Menjaga Ruang Digital Tetap Aman dan Nyaman

warta jogja December 01, 2021 1

BANYUMAS: Kehidupan digital tidak dapat ditolak dan dihindari oleh umat manusia. Penghindaran dan penolakan hanya untuk konten negatif. 

"Sebisa mungkin budaya digital diselaraskan demi kepentingan untuk menjaga karakter bangsa, makanya kita selalu dituntut bisa saring sebelum sharing di media sosial," kata Koordinator Divisi Pengawasan Bawaslu Banyumas Yon Daryono

saat menjadi pembicara webinar literasi digital bertema "Membentuk Generasi Muda yang Berkarakter di Era Digital" yang digelar Kementerian Kominfo untuk masyarakat Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Rabu (1/12/2021).

Dalam webinar yang diikuti ratusan peserta itu, Yon mengatakan budaya digital dan new media menjadi kata terakhir bagi demokrasi di sebuah bangsa.

Daryono menyebut saat ini,  kekurangan budaya sosial media karena seringnya disalahgunakan oleh oknum-oknum dengan kepentingan tertentu. Sehingga peristiwa politik, kriminalitas hingga berita bohong lain yang terorganisir susah dibendung.

"Ditambah lagi rendahnya budaya literasi seperti check dan balance atas suatu konten. Bagi kalangan tertentu, konten yang sudah terupload untuk dihapus sangat susah karena sudah diduplikasi di mana-mana," kata Yon Daryono.

Daryono mengatakan, cara orang memeriksa kebenaran informasi terbagi sebanyak 83 persen melalui internet atau search engine, 48,60 persen menanyakan ke orang yang dianggap tahu, lalu 44, 30 persen melalui media massa seperti TV, Radio, koran dan 36, 80 persen melalui media sosial. 

Narasumber lain webinar itu CEO Vieture Creative Solution Muhammad Adnan mengatakan kreasi dan modifikasi kemasan konten menjadi hal mendasar penyajian informasi media digital.

"Tapi ada satu hal yang tak kalah penting dalam tujuan menambah nilai dari suatu konten menjadi lebih menarik, yaitu dengan mengkreasikan dan memodif kemasannya, yang dapat berupa foto, video, maupun grafis yang mendukung konten tersebut menjadi lebih beda dibandingkan dengan konten lain," katanya.

Adnan mengungkapkan, apa yang ditanam media sosial perlu mewaspadai polarisasi akibat algoritma-algoritma yang pada akhirnya menciptakan sebuah gelembung besar dan membuat seseorang terisolasi secara intelektual.

"Ini dampak buruk dari Filter Bubble yang membentuk pribadi ignorant, terjebak dalam satu sudut pandang, dan menciptakan efek konsensus yang salah serta cenderung hanya membaca judul tanpa membaca konten," jelas Adnan.

Webinar itu juga menghadirkan narasumber dosen Universitas Muhammadiyah Malang Frida Kusumastuti, dosen Fisipol Unsoed Bambang Widodo, 

serta dimoderatori Niken Pertiwi dan Oka Fahreza sebagai key opinion leader. (*)