Gerakan Pelestarian Timoho yang Mulai Langka di Yogyakarta
WARTAJOGJA.ID : Alam telah memberikan banyak hal untuk kita hari ini. Akan halnya, keberadaan Pohon Timoho yang telah menjadi salah satu ikon Kota Yogyakarta yang memiliki nama toponim yang sama bernama Kampung Timoho.
Hal ini, bukan tanpa sebab tentunya. Mengingat wilayah ini dulunya adalah kawasan hutan Timoho. Kini, kawasan ini menjadi salah-satu lokasi prestis di pusat Kota Yogyakarta yang menjadi Pusat Pemerintahan Kota Yogyakarta dimana Balai Kota dan Kantor Wakil Rakyat Kota Yogyakarta itu berada.
Pohon Timoho atau _Kleinhovia Hospita L_ ini, adalah jenis tanaman hutan yang tingginya bisa mencapai 20-25 meter dengan diameter 1 meter. Timoho, banyak tumbuh di wilayah Asia yang beriklim tropis dengan beragam nama lokal untuk penyebutannya.
Selain di wilayah Kota Yogyakarta, dulunya banyak tumbuh di Kulon Progo, Gunung Kidul dan Bantul. Keunikan dari Pohon Timoho ini, ada pada bagian kayunya yang berwarna kuning pucat dengan serat-serat berwarna hitam yang tersebar tidak merata pada batangnya. Serta, serat atau corak berwarna hitam yang biasa disebut pelet inilah yang menjadi keunikan dan nilai tersendiri dari batang Pohon Timoho.
Belum lama berselang, Sanggar Keris Mataram (SKM) Yogyakarta, yang berada di Donotirto, RT.9, Bangunjiwo, Kasihan, Bantul, mendapat bantuan hibah 200 bibit Pohon Timoho dari Balai Besar Pengujian Standarisasi dan Instrumen Kehutanan (BBPSIK), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI. Bantuan ini, tentunya menjadi sinergi positif dengan pihak pemerintah, khususnya dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI melalui keberadaan Balai Besar Pengujian Standarisasi dan Instrumen Kehutanan (BBPSIK), yang kebetulan lokasinya berada di wilayah Yogyakarta.
Balai Besar Pengujian Standarisasi dan Instrumen Kehutanan (BBPSIK) ini, sebelumnya bernama Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan (BBPPBPTH), yang berada di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI. Tempat ini adalah satu-satunya pusat penelitian yang fokus bagi Kelompok Peneliti (Kelti) untuk Konservasi Sumber Daya Genetik, Pemuliaan Tanaman Hutan, dan Bioteknologi Hutan yang melakukan penelitian, konservasi serta rekayasa genetik jenis-jenis tanaman hutan prioritas di Indonesia.
Melestarikan Timoho
“Ini adalah bantuan nyata yang kami berikan bagi Paguyuban Keris di Yogyakarta yang ingin melestarikan keberadaan Pohon Timoho, sekaligus cara kami untuk mengenalkan jenis tumbuhan yang mulai langka ini kepada masyarakat umum dan tentunya para pandemen Tosan Aji,“ papar Fasis Mangkuwibowo. Lebih lanjut dikatakannya, “Apa yang dilakukan Sanggar Keris Mataram untuk ikut berperan dalam gerakan pelestarian ekosistem Pohon Timoho di Yogyakarta, perlu diapresiasi dan ditindaklanjuti bersama dengan berbagai pihak yang berkepentingan,” ungkap Perencana Ahli Muda, BBPSIK-KLHK RI ini, memberi pesan.
“Kami sangat berterimakasih mendapat bantuan hibah tanaman Pohon Timoho. Ini pertanda baik, agar bisa ikut melestarikan keberadaan Pohon Timoho. Darisini, kita juga bisa mulai untuk membuka ruang dengan berbagai pemangku kepentingan, demi terciptanya ekosistem bersama yang solid ke depannya, khususnya di Yogyakarta. Apalagi Kayu Timoho telah menjadi komoditi utama yang dimanfaatkan untuk bahan pembuatan gagang tombak, warangka dan gagang keris,” papar Ketua Sanggar Keris Mataram (SKM), Yogyakarta, Ki Nurjianto.
Sedang menurut, Ketua Tim Pemeliharaan dan Pengembangan Keris DIY, Ki Arya Pandhu, “Kerjasama di bidang pemuliaan tanaman hutan seperti keberadaan Pohon Timoho harus terus dilakukan. Mengingat Pohon Timoho adalah salah-satu tanaman hutan endemik yang telah menjadi bagian dari Keistimewaan Yogyakarta dalam Perspektif Etnobotani Budaya hari ini.” Hal ini, sejalan dengan rencana strategis dari Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan, DIY, yang sedang berbenah untuk menginisiasi keberadaan Hutan Tematik atau Wana Tematik di Wilayah DIY.
