Banjir Sorotan, Pemkot Yogya Batal Gugat Pengunggah Tarif Parkir 350 Ribu
WARTAJOGJA.ID : Warganet geger dengan rencana Pemkot Yogya yang akan memproses hukum pengunggah tarif parkir bus nuthuk yang viral belakangan ini.
Akibatnya, tak sedikit warganet yang geram dan menuding Pemkot Yogya anti kritik atas realitas perparkiran Kota Wisata yang di lapangan yang selama ini memang masih banyak terjadi pungli itu.
Pasca rencana pelaporan atas pengunggah itu ramai disorot, Pemkot Yogyakarta menyatakan tidak akan menggugat pengunggah postingan tarif parkir Rp 350 ribu yang viral di media sosial.
Pemkot Yogyakarta mengucapkan terimakasih karena telah membantu memberikan informasi terkait tarif parkir di Kota Yogyakarta.
Wakil Walikota Yogyakarta Heroe Poerwadi, Sabtu (22/1) mengatakan telah terjadi kesalahpahaman, dan memang akhirnya informasi tersebut berkembang kemana-mana. Tidak bisa dipungkiri karena kecepatan informasi medsos sehingga seolah-olah urutan kejadian menjadi tidak jelas.
"Jadi saat itu saya menjawab di beberapa unggahan di Instagram, bahwa saya mengucapkan terimakasih atas klarifikasi dan kronologi kejadiannya, dan posisinya yang sudah jelas sebagai korban. Maka saat itu juga, saya bilang tidak ada rencana gugatan kepada pengunggah tersebut," jelasnya.
Hal ini karena posisinya sudah jelas bukan bagian dari yang melakukan mark up dan justru menjadi korban. Maka dari itu, tidak ada niat apapun dari Pemkot Yogyakarta untuk menggugat korban yang mengunggah postingan tersebut.
Wawali menjelaskan kronologis dari kesimpang-siuran tersebut. Bermula ada viral kasus parkir yang nuthuk 350K. Wartawan nanya, bagaimana pak ? Saya cek kebenarannya dahulu, dan apakah itu parkir resmi atau bukan. Dishub akan koordinasi dengan Kepolisian untuk melakukan Cek kebenarannya. Tetapi apapun pasti akan ditindak tegas dan tanpa ampun.
Malam harinya, ada laporan, bahwa bukan murni nuthuk, tapi kongkalingkong mark up, antara kru bis dan teman-temannya dan tukang parkir. Yang meminta kuitansi ditulis sebesar 350k.
Pada episode ini, Wawali juga menjawab Mas Menteri Sandiaga Uno yang juga menaruh perhatian terhadap kasus itu di Instagram beliau. Dengan meletakkan persoalannya yg terjadi. Jika membaca disana sebenarnya sdh clear persoalan sebenarnya, saat itu.
"Jadi persoalan sebenarnya bergeser dari nuthuk ke mark up. Saat itu, kita menelusuri yg mengunggah ini siapa ? Termasuk bagian yg ikut mark up atau korban ? Di lihat dari unggahan pertama di ICJ, tidak jelas kronologi fakta dan posisinya tersebut. Unggahan pertama cerita kena thutuk 350ribu tapi di lapangan setelah di cek, soal mark up," ujar Heroe Poerwadi.
Maka ketika wartawan bertanya lagi, Wawali mengatakan bis itu kemungkinan besar tidak ikuti aturan perjalanan PPKM di Jogja. Yaitu harus masuk Terminal Giwangan, untuk diperiksa perlengkapan kesehatan Covid-19, dan akan mendapat nomer parkir di tempat parkir resmi. Buktinya bis itu ada di tempat parkir liar. Yang kedua, isunya tidak lagi nuthuk, tapi mark up.
Yang ketiga jikalau pengunggah adalah juga bagian dari yang mark up, maka kita laporkan juga. Karena sudah membuat berita palsu atau informasi yg tidak benar, yang menjadikan Kota Jogja menjadi korban dan jadi bulan-bulanan.
"Jadi membicarakan gugatan pengunggah itu, ketika posisi pengunggahnya belum diketahui sebagai bagian dari yang melakukan mark up atau sebagai korban. Dan di sinilah yg menjadi viral kemana-mana," kata Wawali.
Beberapa saat kemudian Wawali mendapat informasi dan ada ysng nge-tag di medsos, yang menginformasikan bahwa yang mengunggah sudah melakukan klarifikasi. Yang menginformasikan pula Beliaunya termasuk korban, dan telah menghapus unggahan pertama. Karena beliau termasuk yang merasa dipermainkan dengan kuitansi, bahkan ada dua dan berbeda.
Jadi saat itu Heroe Poerwadi menjawab di beberapa unggahan di Instagram, bahwa justru mengucapkan Terimakasih atas klarifikasi dan kronologi kejadiannya, dan posisinya yang sudah jelas sebagai korban. Maka saat itu juga, Wawali menyatakan tidak ada rencana gugatan kepada pengunggah tersebut. Karena posisinya sudah jelas bukan bagian dari yang mark up, dan malah jadi korban.
"Kesalahpahaman terjadi karena kecepatan informasi di medsos. Urutan kejadian jadi kacau. Jadi yang benar urutannya kejadiannya seperti itu. Ada momentum, ada teksnya dan ada konteksnya," jelasnya. (Cak/Rls)
Post a Comment