MUI DIY Sosialisasikan Bahaya Nikah Muda
WARTAJOGJA.ID: Majelis Ulama Indonesia (MUI) DIY menaruh perhatian serius perihal pernikahan usia anak atau nikah mudah.
Melalui Komisi Perempuan Remaja dan Keluarga, MUI DIY bekerja sama dengan Badan Penasihatan, Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4) DIY, Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) DIY dan Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) DIY melakukan sosialisasi terkait bahaya nikah muda.
Sosialisasi yang dikemas dalam bentuk semiloka tersebut digelar di Aula Kantor Kementerian Agama (Kemenag) DIY, Kamis (16/6). Hadir sebagai narasumber Direktur Eksekutif PKBI DIY Gama Triono, dan Dosen Psikologi Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Dr R Rachmi Diana MA serta diikuti oleh perwakilan pelajar tingkat SMA sederajat didampingi guru Bimbingan Konseling. Tema yang diangkat ialah Sadar Usia Perkawinan; Say No to Nikah Muda.
Wakil Ketua Umum MUI DIY Dr H A Zuhdi Muhdlor, mengungkapkan pernikahan usia anak merupakan masalah krusial bagi masa depan bangsa. Hal ini karena banyak persoalan yang akan terjadi akibat tidak taat terhadap sistematika kehidupan.
"Misalnya urusan pernikahan kan ada urutannya. Lamaran, menikah, hamil kemudian melahirkan. Seharusnya seperti itu sistematikanya. Jangan sampai hamil dulu lantas baru menikah," ungkapnya ketika membuka semiloka.
Merujuk Undang-undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perkawinan, batas usia perkawinan terjadi perubahan. Jika sebelumnya usia perempuan 16 tahun dan laki-laki 19 tahun, kini disamakan menjadi 19 tahun. Akibatnya, permohonan dispensasi perkawinan di Pengadilan Agama (PA) terjadi peningkatan.
Khusus di wilayah DIY, pada tahun 2019 dispensasi perkawinan di PA seluruh DIY tercatat 583 kasus. Kemudian tahun 2020 ketika masa pandemi Covid-19 meningkat menjadi 959 kasus, dan tahun 2021 ada 756 kasus. Meski pada tahun lalu ada penurunan dibanding tahun sebelumnya namun angka tersebut masih cukup tinggi. Apalagi mayoritas atau hampir semua perkawinan di bawah umur yang mendapat dispensasi itu akibat pasangan perempuan sudah hamil terlebih dahulu.
"Mereka ini masih pelajar. Dan yang paling menjadi korban ialah siswa perempuan, karena setelah hamil akan keluar atau bahkan dikeluarkan dari sekolah. Ini kondisi memilukan bagi orangtua," imbuh Zuhdi Muhdlor.
Sementara dari kacamata agama, pernikahan di bawah umur tersebut menunjukkan turunnya kualitas keimanan seseorang. Apalagi tidak sedikit pula kasus pernikahan anak berbuntut pada persoalan yang semakin kompleks. Oleh karena itu perlu ada peran dari semua pihak guna menekan angka pernikahan dini sebagai bagian menyelamatkan generasi bangsa.
Pengurus BP4 DIY Ahmad Ghozali, menjelaskan BKKBN sebenarnya sudah memberikan informasi batas ideal usia perkawinan yakni di atas 20 tahun.
Hal itu mempertimbangkan kesiapan fisik, mental maupun sosial. Sehingga perkawinan di bawah usia tersebut harus menyertai izin orangtua sebagai pendewasaan perkawinan. Akan tetapi realita di lapangan, tidak sedikit pelajar jenjang SMA sederajat yang telah menikah karena kehamilan.
"Pengadilan agama tidak akan memberikan rekomendasi dispensasi jika alasannya biasa-biasa saja. Tetapi kalau datang sudah dalam kondisi hamil, mau tidak mau pun harus diberikan," tandasnya.
BP4 DIY sejauh ini sudah memaksimalkan peran dan tugasnya dalam memberikan nasehat dan bimbingan. Di antaranya melalui bimbingan usia nikah serta bimbingan pernikahan. Akan tetapi sasaran yang bisa dijangkau belum mencapai separuh dari total pasangan yang ada di DIY. Sehingga dibutuhkan peran dari banyak pihak agar perkawinan mampu benar-benar memberikan rahmat.
Sementara itu, para narasumber semiloka sangat berharap agar para generasi muda mampu menghindari nikah muda. Direktur PKBI DIY Gama Triono memaparkan hasil klinik keliling deteksi dini kanker mulut rahim yang dilakukannya bulan lalu.
Dari 77 perempuan yang mengaksesnya, terdapat 17 orang di antaranya yang terdeteksi awal reaktif. Tentu hal itu perlu pemeriksaan lanjutan guna memastikan kondisi yang sebenarnya. Akan tetapi, pada kasus serupa sebelumnya, setelah pemeriksaan intensif ada yang sudah memasuki stadium tiga. "Perkawinan anak salah satu yang menstimulus kanker mulut rahim karena organ yang belum siap tapi sudah dipaksakan," jabarnya.
Masalah kesehatan berupa kanker mulut rahim bagi kaum perempuan tidak boleh disepelekan. Pasalnya, penyakit tersebut saat ini cenderung mengalami peningkatan hingga menjadi penyebab kematian yang tinggi.
Selain masalah kesehatan yang patut dikhawatirkan akibat pernikahan usia anak, masalah mental dan moral juga perlu diperhatikan secara serius. Apalagi data konseling yang dimiliki PKBI DIY terdapat anak usia 10 tahun delapan bulan yang mengalami kehamilan tidak diinginkan. Ada pula seorang mahasiswi di perguruan tinggi ternama, penampilan relijius, status sosial dan ekonominya bagus namun mengalami kehamilan sebelum menikah. Oleh karena itu PKBI DIY mengusulkan supaya pendidikan kesehatan reproduksi menjadi perhatian serius agar mudah diakses oleh kaum muda.
Sedangkan Dosen Psikologi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Dr R Rachmi Diana MA, memberikan titik tekan pada kesiapan baik pengetahuan, keterampilan maupun mental dalam pernikahan. Idealnya, pernikahan merupakan upaya menggapai kebahagiaan dan kesejahteraan, bukan perkara menghalalkan sebuah hubungan. Sehingga pernikahan harus benar-benar direncanakan untuk mencegah sekaligus meminimalkan risiko konflik maupun perceraian.
Semiloka yang digelar MUI DIY ini pun berjalan dinamis.
Peserta yang didominasi kalangan pelajar SMA sederajat se DIY tidak hanya dari muslim melainkan non muslim. Mereka yang menjadi duta di masing-masing sekolahnya diharapkan mampu menyebarluaskan kampanye atau gerakan anti nikah muda ke rekannya. (Cak/Rls)
Post a Comment