Mengenali dan Menggali Potensi Diri untuk Berkarya di Ruang Digital
Boyolali – Kemajuan teknologi dan ruang digital merupakan ladang peluang untuk berbagai hal. Tidak saja untuk mencari hiburan, tapi bisa juga bisa menjadi tempat meraup keuntungan ekonomi dan memperluas pengetahuan. Hal ini dibahas dalam webinar literasi digital bertema “Mengembangkan Minat dan Bakat Melalui Dunia Digital” yang diselenggarakn oleh Kementerian Kominfo untuk masyarakat Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, Jumat (5/11/2021).
Entertainer Bobby Aulia memandu diskusi dengan menghadirkan empat narasumber: Ragil Triatmojo (Blogger), Jota Eko Hapsoro (Ceo Jogjania.Com), Tri Nugroho Nanang Wisno (Digital Content Creator), Muhamad Achadi (Ceo Jaring Pasar Nusantara). Serta Fadjar Sikado (Videographer) sebagai key opinion leader. Masing-masing narasumber membahas materi dari perspektif empat pilar literasi digital yaitu digital skill, digital safety, digital culture, digital ethics.
Narasumber Ragil Triatmojo yang merupakan seorang blogger menyampaikan bahwa hadirnya teknologi saat ini seharusnya dapat dimanfaatkan secara lebih untuk mengembangkan potensi keterampilan yang sudah dimiliki, atau juga menemukan minat dan potensi baru dari ruang digital.
Jamk dipahami bahwa digitalisasi memiliki nilai lebih jika dimanfaatkan dengan benar. Pengguna media digital dapat memanfaatkan ruang digital sebagai tempat untuk mengembangkan diri karena banyak sekali informasi dan konten yang dijadikan inspirasi. Kemudahan akses yang ditawarkan teknologi digital juga dapat menghemat pengeluaran untuk mengikuti les berbayar, karena di ruang digital ada banyak ruang belajar yang gratis.
“Mengasah digital skill tidak membutuhkan modal mahal. Ada banyak sekali software atau aplikasi yang dapat diakses secara gratis. Contohnya Canva yang dapat dikreasikan untuk membuat template materi presentasi yang menarik. Supaya lebih maksimal, warganet harus punya dasar pengetahuan tentang teknologi yang akan digunakan, mengetahui alur kerja serta konsepnya sehingga pengasahan kecakapan digital akan lebih luwes ke depannya,” ujar Ragil Triatmojo.
Langkah untuk mendukung kreatifitas dalam mengasah digital skill adalah mencari konten untuk dipelajari kemudian dikreasikan menjadi karya baru yang berbeda, atau dikenal dengan konsep ATM (amati, tiru, modifikasi).
“Intinya adalah jangan takut mencoba dan berkarya dengan memperhatikan etika. Setiap karya memiliki hak kekayaan intelektualnya, ketika menggunakan konsep ATM pun harus bisa menambahkan added value sehingga konten yang dibuat memiliki keunikan atau cirinya tersendiri. Sebagai content creator juga harus paham untuk saring sebelum sharing, paham bahwa konten yang disampaikan tidak mengandung hal negatif. Serta menghargai privasi orang lain,” ujarnya.
Mengasah kemampuan kita dapat dimulai dengan membuat konten dari kegiatan sehari-hari. Dalam satu waktu bisa mengerjakan rutinitas sekaligus bahan konten yang dapat diunggah ke Youtube atau media sosial lainnya. Atau menjadi tenaga freelance dengan keterampilan digital yang sudah diasah, menjadi copywriter salah satunya.
Jota Eko Hapsoro menyambung diskusi bahwa kecakapan digital itu juga mencakup kemampuan kita untuk bisa aman dalam menggunakan teknologi dan bermedia digital. Alasan harus aman dalam mengarungi dunia digital itu karena ada banyak sekali kejahatan disana. Mulai dari bertebarnya konten negatif, penipuan, penyalahgunaan data pribadi, perundungan, hingga pelanggaran hak kekayaan intelektual.
“Dunia digital memang tanpa batas tapi kita sendirilah yang dapat menentukan batasnya. Termasuk dalam berperilaku, karena setiap kebebasan pasti ada konsekuensinya. Di ruang digital ada peraturan yang berlaku, dalam hal ada UU ITE. Juga aturan yang berkaitan dengan etika, norma agama, nilai-nilai budaya, dan batasan keamanan,” jelas Jota Eko Hapsoro.
Dalam menghadapi kemajuan era digitalisasi ini harus dibarengi pula dengan growth mindset, yaitu pola pikir yang mau beradaptasi dengan perubahan dan mau berpartisipasi di dalamnya untuk menciptakan ruang digital yang aman dan nyaman.
“Di media digital kita dapat belajar dari siapapun. Kita bisa memulai dengan mengatur circle digital pada kondisi yang positif. Mengikuti akun yang memiliki dampak positif akan memberikan energi positif pula, serta menghindari lingkaran toxic agar tidak terjebak pada hal-hal negatif. Karena media digital itu punya algoritma yang akan mempersonalikan penyajian konten berdasarkan perilaku warganet dan orang-orang di sekelilingnya,” pesan Jota Eko Hapsoro. (*)
Post a Comment