatalitas meningkat ya karena bus bekas ini. Yang dibatasi Kemenhub harusnya bodi, tak boleh ada yang lebih 8 tahun. Kalau sasisnya, bisa 30-40 tahun, yang jadi masalah kabin bus. Ini beda dengan mobil penumpang biasa. Tidak anti karat, karena tidak ada karoseri di Indonesia mencelup dengan anti karat mengingat biaya mahal. Maksimal 8 tahun bahkan 5 tahun sudah kropos. Saat tabrakan, akan berbahaya,” tandasnya.
Di sisi lain, KNKT juga merekomendasikan Pemda DIY untuk melakukan road mapping jalan menuju destinasi wisata. Apalagi, DIY memiliki jalan menuju wisata yang tidak bisa, masuk kategori sub standar.
Papan peringatan yang menjelaskan bagaimana pengemudi harus bersikap penting dipasang, tidak hanya himbauan hati-hati saja. Selain itu, otoritas terkait juga diminta memperbanyak jalan penyelamat untuk meminimalisir fatalitas ketika terjadi kecelakaan.
“Dishub dan Kemenhub harus membuat papan peringatan, 100 meter sebelum tikungan, kecepatan yang boleh ditempuh pengemudi dan apa yang harus dilakukan pengemudi. Harus diperbanyak juga jalan penyelamat, kami menyebut jalan memaafkan. Bentuknya jalur penyelamat dan sebagainya,” tandas dia.
Selain itu, perlu juga dibuat terminal transit khusus pariwisata karena sebenarnya banyak jalan menuju destinasi wisata yang tidak seharusnya diakses bus besar. Regulasi terkait hal itu harus dirumuskan melihat kondisi jalan menuju destinasi wisata DIY yang secara geometri berbahaya.
“Kita minta direktorat jendral perhubungan darat untuk melakukan road mapping menuju destinasi wisata. Jalan kita banyak yang substandar. Peta dibuat menjadi guidance sehingga supir tak hanya andalkan google map. Kami mengikuti rute bus yang mengalami kecelakaan, dari Breksi, Heha Sky View masuk Bukit Bego. Saya heran kok bisa bus melewati jalan itu. Jalan substandar ini bukan sengaja dibuat, tapi peninggalan jaman dahulu Diponegoro atau kolonial. Salahnya hanya geometrik, ini yang harus jadi perhatian,” lanjutnya lagi.
Sementara, Hantara, Ketua Organda DIY, mengatakan ada tiga hal yang harus diperhatikan untuk mencegah terjadinya kecelakaan lalu-lintas pada moda transportasi. Ketiganya yakni fungsi pengawasan, manajemen kru dan edukasi masyarakat harus dijalankan secara parelel agar kecelakaan bisa diminimalisir.
“Harus diperhatikan fungsi pengawasan, manajemen kru dan edukasi. Bagaimana orang memilih kendaraan begitu. Saat ini kita googling 95 persen di DIY ini tak punya kendaraan, bukan operator tapi makelar. Ada fungsi regulator tentang pengawasan.
Bagaimana fungsi manajemen kru, dari perusahaan layak tidak kru dan kendaraan. Kemudian masyarakat memilih kendaraan yang tepat digunakan. Kami sebagai operator selalu ikuti aturan pemerintah. Kalau ada fungsi pengawasan hal itu tidak akan terjadi, karena kecelakaan di Bukit Bego itu human eror,” tandas dia. (Rio/Dan)
Post a Comment