Wana Tematik menjadi solusi untuk menjaga ekosistem alam yang penting untuk segera dilakukan. Khususnya dengan lahan yang terbatas di wilayah DIY. “Keberadaan Wana Kriya, yang sebelumnya lebih diperuntukkan untuk keperluan industri mebel dan furnitur. Hendaknya, ikut memikirkan keberadaan para pengrajin warangka dan perabot keris yang sudah sejak lama masih tetap eksis di wilayah Banyusumurup, Imogiri, Bantul, Yogyakarta. Mengingat industri rumahan ini adalah aset yang tak ternilai dan sudah dikenal luas hingga mancanegara. Meski hari ini, bahan baku kayu Timoho-nya semakin terbatas dan harus diperoleh dari luar daerah dengan harga yang tinggi,” tandasnya mengingatkan.
“Wana Tematik terdiri dari Wana Patra, Wana Kriya, Wana Amarta, Wana Reksa, Wana Wiyata, Wana Boga. Keberadaan Wana Tematik ini bertujuan untuk pemanfaatan hutan di DIY yang memfokuskan pada potensi, kelestarian hutan dan fungsi hutan, pemberdayaan masyarakat serta nilai budaya lokal dan Keistimewaan DIY. Semua itu perlu disosialisasikan bersama secara berkelanjutan dengan semua pihak terkait. Karena dengan ekosistem yang terjaga masyarakat dapat berpenghidupan layak,” jelas Dr. Ir. Kuncoro Cahyo Aji, M.Si, Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan, DIY.
Nilai Ekonomis Timoho
Selain, bobot kayunya yang ringan dan lunak untuk dibentuk. Hal lain yang membuatnya sangat disukai karena dapat menghasilkan corak atau _pelet_ yang sangat indah. Meski tidak semua kayu ini bisa berhasil seperti yang diharapkan dalam pertumbuhannya. Kayu Timoho hingga kini menjadi prioritas atau pilihan utama para pandemen dan kolektor sebagai warangka (sarung keris) dan deder (gagang keris). Meski selain kayu Timoho, di Yogyakarta, juga ada kayu Tayuman, Trembalo, Kemuning, Nogosari, yang juga banyak di koleksi dalam Dunia Perkerisan di tanah air.
“Upaya dan usaha ini adalah salah-satu cara bagaimana kami, di Sanggar Keris Mataram juga berusaha untuk ikut melestarikan alam dengan cara mengenalkan kembali keberadaan wujud Pohon Timoho kepada masyarakat untuk ikut menjaga ekosistemnya agar tetap lestari dengan segala potensinya. Sekaligus mengenalkan fungsi ekologisnya sebagai tumbuhan pionir yang dapat membantu kesuburan tanah,” jelas pria yang akrab dipanggil Gus Poleng, diantara kerabat perkerisan.
Keindahan motif kayu Timoho yang tergambar jelas dalam bentuk warangka keris, telah menjadi alasan utama kenapa jenis kayu ini menjadi pilihan bagi para pendemen keris dari berbagai kalangan. Tak heran, jika harganya menjadi melambung tinggi untuk warangka dan gagang keris per-setnya yang sudah jadi. Untuk harga sepasang, biasa mulai di bandrol dari ratusan ribu hingga belasan juta di pasaran sesuai kelas dan kualitasnya. Bahkan ada juga yang lebih melihat sisi _isoteris_-nya. Karena diyakini mengandung suatu daya gaib yang memiliki tuah tertentu jika dipadu-padankan dengan keris yang serasi bagi yang meyakininya.
Dengan beragam alasan inilah, Timoho kemudian menjadi kayu yang memiliki nilai ekonomis tinggi. Karena memiliki keindahan, keuletan dibandingkan dengan jenis kayu lainnya. Motif atau corak _(pelet)_ Timoho, diantaranya: _Pelet Beras Sinawur, Ceplok Banteng, Ceplok Kelor, Dewadaru, Doreng, Gandrung, Mbelang Sapi, Ngingrim, Nyamel, Pulas, Purnomo Siji, Sampir, Segara Winotan, Sembur, Pudak Sinumpet, Tulak,_ hingga _Kendit._ Bagi pandemen keris di Yogyakarta, Surakarta, Madura dan Bali, para pandemen keris sangat fanatik dengan corak yang dihasilkan dari kayu ini. Selain tentunya Kayu Cendana Wangi dari Nusa Tenggara yang menempati urutan teratas untuk bahan kayu warangka keris.
Sejalan dengan itu, sesuai arahan dari pimpinan tertinggi organisasi kami, Ir. Hasto Kristiyanto, MM, selaku Sekjen Senapati Nusantara (Serikat Nasional Pelestari Tosan Aji Nusantara), yang mewadahi 100 Paguyuban dari berbagai Komunitas Tosan Aji di Indonesia ini. "Kami ingin dapat mengajak peran serta masyarakat pandemen Keris dan Tosan Aji untuk membangun kesadaran dan kepemilikan, sekaligus ikut melestarikan dengan cara menanam kembali sebagai upaya menjaga vegetasi keberadaan pohon Timoho. Selain baik untuk penghijauan, pohon ini juga penuh dengan banyak manfaat untuk pengobatan,” ungkap Ki Nurjianto yang juga menjabat sebagai Wasekjen Senapati Nusantara itu, menutup perbincangan. (Rls)
Post a Comment