Pahami Budaya Untuk Jaga Marwah Era Digital
GROBOGAN : Perkembangan teknologi ke arah serba digital saat ini semakin pesat. Era digital, secara umum menjadikan manusia memiliki gaya hidup baru yang tidak bisa dilepaskan dari perangkat yang serba elektronik. Teknologi menjadi alat yang mampu membantu sebagian besar kebutuhan manusia dan mempermudah melakukan apapun tugas dan pekerjaan.
"Peran penting teknologi inilah yang membawa peradaban manusia memasuki era digital," kata pengajar SMK Darul Quran Rosid Efendi
saat menjadi pembicara webinar literasi digital bertema ”Transformasi Digital: Era Baru Interaksi Sosial” yang digelar Kementerian Kominfo untuk masyarakat Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah, Senin (29/11/2021).
Dalam webinar yang diikuti ratusan peserta itu, Rosid mengatakan
dari era digital itulah muncul yang namanya digital culture. Yakni sebuah kemampuan individu dalam membaca, menguraikan, membiasakan, membangun wawasan kebangsaan nilai Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika dalam kehidupan sehari-hari.
"Digital cukture otomatis menjadi prasyarat dalam melakukan transformasi digital secara bijak, karena penerapan budaya digital lebih pada pola pikir agar dapat beradaptasi dengan perkembangan zaman. Ingat, orang yang bertahan adalah yang mampu menyesuaikan dan beradaptasi dengan lingkungannya," terang Rosid.
Selanjutnya, Rosid membeberkan ada tiga nilai utama dunia digital. Yaitu kreativitas, kolaborasi dan sikap kritis.
"Kreativitas maksudnya untuk menjelajahi berbagai sudut pandang dan potensi media digital apapun, sedangkan kolaborasi tujuannya mengasah kemampuan berinteraksi dan berkomunikasi sedangkan kritis berarti memanfaatkan media digital untuk kegiatan positif," jelas Rosid.
Rosid mengatakan semaju apapun teknologi, tanpa budaya yang baik menjadi tak ada gunanya. Sebab bagaimanapun manusia adalah makhluk sosial yang membutuhkan interaksi dengan sesama manusia dan tidak dapat hidup sendiri.
Teknologi digital yang dikembangkan oleh manusia benar-benar harus bisa dimanfaatkan dengan baik mulai dari politisi sampai para pebisnis.
"Bagi politisi yang ingin meraih simpati pesatnya era digital juga menjadi keuntungan, khususnya untuk menaikkan elektabilitas dan popularitas bisa hanya dilakukan dengan fasilitasi digital karena adanya fitur atau aplikasi yang canggih yang berhubungan langsung ke jejaring sosial," ungkap Rosid.
Namun, menurut Rosid era digital juga memiliki pengaruh negatif yang menjadikan tantangan untuk memperbaikinya.
"Misalnya, pesatnya era digital ini juga berkontribusi pada kemerosotan moral di kalangan masyarakat khususnya remaja dan pelajar, pola interaksi antara orang berubah," kata dia.
Oleh sebab itu, Rosid mendorong di era digital jangan sampai pendidikan dan penerapan nilai-nilai baik moral dan agama tak berhenti. Khususnya dalam keluarga, sangat memegang peranan penting dalam penguatan pribadi generasi digital. "Misalnya pemberlakuan waktu beribadah, waktu belajar dan waktu santai," imbuhnya.
Narasumber lain konsultan IT Eka Y Saputra mengatakan peran teknologi informasi bisa banyak.
"IT bisa menjadi agen ideologi, ekonomi industrial, automatisasi moda produksi, distribusi, konsumsi berbasis media digital, sampai sosio-politik yang egalitarian," ujar Eka Y Saputra.
Pada negara pemrakarsa, teknologi digital bisa jadi alat kampanye demokratisasi, informasi, investasi bisnis via media sosial.
"Sedang di negara pengikut, teknologi bisa menciptakan gegar budaya, buta literasi digital, perenggangan relasi individu bahkan konflik sosial," kata Eka.
Webinar itu juga menghadirkan narasumber praktisi pendidikan Imam Wicaksono, Head of Operation PT Cipta Manusia Indonesia, Rizqika Alya Anwar, serta dimoderatori Nadia Intan dan Gizkha Adinan sebagai key opinion leader. (*)
Post a Comment