80 Persen Data Pribadi Bocor, Anggota DPR RI Sukamta : Awasi dan Perbaiki
WARTAJOGJA.ID: Kondisi memprihatinkan masih terjadi terkait keamanan identitas.
Anggota DPR RI dari daerah pemilihan (dapil) DIY Sukamta menyebut dari data yang diperolehnya, ada sekitar 80 persen data pribadi yang bocor berada di bawah pengelolaan lembaga atau instansi pemerintah, bukan swasta.
"Kami tidak ingin terjadi pembiaran soal ini, awasi dan perbaiki," kata Sukamta di Yogyakarta Senin (25/4).
Anggota Komisi I DPR RI, Sukamta, menyebutkan kerugian akibat kebocoran data pribadi bisa mencapai senilai Rp 600 triliun. Nilai kerugian yang tidak boleh dianggap kecil itu sudah semestinya memperoleh perhatian pemerintah.
“Tidak ada yang bertanggung jawab. Kebocoran data pribadi sudah terjadi berkali-kali,” ujarnya.
Sukamta mencontohkan bocornya data BPJS maupun aplikasi e-Hac Kementerian Kesehatan (Kemenkes), anggota DPR RI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu menyampaikan, kebocoran disebabkan lemahnya sistem serta tidak adanya audit.
Yang terakhir, bahkan sempat mencuat menjadi isu internasional setelah disorot oleh Amerika Serikat adalah data aplikasi peduli lindungi.
Menurut dia, pada aplikasi tersebut terdapat data yang lebih ikut diambil dan diberikan.
Itu sebabnya, pada RUU PDP (Rancangan Undang-undang Perlindungan Data Pribadi) yang dijadwalkan dibahas lagi pada masa sidang DPR RI yang akan datang, harapannya ada titik temu antara legislatif dan pemerintah.
Supaya tidak bocor lagi, alumnus Teknik Kimia Universitas Gadjah Mada (UGM) peraih gelar doktor dari salah satu universitas terkenal di Inggris tersebut menyatakan, DPR RI menginginkan adanya lembaga independen yang mampu melakukan kontrol kuat terhadap penggunaan dan perlindungan data pribadi milik warga negara Indonesia.
“DPR RI menginginkan lembaga itu jangan berada di bawah kementerian, supaya kontrolnya kuat dan punya keberanian menegakkan aturan.
Mudah-mudahan ada titik temu tentang isu krusial lembaga pengawas otorita pengelola data pribadi. Selama ini pengelola data pribadi tidak ada yang mengawasi. Tahu-tahu data BPJS bocor. Kebocoran ini adalah barang digital maka tidak ada yang tahu, bukan seperti kebocoran minyak di laut,” ungkapnya.
Lebih jauh, Sukamta membeberkan bahaya bocornya data pribadi mengingat kerugiannya tidak hanya menyangkut aspek ekonomi tetapi juga politik serta keamanan negara. Kerugian lebih besar terjadi apabila data itu disalahgunakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
Berkaca dari perang antara Rusia dan Ukraina di mana pihak Ukraina membeli seluruh data pribadi milik warga negara Rusia pada salah satu platform sosial media, menurut Sukamta, hal itu jangan sampai terjadi di sini.
Pada bagian lain, dalam kesempatan itu Sukamta juga memaparkan soal naiknya harga-harga kebutuhan pokok, termasuk minyak goreng.
Dia juga menyikapi perhelatan G 20 yang mestinya bisa menjadi kesempatan bagi Indonesia untuk naik kelas, bukan hanya sebagai tuan rumah yang ditunjuk karena mendapat giliran sebagai penyelenggara pertemuan internasional itu, tetapi mampu memainkan peran sebagai juru damai Rusia dan Ukraina yang sedang berperang.
Jika Indonesia mampu memainkan peran, Sukamta yakin 20 sampai 30 tahun mendatang Indonesia akan dikenang oleh dunia internasional. Bagaimana pun, saat ini Rusia maupun Amerika Serikat sangat ingin mendengarkan suara dari Indonesia.
“Generasi di luar negeri yang masih ingat peran Soekarno sudah mulai habis. Ini kesempatan bagus bagi Indonesia untuk mengambil kesempatan,” kata Sukamta. (Cak/Rls)
Post a Comment