ComSequence 2022, Kreator Komik Ceritakan Tantangan dan Tips
WARTAJOGJA.ID : Workshop dan Sharing Session bersama kreator komik terkemuka tanah air pada Selasa (20/9) mewarnai rangkaian ComSequence 2022; International Comic and Sequential Arts Festival yang diselenggarakan oleh prodi DKV, Fakultas Seni Rupa Institut Seni Indonesia Yogyakarta hingga 26 September mendatang berpusat di Galeri RJ Katamsi, ISI Yogyakarta.
Dalam workshop itu hadir Penulis Cerita Bumilangit, Fajar Sungging Pramudito dan Ilustrator Bumilangit, Iwan Nazif dimana keduanya membagikan berbagai rahasia proses pembuatan komik superhero seperti Sri Asih, Godam, Merpati hingga Gundala.
Di depan seratusan mahasiswa, Iwan membeberkan bahwa dalam memproduksi komik saat ini membutuhkan kolaborasi baik antara penulis cerita dan ilustrator.
"Berbeda dengan era komikus masa lalu yang keduanya diampu oleh satu orang, kini kebiasaan sudah berubah yang membuat pilihan berkarya semakin terbuka, termasuk dari segi kreativitas," kata dia.
"Tapi menjadi ilustrator komik superhero dari Indonesia itu asyik, mengenalkan superhero Indonesia itu menyenangkan dan menantang karena sebenarnya secara usia sama dengan Batman atau Superman " kata dia.
Di Bumilangit, Iwan mengungkap transformasi komik yang dilakukan mulai membuat untuk suratkabar hingga ke media sosial daring seperti Facebook. Perubahan cara mengakses, kegemaran pembaca dan kebiasaan manusia menjadi tantangan yang menjadikan tantangan itu lebih seru.
“Misalnya untuk Prahara, komik ini pertama kali kami buat di media cetak lalu berpindah ke Facebook. Kami berikan free untuk mengenalkan ke anak-anak digital. Kami buat lebih fresh untuk memberitahu bahwa kita punya komik superhero yang lahirnya sama seperti Batman dan Superman. Ketika berpindah ke digital, cara baca berbeda, kan scroll begitu ya. Ini yang menjadi tantangan tersendiri,” kata dia.
“Komikus dulu lebih hebat dari masa kini, karena bisa menulis, gambar, bikin warna dengan tools yang terbatas. Saya sangat apresiasi, mereka adalah komikus sejati. Namun dengan perkembangan saat ini, tidak perlu takut tidak bisa gambar, atau tidak bisa menulis," kata dia.
Fajar Sungging menceritakan, bagaimana saat ia menulis Prahara yang di dalamnya memuat banyak cerita superhero Nusantara yang diakui berawal dari sebuah ide sederhana. Menurut dia, tiap penulis memiliki cara berbeda untuk menuangkan imajinasi menjadi sebuah cerita menarik untuk disajikan dalam cerita bergambar atau komik.
“Tiap penulis berbeda caranya, kalau saya saat menulis Prahara, sengaja dimulai dengan sebuah set perampokan di ATM. Menggambarkan situasi genting dalam naskah. ATM yang hancur sebagai latar, banyak orang tergeletak. Meski ini fantasi dan asal membual namun pembaca percaya atas dasar tetap adanya logika yang masuk. Bagaimana fantasi bisa diterima akal, ini yang juga penting,” ungkapnya.
Diakui Sungging, setiap penulis punya cara berbeda dalam membangun sebuah cerita dalam komik, tergantung sudut pandang apa yang diambil. Ia mencontohkan hal sederhana, bagaimana cerita bangun tidur sampai perjalanan ke kampus tiap orang tentu akan berbeda satu sama lain, bahkan dari genre yang dipilih.
“Menulis itu bisa subjektif, misalnya saja dari bangun tidur ke kampus. Tiap orang bisa punya cerita berbeda, misalnya kalau jadi horor karena ada sesuatu yang tak tampak membangunkan, atau jadi action pada orang lain saat ia dibangunkan oleh pesawat tempur yang suaranya menggelegar. Jadi, jangan pernah takut mencoba dan menemukan apa yang nyaman untukmu,” pesan Sungging.
ComSequence 2022; International Comic and Sequential Arts Festival diselenggarakan oleh prodi DKV, Fakultas Seni Rupa Institut Seni Indonesia Yogyakarta.
Identitas penyelenggaraan awal yakni FKN (Festival Komik Nasional) pertama kalinya pada tahun 2012 di Jogja Nasional Museum dengan tema ’Meragam Komik Membaca Budaya’.
Pada FKN 2012 tersebut event utamanya adalah pameran dan didampingi oleh side event yang berupa sarasehan, anugerah cilvasastra bidang komik kepada Hasmi (Kreator Gundala), bedah komik atau sesi partisipan, bazaar, pemutaran film super hero Indonesia, lomba ’Yuk Bikin Komik’ dan pembuatan komik strip terpanjang yang diikuti oleh 80 komikus dari berbagai generasi dalam rangka memperingati 80 tahun komik Indonesia diukur berdasarkan terbitnya komik “Put On”, komik lokal yang muncul pertama kali di Indonesia.
Setelahnya, pada gelaran FKN 2017 tema yang diangkat adalah ’Komik Kampus’ karena untuk menjadi pengingat bahwa dari kampus DKV ISI Yogyakarta mata kuliah Komik, yang kini bernama mata kuliah Seni Gambar Sekuensial, mampu berdiri mandiri dan masuk dalam kurikulum pengajaran secara resmi di Indonesia. Tema ini tentunya juga untuk menunjukkan bahwa acara ini diadakan oleh sebuah institusi akademis yang
melihat begitu banyak potensi yang bisa digali dari media komik, namun tidak ingin acara ini hanya terbatas pada ceruk-ceruk akademis yang kaku.
Merespon perkembangan komik di tahun 2022 penyelenggaraan FKN (Festival Komik Nasional) diperluas skupnya pada level internasional dengan nama ComSequence 2022; International Comic and Sequential Arts Festival. Komik berkembang dari media cetak hingga kini berada di arus petumbuhan komik digital baik secara media maupun pada distribusi. Meskipun komik cetak masih bisa kita temukan baik pada offline maupun online
marketplace, namun dominasi mulai bergeser pada komik digital yang dibaca melalui gawai dengan cara, karakter dan pola yang baru. (Cak/Rls)
Post a Comment