Tinjau Pengelolaan Di Bantul, Komisi C DPRD DIY Kaji Masalah Sampah Yang Tak Kunjung Usai
WARTAJOGJA.ID: Wakil Ketua Komisi C DPRD DIY, Lilik Syaiful Ahmad meninjau unit usaha pengelolaan sampah Kupas Pedukuhan Sawit Panggungharjo Sewon Bantul Selasa (28/6).
Tinjauan itu sekaligus mengkaji persoalan sampah di Provinsi DIY yang hingga kini masih menjadi problem yang berlarut-larut.
Butuh solusi cepat dan tepat untuk mengurainya. Sebenarnya, anggaran maupun sumber daya manusia (SDM) berlimpah. Hanya saja pemda kurang imajinasi. Barangkali, kurang ngopi bareng.
“Kita punya SDM lengkap. Kewenangan ada. Kebijakan juga punya. Hanya kurang imajinasi saja. Ini mimpi besar yang akan kami dorong agar jadi lebih besar lagi dan masif di DIY,” ungkapnya.
kepada wartawan.
Anggota dewan dari Kulonprogo ini menyatakan Pedukuhan Sawit bisa menjadi contoh.
Artinya, andaikan semua desa di DIY seperti Panggungharjo besar kemungkinan masalah yang menyelimuti TPST (Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu) Piyungan Bantul, selesai.
Lilik tampak begitu antusias mengamati aktivitas di tempat pengolahan sampah Kupas. Terlihat sejumlah pekerja memilah sampah di atas kendaraan. Di tempat itu pula sedang dirakit mesin pemilah sampah berukuran besar.
Menurut dia, berkat ketekunan warga dan adanya peralatan tersebut sampah tidak lagi berbau menyengat. Bahkan sambil berkelakar dia berujar baunya bukan sampah lagi tetapi harum duit.
“Kalau ini dikaji dan setiap desa dan kalurahan di DIY bisa berinovasi seperti Panggungharjo maka akan sangat menarik,” ucap anggota Fraksi Partai Golkar itu.
Dia terus terang mengakui Panggungharjo berhasil merdeka dari persoalan sampah. Dari sampah, pemerintah desa ini memiliki pemasukan. “Komisi C akan berupaya mendorong kebijakan adanya pengelolaan sampah pada setiap kalurahan dan desa. Kalau semua kalurahan melakukan hal ini maka urusan sampah selesai,” tegasnya.
Selain ingin mengajak seluruh anggota Komisi C DPRD DIY meninjau tempat tersebut, Lilik juga berharap mestinya pemerintah memberikan perhatian. Golnya adalah masalah sampah selesai sebelum sampai TPST Piyungan.
“DKI Jakarta dengan Bantar Gebang-nya bisa selesai kok mengapa kita tidak bisa. Ternyata saya temukan di sini (Kupas) jawabannya,” ujarnya.
Pemerintah sebenarnya tinggal memberikan dukungan pada aspek keberpihakan, kebijakan dan kewenangan. Apalagi sisa lebih perhitungan anggaran (silpa) APBD DIY jumlahnya cukup besar mencapai Rp 554 miliar.
Lurah Panggungharjo, Wahyudi Anggoro Hadi, memaparkan sistem pengelolaan sampah mandiri itu mulai dirintis 2013. Saat ini sudah berkembang. Sampah dikelola Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) dengan nama Kelompok Usaha Pengelolaan Sampah (Kupas).
Pemdes setempat mengambil langkah yang terbilang cukup berani yakni berinvestasi Rp 1,8 miliar dari APBDes untuk mendatangkan alat pemilah sampah.
Peralatan yang sedang dalam proses perakitan dan siap digunakan tersebut mampu memilah 180 ton per hari. Jumlah ini setara sampah yang dihasilkan dari 30 ribu keluarga atau kurang lebih satu kawasan pemukiman. Uji coba peralatan itu untuk operasional kapasitas penuh dijadwalkan 1 Juli 2022.
Wahyudi menjelaskan saat ini terdapat sekitar 1.600 keluarga yang menjadi pelanggan Kupas Panggungharjo. Setiap rumah tangga rata-rata membuang sampah 75 kilogram sebulan. Adapun jumlah sampah yang dikelola setiap hari bisa mencapai 4,5 ton.
Arif Rohman selaku Direktur BUMDes Panggungharjo menambahkan, sumber pendapatan Kupas berasal dari retribusi dan rosok yang siap didaur ulang. Dari rosok saja pemasukan setiap bulannya mencapai Rp 17 juta.
Menariknya, retribusi sampah dibuat bersistem yaitu dihitung berdasarkan kilogram sebesar Rp 750, dikalikan sebulan maka satu keluarga membayar retribusi kurang lebih Rp 55 ribu.
Warga bisa menentukan pilihan, apabila ingin mengurangi beban retribusi secara otomatis harus mengurangi sampah rumah tangga masing-masing.
Sedangkan pemasukan total per bulan sekitar Rp 60 juta. Harapannya begitu mesin pemilah sampah beroperasi penuh bisa memperoleh pemasukan tiga kali lipat sekitar Rp 350 juta per bulan. Sampah yang dipilah dan bisa dijual kembali di antaranya plastik, logam, kaca dan kertas.
“Kami menemukan fakta, sisa makanan yang kita kelola itu ratusan kilogram sehari. Ini yang terjadi. Kami dorong untuk mengurangi konsumsi agar tidak menjadi sampah,” sambung Wahyudi. (Cak/Rls)
Post a Comment