Masyarakat Beradab: Siapa yang Berbuat Harus Bertanggung Jawab
Tegal – Tema diskusi “Menjadi Pengguna Internet yang Beradab”kembali dibawakan dalam webinar literasi digital yang diselenggarakan oleh Kementerian Kominfo RI untuk masyarakat Kabupaten Tegal, Jawa Tengah, Kamis (11/11/2021). Tema diskusi dibahas dari sudut pandang empat pilar literasi digital, digital ethic, digital skill, digital culture, digital safety.
Entertainer Bobby Aulia memandu diskusi virtual dengan menghadirkan empat narasumber: Nur Abadi (Kabid PD Pontren Kanwil Kemenag Jateng), Riant Nugroho (penggiat literasi digital), Nur Kholis (konsultan bisnis dan HAM), Harul Al Rasyid (Kasi PD Pontren Kankemenag Kabupaten Semarang). Serta Adinda Deffy (news tv presenter) sebagai key opinion leader.
Kabid PD Pontren Kanwil Kemenag Jateng Nur Abadi mengatakan bahwa menjadi masyarakat digital yang beradab itu secara sederhana dapat dikatakan dalam satu kalimat, siapa yang berbuat harus bertanggung jawab. Hal ini berkaitan erat dengan etika dan etika dalam bermasyarakat, dalam hal ini bermasyarakat di ruang digital.
Bicara etika digital itu menyangkut empat prinsip penting. Yaitu prinsip kesadaran bahwa segala sesuatu yang dilakukan di media digital harus dilakukan secara sadar dan niat yang baik, juga menuntut integritas atau kejujuran di tengah kebebasan bermedia, lalu ada tanggung jawab atau kemauan menanggung konsekuensi dari perilakunya. Maka dari itu dalam bermedia digital harus bijaksana sebelum melakukan sesuatu lebih jauh.
“Kita harus selalu menyadari bahwa kita berinteraksi dengan manusia nyata di jaringan yang lain, sehingga tata krama dalam menggunakan internet perlu diterapkan. Bermacam fasilitas di internet memungkinkan seseorang untuk bertindak etis dan tidak tidak, sehingga empat prinsip etika digital harus menjadi batasanya,” jelas Nur Abadi.
Etika dasar bermedia sosial yang mesti dipahami adalah tidak menyebar tangkapan layar percakapan privat ke ruang publik, cermat dan bijak menggunakan emoji di media sosial. Tidak membawa isu sensitif SARA, serta memperhatikan penggunaan bahasa agar tidak menimbulkan kesalahpahaman.
“Selalu ingat bahwa di ruang digital kita tidak sendiri, jadi patuhilah standar perilaku online. Berpikir sebelum bertindak dengan menghargai hak dan privasi orang lain, menggunakan bahasa yang sopan. Menjadi pembawa damai dalam diskusi yang sehat dan tidak menyalahgunakan kekuasaan,” terangnya tentang etika di ruang digital.
Kasi PD Pontren Kankemenag Kab Semarang Harul Al Rasyid menambahkan menjadi warga beradab berarti warga yang menggunakan norma atau aturan mengenai sopan santun yang didasarkan atas aturan agama yang digunakan dalam pergaulan antar manusia, antar tetangga, dan antar kaum.
Secara praktiknya, menjadi manusia beradab sudah dilakukan turun temurun atau menjadi budaya. Bahwa warga Indonesia adalah bangsa yang menganut adat ketimuran dimana sopan santun, saling menghormati dijunjung tinggi dalam bermasyarakat.
“Masyarakat berbudaya dan beradab dalam konteks keindonesiaan itu adalah mempraktikkan nilai-nilai Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika yang merangkum secara keseluruhan jati diri bangsa. Hal ini juga harusnya dibawa ketika berada di ruang digital sebagai ruang baru dalam bermasyarakat,” kata Harul Al Rasyid.
Nilai-nilai itu adalah mengembangkan sikap hormat-menghormati dan membina kerukunan, tidak memaksakan kehendak. Mengakui persamaan derajat hak dan kewajiban setiap manusia tanpa membedakan suku, keturunan, agama, kepercayaan, gender, kedudukan sosial dan sebagainya.
“Masyarakat beradab adalah yang mampu menempatkan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi, menghargai hasil karya orang lain dan hak demokrasi, serta mau bekerjasama atau berkolaborasi dalam menciptakan kebaikan,” lanjutnya.
Ia menegaskan bahwa dalam menghadapi transformasi digital, masyarakat harus mampu bijak. Menggunakan teknologi sesuai kebutuhan. Mencari hiburan, bermedia itu ada batasnya. Teknologi adalah yang seharusnya dapat dimanfaatkan untuk membantu mempermudah pekerjaan, bukan menjadi adiksi. (*)
Post a Comment