Menjaga Etika di Ruang Digital
KARANGANYAR: Manusia hidup bermasyarakat terikat dengan berbagai etika, yang merupakan ilmu yang mempelajari baik dan buruk, tanggung jawab, serta hak dan kewajiban, baik moral maupun sosial pada setiap individu dalam kehidupan bermasyarakat.
Ada beberapa jenis etika yang kita jumpai mulai dari etika profesi/kerja, etika bisnis, etika rumah tangga, etika berteman, juga etika digital.
“Urgensi digital ethics atau etika digital karena penetrasi internet yang sangat tinggi mendorong perubahan perilaku masyarakat yang beralih dari media konvensional ke media digital dan juga situasi pandemi Covid-19,” kata Dosen HIS Gideon Adi Nugroho saat menjadi pembicara webinar literasi digital bertema "Kiat Membangun Konten Kreatif & Positif di Sosial Media" yang digelar Kementerian Kominfo untuk masyarakat Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah, Kamis (2/12/2021).
Dalam webinar yang diikuti ratusan peserta itu, Gideon menuturkan ada empat hal yang menjadi prinsip digital ethics yakni kesadaran, integritas, tanggung jawab, dan nilai kebajikan.
Gideon pun memaparkan sejumlah tantangan etis bermedia digital. Ada dua fenomena sebagai tantangan etis bermedia digital yakni keragaman kompetensi individu yang bertemu di ruang digital. Dan banyaknya konten negatif di media digital yang disikapi dengan salah. “Oleh sebab itu perlu penerapan etika dalam ruang digital,” tegasnya.
Wujud penerapan etika dalam ruang lingkup digital meliputi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Panduan Bermedia Sosial dari PGI.
Penerapan etika dalam ruang digital diatur secara hukum melalui UU. No. 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Khususnya pasal 27-29.
“Hal-hal yang sebaiknya kita lakukan dalam menjaga etika itu hargailah orang lain, diri sendiri, berpikir dua kali, kritis, dan waspada dengan semua hal di ruang digital,” tegas Gideon Adi Nugroho.
Narasumber lain webinar itu, Tauchid Komara Yuda, dosen UGM mengatakan berkomentar di ruang digital perlu sangat dijaga.
“Biasakan dulu membaca dan mendengarkan konten secara keseluruhan sebelum berkomentar,” katanya.
Menurut Tauchid, agar pengguna tidak melakukan ujaran kebencian yaitu tindakan komunikasi yang dilakukan oleh suatu individu atau kelompok yang berupa hinaan, provokasi, body shaming, hingga hasutan yang ditunjukan kepada sekelompok orang atau individu.
“Berpikir sebelum memposting, apakah hal yang kita sampaikan itu perlu dan apakah manfaat?” tandas Gideon.
Webinar yang dipandu moderator Yade Hanifa itu, juga menghadirkan narasumber dosen HI UNS Septyanto Galan Prakoso, staff Kemendikbud Puput Gunadi, dan Decky Tri sebagai key opinion leader. (*)
Post a Comment