Mengenali Hoaks dan Upaya Melawannya di Ruang Digital
KABUPATEN SEMARANG: Head of Digital Creative Content Medcom.id
Jati Safitri mengatakan maraknya berita hoaks di ruang digital tidak bisa dilepaskan dari berbagai hal yang melingkupinya.
"Berita hoaks itu dibuat untuk kepentingan tertentu, dibuat oleh media yang tidak profesional, dan penyebarannya tidak dimaksudkan untuk sesuatu tujuan yang baik," kata Jati saat menjadi pembicara webinar literasi digital bertema "Membudayakan Berpikir Kritis Dan Berkembang Sebagai Bekal Menghadapi Era Digital" yang digelar Kementerian Kominfo untuk masyarakat Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, Senin (29/11/2021).
Dalam webinar yang diikuti 200-an peserta itu, Jati mengatakan
berdasar data hoaks di cekfakta.com, rata-rata ada 200 hoaks perbulan atau 50 hoaks perminggu. Misalnya bulan pertama ada 200 hoaks, bulan kedua ada 400 hoaks, bulan ketiga ada 600 hoaks, bulan ke 4 ada 800 hoaks dan bulan kelima 1.000 hoaks.
Untuk mengantisipasi terpapar hoaks, menurut Jati, pengguna bisa memanfaatkan proses fast checking. Dengan mulai mengamankan bukti konten hoaks, lalu memeriksa data primer dan sekunder, mencari pernyataan sumber pertama atau asli, menggunakan tools digital search sebagai pembanding.
Lebih lanjut, Jati mengatakan di ruang digital ada sejumlah jenis mis dan disinformasi. Mulai konten tiruan yakni ketika sebuah sumber asli ditiru, lalu konten palsu atau konten bohong yakni konten baru yang 100 persen salah dan di desain untuk menipu, kemudian konten yang menyesatkan di mana penggunaan informasi yang sesat untuk membuat sebuah isu.
"Ada pula jenis koneksi yang salah di mana ketika ada judul, gambar atau keterangan yang tidak mendukung konten. Selain itu ada juga jenis konten yang salah yakni ketika konten yang asli dipadankan dengan informasi yang salah," jelas Jati Safitri.
Selain itu, ada pula konten yang dimanipulasi yakni ketika informasi dan ganbar asli dimanipulasi untuk menipu. Dan ada pula konten satire atau parodi yang tidak ada niat untuk merugikan namun berpotensi untuk mengelabui.
Narasumber lain Ariyadi Wijaya mengatakan, menghindari hoaks bisa dimulai dengan mengembangkan kecakapan digital.
"Dengan menetapkan informasi yang dibutuhkan, lalu mengakses informasi, mengevaluasi sumber informasi dan menjaga pengetahuan dan menggunakan informasi secara efektif untuk memahami isu legal dan etik," kata Ariyadi.
Webinar itu juga menghadirkan narasumber peneliti Seamolec Dona Oktanari, dosen UII Yoga Dwi Prasetyo, serta dimoderatori Yade Hanifa dan Jorenzho Jonathan sebagai key opinion leader. (*)
Post a Comment