Gereja Tegakkan Prokes pada Momen Natal
WARTAJOGJA.ID : Pemerintah melalui Kementerian Agama (Kemenag) telah menerbitkan Surat Edaran Menteri Agama Nomor 33 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanggulangan COVID-19 dalam Pelaksanaan Ibadah dan Peringatan Hari Raya Natal Tahun 2021, yang terus disosialisasikan kepada masyarakat.
Demikian dikatakan Plt. Direktur Jenderal Bimas Kristen Kemenag RI, Pontus Sitorus, dalam Dialog Produktif dari Media Center Forum Merdeka Barat 9 (FMB9) – KPCPEN, Jumat (24/12/2021).
“Intinya masyarakat diminta melaksanakan dengan baik agar tujuan pencegahan dan penanggulangan COVID-19 terutama di Nataru 2021 bisa tercapai,” ujar Pontus.
Ia menambahkan, isi Surat Edaran No 33 Tahun 2021 itu antara lain mencakup pelaksanaan pengetatan dan pengawasan prokes di gereja/tempat yang difungsikan sebagai gereja dengan ketentuan sesuai PPKM.
“Gereja diminta membentuk satgas prokes yang berkoordinasi dengan Satgas COVID-19 di daerah masing-masing. Selain itu, dalam pelaksanaan ibadah hendaknya dilakukan dengan tidak berlebihan, lebih menekankan persekutuan di tengah keluarga,” ujarnya.
Selain itu, ibadah sebaiknya dilaksanakan di ruang terbuka jika memungkinkan. Namun jika dilakukan di dalam gereja, dianjurkan untuk melakukan ibadah secara hybrid (dilakukan di gereja dalam jumlah jemaat terbatas dan daring yang sudah disiapkan pengurus gereja).
“Jumlah umat yang boleh mengikuti ibadah di gereja tidak melebihi 50% dari kapasitas ruangan. Jam operasional gereja atau tempat yang difungsikan sebagai gereja maksimal sampai pukul 22.00 waktu setempat,” ujar Pontus.
Pengelola gereja atau tempat ibadah yang difungsikan sebagai gereja juga harus menyediakan petugas yang bertugas menginformasikan dan mengawasi prokes 5M, menyediakan alat pengecekan suhu di pintu masuk, menyiapkan sarana cuci tangan dengan air mengalir atau hand sanitizer sarana cuci tangan, serta melakukan disinfeksi lokasi secara berkala.
“Pemakaian aplikasi PeduliLindungi saat masuk dan keluar gereja serta hanya orang dengan status kuning dan hijau yang bisa masuk area gereja atau tempat yang difungsikan sebagai gereja. Tak lupa, arus mobilitas jemaat diatur di pintu masuk dan keluar. Jarak antar jemaat diatur satu meter, dengan diberi tanda khusus di lantai atau bangku, juga disiapkan cadangan masker medis,” ujar Pontus.
Surat Edaran juga menyarankan agar jemaat usia 60 tahun ke atas, ibu hamil dan menyusui untuk beribadah di rumah.
Disarankan pula tidak mengadakan jamuan makan bersama yang memicu kerumunan.
Pontus menambahkan, pada rohaniwan atau pendeta didorong memakai masker dan pelindung wajah saat khotbah.
Juga untuk meingatkan jamaah agar patuh prokes dan jaga kesehatan.
Para peserta perayaan Natal wajib memakai masker dengan baik dan benar, mereka yang datang ke gereja harus dalam kondisi sehat, suhu tubuh di bawah 37 derajat Celcius, tidak sedang menjalani isolasi mandiri atau tidak baru kembali dari luar daerah.
Kemudian, setiap jemaat disarankan membawa alat keperluan ibadah masing-masing dan menghindari kontak fisik atau bersalaman.
“Diharapkan semua pihak, termasuk pemerintah provinsi kabupaten dan kota menjalankan Surat Edaran ini sekaligus sosialisasi kepada masyarakat. Patuhi prokes 5M dan tambahkan dengan 1D, yaitu doa,” tandas Pontus.
Ketua Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI), Pdt. Gomar Gultom, M.Th, sepakat bahwa Surat Edaran yang dikeluarkan Kemenag sangat membantu gereja dalam menjalankan prokes dalam pelaksanaan ibadah Natal.
“Surat Edaran itu tidak terlalu asing. Dalam dua tahun terakhir gereja sudah akrab dengan prokes,” ujarnya seraya menambahkan bahwa tahun ini aturan cenderung lebih longgar karena situasi COVID-19 lebih terkendali.
