Mengkreasikan Konten Positif dengan Memahami Etika dan Budaya Digital
Karangnyar – Konten-konten negatif di ruang digital semakin marak ditemukan, hal itu menjadi tantangan bagi pengguna media digital untuk melawan dan menekannya dengan membuat konten-konten kreatif yang positif. Hal ini dibahas dalam webinar literasi digital yang diselenggarakan oleh Kementerian Kominfo RI untuk masyarakat Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah, dengan tema “Kiat Membangun Konten Kreatif dan Positif di Medsos”, Selasa (30/11/2021).
Yade Hanifa (Presenter) memandu diskusi dengan menghadirkan empat narasumber: Imam Wicaksono (Praktisi Pendidikan), Puput Gunadi (Staf Direktorat Pembinaan SMA Kemendikbud), Ragil Triatmojo (Blogger), Atik Astrini (guru). Serta Rafli Albera (Artist and Music Producer) sebagai key opinion leader. Masing-masing narasumber menyampaikan materi dikusi dari perspektif empat pilar literasi digital yaitu digital skill, digital culture, digital safety, digital ethics.
Dari sisi pendidikan, Puput Gunadi mengatakan bahwa tantangan pembelajaran di masa pandemi Corona sangat luar biasa. Penggunaan teknologi sebagai saran pembelajaran merupakan pilihan mutlak yang harus dioptimalkan meskipun banyak kekurangan yang dihadapi oleh guru dan siswa. Selain harus meningkat kecakapan dalam mengoperasikan teknologi, warga pendidikan juga mesti mengasah keterampilan dalam memperoleh informasi untuk menunjang kebutuhan belajar.
Akan tetapi era digital menjadi tantangan besar dalam memperoleh informasi yang kredibel. Digitalisasi memberikan kebebasan bagi pengguna media digital untuk mengunggah dan memproduksi informasi sehingga bukan tidak mungkin menemukan hoaks. Maka dari itu, masyarakat perlu memperbanyak membaca dan berliterasi agar bijak dalam memanfaatkan informasi
“Budaya digital menuntut masyarakat untuk berpikir kritis, kreatif, dan inovatif untuk memecahkan masalah. Teknologi mempermudah dan memperlancar komunikas sehingga kesempatan untuk berkolaborasi menciptakan budaya yang positif semakin besar. Membuat konten hendaknya adalah konten yang tidak hanya menjadi tontonan tetapi juga dapat menjadi tuntunan, dengan cara memberikan praktik yang baik,” jelas Puput Gunadi.
Menghidupkan budaya yang positif di ruang digital dapat dilakukan melalui kreasi konten, mengolah, dan menyampaikan informasi sesuai dengan profil pelajar Pancasila. Yaitu konten-konten yang mengajak pada gotong royong, nasionalis, relijius, kreatif dan inovatif, serta kritis.
“Kecakapan digital yang mesti diasah dalam menghadapi transformasi adalah mampu mengelola identitas personal yang positif, mampu mempelajari peralatan digital dan mengoptimalkan layanan digital, melakukan pencarian informasi dan memilahnya, membuat konten dengan fasilitas digital untuk menunjukkan personal branding, dan melakukan kolaborasi bersama mencipatakn konten-konten berdasarkan nilai-nilai budaya Indonesia,” tuturnya.
Sementara itu Atik Astrini menambahkan bahwa pemanfaatan teknologi informasi mesti dibarengi dengan etika. Bahwa ada aturan nilai dalam setiap perilaku berinteraksi, termasuk ketika berada di ruang digital. Komunikasi di ruang digital lebih banyak menggunakan teks daripada lisan, sehingga rentan menimbulkan kesalahpahaman. Etika dalam berkomunikasi menjadi batas yang mengatur agar komunikasi dapat disampaikan tanpa menyinggung orang lain.
Anonimitas seringkali menjadi alasan pengguna media digital merasa bebas untuk berekspresi, dan bertindak tidak etis. Etika di ruang digital penting diterapkan sekalipun menggunakan identitas digital secara anonim. Sebab di ruang digital setiap pengguna saling terhubung dengan manusia lain.
“Aturan yang harus dipahami dan diimplementasikan ketika berinteraksi adalah dengan mengingat keberadaan orang lain, berhati-hati dalam menuliskan sesuatu. Tahu diri dan tahu tempat untuk menyampaikan komentar. Menghargai waktu dan privasi orang lain. Mengunggah konten yang memang paham maksudnya, bukan asal share, karena komunikasi berupa teks sangat memungkan terjadi kesalahpahaman,” jelas Atik Astrini.
Dalam etika bermedia digital, pengguna harus memahami bahwa beberapa jenis konten dapat membuat orang terjerat masalah hukum. Misalnya konten yang melanggar kesusilaan, penghinaan, pencemaran nama baik, pengancaman, merugikan konsumen, ujaran kebencian, hoaks, dan konten negatif lainnya. (*)
Post a Comment