Ini Penyebab Dibalik 7 Ribuan Alokasi Bansos BBM Belum Tersalurkan di DIY
WARTAJOGJA.ID : Rapat Kerja (Raker) Pengawasan atas Pelaksanaan Undang-undang No 11 Tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin, berkenaan dengan Program Bantuan Sosial Pengalihan Subsidi BBM digelar di Kantor Sekretariat DPD RI DIY Jalan Kusumanegara Yogyakarta Kamis (27/10/2022).
Hadir Anggota Komite III DPD RI, Cholid Mahmud serta para pimpinan Biro Tata Pemerintahan (Tapem) Setda DIY, Kantor Pos Besar DIY, Dinas Sosial (Dinsos) serta Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) se-DIY.
Mereka membahas penyebab dan solusi persoalan anggaran dana bantuan sosial (bansos) pengalihan subsidi BBM (Bahan Bakar Minyak) yang sebagian masih belum berhasil tersalurkan di DIY.
Diketahui Provinsi DIY menerima dana bantuan sosial (bansos) pengalihan subsidi BBM (Bahan Bakar Minyak) total Rp 177,896 miliar.
Dana tersebut sedianya dialokasikan untuk keluarga penerima manfaat (KPM) sejumlah 374.761 kepala keluarga, namun tercatat masih ada 7.125 alokasi yang belum tersalurkan.
"Dari data yang ada, sebagian penerima bantuan diketahui sudah meninggal dunia sehingga belum tersalurkan menjadi salah satu sebab," kata Anggota Komite III DPD RI, Cholid Mahmud saat menyampaikan kesimpulan pembahasan.
Penyebab lainnya, yang bersangkutan tidak ada di tempat.
“Mungkin sedang keluar kota atau bekerja di tempat lain atau dobel bantuan setelah diverifikasi. Ini masih diusahakan untuk terus ditemukan orang-orang yang sampai hari ini bantuannya belum tersalurkan,” tambahnya.
Dari raker tersebut, Cholid juga mengemukakan terungkap beberapa masalah lain. Seperti, sistem administrasi kependudukan yang mulai tahun 2022 melalui aplikasi SIAK (Sistem Informasi Administrasi Kependudukan).
Karena server-nya terpusat, secara sistem pemerintah kabupaten/kota tidak bisa memanfaatkan data kependudukan disandingkan dengan data bansos yang lain.
“Namun secara umum proses penyaluran bansos BBM berjalan lancar. Data berasal dari Kementerian Sosial, melalui Kantor Pos ke Dinsos kabupaten/kota bekerja sama dengan Dinas Dukcapil melakukan verifikasi dan validasi data,” ungkap Cholid Mahmud.
Setelah divalidasi oleh kabupaten/kota selanjutnya dilakukan penyaluran. Sebagian melalui Kantor Pos, sebagian lagi melalui kantor kelurahan atau kecamatan serta tempat-tempat yang bisa untuk mengumpulkan banyak orang. Selebihnya diantar langsung.
Menurut Cholid, berbagai masalah tersebut perlu dicarikan solusinya sehingga data itu bisa dioptimalkan kemanfaatannya untuk kepentingan kebijakan pembangunan di daerah.
Kedua, menurut dia, secara umum sistem administrasi kependudukan di DIY cukup baik.
Misalnya, ada orang meninggal hari itu juga akta kematian bisa keluar beserta kartu keluarga (KK) yang baru.
Padahal, apabila kepala keluarga terdata sebagai penerima bansos meninggal, dengan terbitnya KK yang diperbarui maka namanya tidak lagi tercantum. Secara administratif keluarga miskin itu tidak lagi tercatat sebagai penerima bansos.
Kebijakan sebelumnya, pengambilan bansos bisa diwakili oleh anggota keluarga, misalnya diwakili oleh istri, sepanjang membawa KTP milik penerima bansos.
“Yang boleh mengambil (bansos) orang yang namanya ada di KK, begitu terbit KK baru, nama yang berhak sudah nggak ada,” jelasnya.
Cholid mengakui, sistem administrasi yang cepat memang bagus, akan tetapi terkait dengan bansos perlu ada kebijakan administratif dari Kementerian Sosial.
“Secara administratif pada masa bansos tahun berlangsung, kalau dia masih menjadi bagian dari keluarga, tetap harus diakomodasi,” ucapnya seraya menyampaikan berdasarkan data di Kabupaten Sleman per tahun terdapat sekitar 800 KPM yang meninggal dunia. (Cak/Rls)
Post a Comment