Pdt. Gomar mengatakan, situasi sudah membaik sekarang, namun gereja tetap waspada.
Meski demikian dia mengakui dengan kondisi yang sudah membaik, orang-orang mulai kurang menjaga jarak.
Pihaknya juga masih selalu menekankan kepada jemaat, pentingnya mencuci tangan dan mewajibkan memakai masker.
Dia tak memungkiri di kawasan pedesaan, warga banyak yang belum akrab dengan pendekatan ibadah virtual selain adanya kendala sinyal.
“Untuk itu kami mendorong para pimpinan gereja untuk selalu mengingatkan pentingnya prokes, menjaga jarak dan memakai masker. Atau ibadah sebaiknya dipecah menjadi beberapa kali agar jumlah jemaat tidak menumpuk,” ujar Pdt. Gomar.
Ia juga menyarankan, anak-anak, orang tua atau lansia yang belum mendapatkan vaksinasi disarankan melakukan ibadah di rumah atau secara virtual.
Gereja-gereja, kata Pdt. Gomar, sudah dilengkapi pengukur suhu, tempat cuci tangan/hand sanitizer di pintu masuk.
“Yang jadi masalah memang gereja di pedesaan belum semua terhubung dengan aplikasi PeduliLindungi. Hal ini terus kita kampanyekan agar jemaat patuh prokes. Soal aturan pembatasan operasional, ibadah Natal umumnya selesai sebelum jam 22.00. Yang biasanya dilakukan tengah malam pada 31 Desember adalah tradisi umat Kristen yang dilakukan di rumah masing-masing. Jadi imbauan Kemenag rasanya tidak sulit untuk dipatuhi,” ujar Pdt. Gomar Gultom.
Pdt. Gomar meyakini, tahun ini tidak terjadi klaster Natal karena gereja-gereja sudah lebih memahami protokol kesehatan. Ia berharap, suka cita Natal tidak berkurang pada saat pandemi.
“Karena justru pandemi adalah kesempatan untuk melantangkan cinta kasih, serta melatih diri, mengosongkan diri,” ujarnya.
Mengosongkan diri, ia menjelaskan, artinya kalau biasanya ada kebiasaan dan harapan pada saat Natal, maka saat ini dapat dikorbankan dulu demi kemaslahatan orang banyak, demi kehidupan dan kesehatan.
Ia mengimbau masyarakat untuk terus disiplin prokes dan bersedia divaksinasi, sebagai panggilan dari iman untuk menyelamatkan kehidupan.
“Dan Natal adalah upaya menyelamatkan kehidupan,” tandasnya.
Kesempatan sama, Ketua Bidang Perubahan Perilaku Satgas COVID-19, Dr. Sonny Harry B Harmadi menambahkan, sejak awal Iman, Aman dan Imun merupakan pendekatan yang disampaikan dalam mengendalikan pandemi.
“Iman menjadi hal sangat penting. Masyarakat indonesia itu spiritualis, dan ini sebagai pilar pertama dan utama dalam menghadapi pandemi, karena sejatinya pandemi bukan hanya berdampak pada fisik namun juga mental. Dan yang menguatkan mental tentu saja iman,” ujarnya.
Sonny menyampaikan, tempat ibadah dan tokoh agama adalah ruang dan sumber belajar bagi masyarakat.
“Rumah ibadah bukan sekadar dilihat sebagai potensi klaster, namun tempat ibadah dan tokoh agama harus dilihat sebagai ruang dan sumber belajar utama. Saat perayaan hari besar keagamaan atau pelaksanaan ibadah, para tokoh agama bisa memberikan edukasi masyarakat cara mencegah COVID-19, pentingnya vaksinasi, prokes 3M, 3T dan sebagainya,” bebernya.
Dibutuhkan kebersamaan untuk mengatasi pandemi dan bisa menjadi sarana edukasi bahwa pandemi belum berakhir sehingga diperlukan sikap hati-hati.
Sonny mengingatkan, pada tahun lalu, terjadi peningkatan kasus hampir 4 kali lipat dalam 13 minggu, terutama karena meningkatnya mobilitas, penurunan kepatuhan prokes, dan belum ada vaksinasi.
Meski Nataru kali ini berbeda dengan tahun lalu, Sonny mendorong semua pihak tetap disiplin dan konsisten dalam kepatuhan prokes.
“Tokoh agama harus jadi panutan, gunakan aplikasi PeduliLindungi sebagai skrining penerapan prokes digital. Inilah pentingnya ada satgas di setiap institusi gereja,” tandasnya. (Cak/Rls)
Post a Comment