Tips Aman dan Nyaman Warga +62: Aplikasikan Nilai Pancasila di Ruang Digital dan Nyata
SEMARANG: Nama baik itu sudah lama terjaga. Unesco dan sebuah lembaga periset destinasi wisata dunia lain telah lama merekomendasikan Indonesia sebagai satu dari 10 negara tujuan wisata yang teramah dan teraman warganya di dunia. Sebuah citra positif sebagai negara indah pesona wisata dengan beragam budaya yang wajib dikunjungi.
Tapi, sejak Microsoft pada Februari 2021 menyatakan netizen Indonesia paling tidak sopan di internet se-Asia Pasifik, semua jadi ternganga. Bayangkan, netizen Indonesia yang jumlahnya 202 juta dari 274,6 juta jumlah penduduk, menempati rangking 29 dari 32 negara yang paling tidak sopan di internet. Kok bisa, di dunia nyata ramah dan santun, kok di dunia maya justru tidak sopan. Apa penyebabnya?
Blogger dan SEO Specialist Ragil Triatmojo memberi jawaban. Salah satu penyebab, kata dia, yakni makin diabaikannya nilai-nilai Pancasila dan kebhinekaan kita saat berinternet. Lupa kalau interaksi di dunia maya di era digital, yang dihadapi juga manusia yang sama, hanya lewat jaringan interaksi yang berbeda. Artinya, mereka juga punya etika dan tata krama sama, yang selama ini sudah diajarkan rinci Pancasila.
”Jadi, jangan cuma aplikasikan beragam fitur modern di internet. Jangan lupa dan jaga selalu aplikasi nilai-nilai Pancasila saat berinternet, agar kita tetap aman dan nyaman sebagai warga Indonesia, atau yang dalam komunitas internet biasa disebut warga +62. Jaga dan tanamkan nilai luhur agar selamat di dua dunia yang etikanya nyata dan sama itu,” pesan Ragil, saat membagi pengalaman dalam webinar literasi digital gelaran Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) untuk warga Kabupaten Semarang, 4 November 2021.
Webinar yang mengupas topik ”Menjadi Masyarakat Pancasila di Era Digital” dan diikuti 400-an peserta itu dibuka dengan keynote speech oleh Presiden Joko Widodo, yang kemudian dilanjutkan Gubernur Jateng Ganjar Pranowo dan Bupati Semarang Ngesti Nugraha. Dipandu moderator Dannis S Citra dan Putri Batik Nusantara 2018 Gloria Vincent sebagai key opinion leader, hadir pula tiga pembicara seru lainnya, yakni: Daru Wibowo, konsultan digital marketing; Ali Rohmat, dosen STAI Suhbannul Watthon; dan Tommy Widyatno Taslim, pekerja dan pengembang media seni.
Menurut Daru Wibowo, pembicara lain, era digital memang memudahkan hidup. Aktivitas manusia Indonesia juga menjadi serba mudah dan cepat. Meksi demikian, etika dan nilai Pancasila mesti tetap dijaga dalam beragam platformnya. Kini, nilai persatuan dan kesatuan mudah diwujudkan dengan reuni, kumpul saudara atau arisan keluarga.
”Tak harus dikontak atau didatangi satu-satu, tapi dengan bahasa yang santun dan tetap sopan, undangan bisa disebar cepat dengan grup WhatsApps, maka reuni dan arisan mudah dilaksanakan dengan presisi, lokasi dan waktu yang disepakati dengan musyawarah mufakat. Cukup dengan diskusi internal di grup WA, yang dulu tak mudah dilakukan,” papar Daru.
Menyambung diskusi, Ali Rohmat menambahkan. Nilai Ketuhanan Yang Maha Esa mengajarkan cinta kasih sesama, saling bantu dan tolong menolong. Mestinya, dengan beragam platform digital yang ada, bisa bikin grup kelompok sehobi, satu komunitas dagang atau beragam kepentingan bisa dikolaborasikan untuk diwujudkan dengan kerja sinergi yang positif.
Sesama penghobi sepeda tua, misalnya, bersama touring dan baksos ke korban bencana atau yatim piatu. Hal tersebut bisa dan mudah dikoordinasikan untuk saling berbagi, menjalankan nilai kemanusiaan yang adil dan beradab yang diajarkan Pancasila. Itu mudah diwujudkan kalau kita saling menghormati dan menjaga etika internet.
”Intinya, santun dan etika sesama manusia mesti dijaga dan dijunjung tinggi, baik di ruang digital maupun di ruang nyata. Karena itu, bijak dan santunlah di dua ruang kehidupan manusia itu. Karena, kalau terlanggar, risiko dan sanksinya sama dampaknya. Tapi dengan berpegang teguh dan mengamalkan aplikasi nilai Pancasila, kita akan tetap hidup aman dan nyaman di kedua dunia,” pungkas Ali Rohmat, penuh keyakinan. (*)
Post a Comment