Yogya Bantah Informasi Covid-19 Picu Lonjakan Kehamilan Di Luar Nikah dan Pernikahan Dini
WARTAJOGJA.ID: Beberapa hari terakhir beredar informasi berita soal 3 kota di Indonesia dengan jumlah pelajar hamil di luar nikah terbanyak di mana Kota Yogyakarta termasuk di dalamnya.
Dalam artikel itu Kota Yogya disebut menjadi urutan kedua angka kehamilan pada 2022 yakni sebanyak 45.589 kasus dan dari jumlah tersebut, tercatat sebanyak 1.032 kasus atau sekitar 2,3 persennya masuk dalam kategori hamil di luar nikah di mana salah satu adalah dari kalangan pelajar.
Pemerintah Kota Yogyakarta yang menjadi satu bagian dari provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) membantah informasi keliru itu.
"Data soal kehamilan pelajar di luar nikah di Kota Yogyakarta itu sama sekali tidak benar," kata Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Kota Yogyakarta Edy Muhammad Rabu (16/2).
Edy lantas membeberkan pengajuan dispensasi pernikahan yang belum memenuhi syarat usia perkawinan sesuai undang undang justru mengalami tren penurunan di Kota Yogyakarta.
Hal itu berdasarkan data dispensasi pernikahan di tahun 2021 dibandingkan tahun- tahun sebelumnya. Meski demikian Pemerintah Kota Yogyakarta terus berupaya mencegah terjadinya pernikahan usia anak.
Edy Muhammad menyebut dari data UPT Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Kota Yogyakarta tahun 2021 pengajuan dispensasi menikah hanya ada 46 pasang.
Data itu sejak Mei-Desember 2021. Diakuinya data itu berbeda dengan di Pengadilan Agama Kota Yogyakarta tahun 2021. Itu karena sesuai peraturan Mahkamah Agung no 5 tahun 2019, UPT PPA harus mengawal permohonan dispensasi menikah lewat pengadilan agama sejak Mei 2021.
“Data di kami tahun 2021 lewat UPT PPA ada 46 pasang dan yang lewat Pengadilan Agama tahun 2021 ada 64 pasang. Tahun- tahun sebelumnya lebih banyak, sehingga di situ sebetulnya nampak ada penurunan yang signifikan untuk pernikahan anak,” kata Edy.
Dia merinci 46 pasang atau 92 jiwa dispensasi pernikahan di tahun 2021 di Kota Yogyakarta meliputi umur 12-14 ada 1 jiwa, umur 15-17 ada 31 jiwa dan di atas 18 tahun ada 60 jiwa. Sedangkan berdasarkan klasifikasi pasangan, ada 7 pasangan anak, 19 pasangan anak dan dewasa dan 20 pasangan dewasa. Untuk alasan dispensasi pernikahan beragam yaitu karena kehamilan, mencegah hal negatif, setelah menikah pindah ke luar DIY dan kewajiban orang tua,
“Persentase kehamilan lebih dulu paling tinggi alasannya. Tapi ada alasan lain seperti mencegah hal negatif. Pemerintah Kota Yogyakarta terus melakukan berbagai upaya untuk mencegah terjadinya pernikahan anak,” tambahnya.
Dia menjelaskan program kegiatan yang dilakukan untuk mencegah perkawinan usia anak di antaranya melalui pembentukan Forum Anak Kota Yogyakarta, menjadi pelopor dan pelapor, Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM) di 45 kelurahan, dukungan Psikolog di 18 Puskesmas di Kota Yogyakarta, Pusat Pembelajaran Keluarga (Puspaga), Pusat Informasi dan Konseling Remaja (PIKR) dan mengaktifkan Forum Generasi Berencana.
Selain itu pembentukan Pola Asuh Anak dan Remaja di Era Digital, Sekolah Ramah Anak (SRA), Rumah Ibadah Ramah Anak (RIRA) dan melibatkan organisasi masyarakat.
“Kami juga melakukan komunikasi informasi dan edukasi kesehatan reproduksi kepada remaja, sosialisasi tentang ketahanan keluarga kepada keluarga bina keluarga. Kami juga bentuk kampung ramah anak, kelurahan ramah anak dan kemantren ramah anak,” terang Edy,
Pihaknya menegaskan pencegahan pernikahan anak di Kota Yogyakarta di antaranya mendasarkan pada Undang Undang Nomor 16 tahun 2019 terkait syarat usia menikah perempuan minimal 19 tahun dan laki- laki 21 tahun dan Undang Undang 23 tahun 2022 tentang perlindungan anak. Pemkot Yogyakarta juga mengacu pada Peraturan Daerah nomor 1 tahun 2016 tentang Kota Yogyakarta layak anak dan Peraturan Walikota nomor 7 tahun 2019 terkait pencegahan perkawinan anak.
“Dalam Perwal pencegahan pernikahan anak, yang berperan tidak hanya dari Pemkot Yogyakarta. Tapi juga keluarga, masyarakat, dunia usaha dan media, sehingga bersama- sama mewujudkan Kota Yogyakarta yang layak anak dan Kota Yogyakarta yang mengawal warganya benar- benar tumbuh menjadi keluarga sehat dan berketahanan,” jelasnya.
Sementara itu Panitera Muda Permohonan Pengadilan Agama Kota Yogyakarta Titik Handriyani menjelaskan pada tahun 2018 ada 45 perkara permohonan pernikahan anak, tahun 2019 ada 57 perkara, tahun 2020 sebanyak 72 perkara dan tahun 2021 ada penurunan yakni ada 64 perkara. Sedangkan rata- rata yang mengajukan permohonan dispensasi pernikahan ada yang berusia 15 tahun, 16 tahun dan 18 tahun.
“Untuk alasan pernikahan dini yang mengajukan dispensasi menikah mayoritas karena calon istri dalam keadaan hamil. Ini suatu masalah yang bisa kita bahas bersama dan carikan solusi terbaik,” kata Titik. (Cak/Rls)
Post a Comment