Gus Hilmy: Perempuan Harus Bersedia Terlibat dalam Gerakan Sosial
WARTAJOGJA.ID : Landasangerakan perempuan muslim sudah dicontohkan oleh Sayyidah Khadijah Radhiyallahu Anha dalam mendukung perjuangan penyebaran Islam Nabi Muhammad Shollahu Alayh Wasallam, yaitu keimanan, integritas, kerja sama dengan banyak pihak, dan tidak melupakan fitrah sebagai perempuan.
Landasan inilah yang menjadi dasar kesuksesan gerakan perempuan
muslim di Indonesia, khususnya yang ada di bawah naungan Nahdlatul Ulama
Pernyataan tersebut disampaikan oleh Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, Dr. H. Hilmy Muhammad, M.A., saat membuka acara peluncuran dan bedah buku Gerakan Perempuan Islam Moderat: Sejarah Pimpinan Wilayah Fatayat Nahdlatul Ulama Daerah Istimewa Yogyakarta yang dilaksanakan di Aula G, Pondok Pesantren Al Munawwir Krapyak Yogyakarta pada Sabtu (19/03) siang.
“Hari ini PBNU memberikan ruang yang besar
pada perempuan, baik di kepengurusan Syuriah, Tanfidziyah, hingga di Banom. Hal
itu karena PBNU tidak menafikan peran gerakan perempuan. Pelibatan perempuan
ini mendorong kita untuk semakin melek dan tercerahkan, bahwa kaum perempuan
tidak boleh ketinggalan dalam gerakan keilmuan, sosial, dan keagamaan. Oleh
sebab itu, perempuan di mana pun berada, harus bersedia terlibat dalam gerakan
kemasyarakatan,” tegas pria yang akrab disapa Gus Hilmy tersebut.
Atas terbitnya buku tersebut, pria yang juga Katib Syuriah PBNU itu
menyampaikan apresiasi yang tinggi. Hadir pula untuk memberikan apresiasi
adalah Drs. K.H. Imam Aziz (Staf Khusus Wakil Presiden RI), Dr. K. H. A. Zuhdi
Muhdlor, M.Hum. (Ketua PWNU DIY), K.H. Muhtarom Busyro (Pengasuh PP Al
Munawwir, Krapyak), serta Hj. Habibah Mustofa dan Dra. Lusi Margiyani (Senior
Fatayat NU).
Dalam sambutannya, Wakil Ketua PW Fatayat NU DIY menyampaikan bahwa buku ini disusun selama dua tahun lebih. Banyaknya sumber dan dokumen yang tersebar parsial, cukup menjadi kendala hingga dapat diterbitkan hari ini.
“Agar tidak terputus dengan generasi
senior, penulisan ini dilakukan. Selain itu, juga agar dapat mengambil
pelajaran atas apa yang sudah pernah diprogramkan dan sukses di masa lalu
sehingga bisa dilanjutkan pengurus hari ini. Di antaranya adalah Fatayat dulu
pernah punya program Yayasan Kesejahteraan Fatayat (YKF). Ini penting untuk
dilanjutkan. Selain itu, kita akan tahu bagaimana kontribusi Fatayat di tingkat
lokal, nasional, dan internasional,” papar Rindang Farihah, M.Psi.
Lebih lanjut, Rindang menjelaskan bahwa buku tersebut merangkum peran PW Fatayat NU DIY sejak pendiriannya pada 1961. Di antaranya dalam mengembangkan moderasi Islam, khususnya isu keadilan dan kesetaraan gender di DIY. Isu pemberdayaan perempuan yang kemudian diperluas cakupannya dengan isu perlindungan anak, menjadi fokus dan prioritas program Fatayat NU.
“Buku ini diharapkan bisa menjadi literatur yang berguna bagi pegiat sosial, akademis, aktivis perempuan, dan masyarakat, khususnya bagi generasi NU dan kader Fatayat NU untuk berjuang di masa depan,” ujar Rindang.
Buku setebal 224 ini dikerjakan oleh delapan penulis perempuan, yaitu Akhiriyati Sundari, Ashilly Achidsti, Kiromim Baroroh, Lindra Darnela, Maria Fauzi, Maryam Fithriati, Wiwin Siti Aminah Rohmawati, Zunly Nadia. (Cak/Rls)
Post a Comment