Kecakakapan Digital yang Harus Dimiliki ASN
TEGAL – Pemerintah RI melalui Kementerian Kominfo mengampanyekan gerakan Literasi Digital: Indonesia Makin Cakap Digital untuk mengajak masyarakat meningkatkan kecakapan digital. Program ini dikemas dalam format webinar dengan berbagai tema yang diangkat dan dikupas melalui empat pilar literasi digital yang meliputi digital ethic, digital skill, digital culture, digital safety.
Salah satunya seperti webinar yang digelar untuk masyarakat Kabupaten Tegal dan Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, dengan tema “Literasi Digital Sebagai Upaya Penguatan Kapasitas ASN”, Sabtu (13/11/2021).
Diskusi virtual hari ini dipandu oleh Yade Hanifa (entertainer) dengan menghadirkan empat narasumber: Agus Pramusinto (Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara), Syamsul Falah (Dosen IBN Tegal), Bevaola Kusumasari (dosen Universitas Gadjah Mada Yogyakarta), Arie Budhiman (Komisioner Komisi Aparatur Negara). Serta Fadhil Achyari (Analis Ketahanan Ekonomi Kemendagri) sebagai key opinion leader.
Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara Agus Pramusinto memberikan gambaran Indonesia memiliki hampir 4,2 juta aparatur sipil negara atau ASN. Tugas ASN sebagai pelaksana kebijakan dan pelayanan publik adalah menjadi perekat NKRI dengan kebhinekaan mengingat Indonesia adalah bangsa yang majemuk dan multikultural. Perubahan dunia saat ini juga turut menggeser peran ASN dalam memberikan pelayanan kepada publik, ASN menjadi garda terdepan perubahan di era transformasi.
Dalam praktik pemerintahan harus mengikuti perubahan yang terjadi, sehingga menuntut kompetensi ASN yang berbeda pula. Pemerintahan 4.0 itu fokus pada intelligent infrastructure yang meliputi big data, artificial intelligence, dan internet of things; kombinasi pelayanan secara daring dan pelayanan secara langsung melalui smartcity, personalized healthcare,virtual reality.
“Ketika mengikuti perubahan dinamika kita harus selalu sadar untuk meningkatkan kualitas kecakapan dalam memberikan pelayanan. Sebagai ASN harus memiliki kecakapan literasi digital, melayani publik dengan etika yang baik menjadi salah satu bentuk kecakapan dalam menghadapi transformasi digital,” ujarnya kepada 300-an peserta webinar.
Kemajuan bangsa ini dalam hal kebijakan dan pelayanan tergantung bagaimana peran ASN. ASN harus lebih bisa menggunakan teknologi untuk hal-hal yang positif.
“Memanfaatkan media sosial sebagai sarana mendengarkan aspirasi warga, kemudian menyalurkan aspirasi warga dengan pemberian layanan yang mereka butuhkan. Kemampuan mendengarkan harus lebih ditingkatkan oleh ASN karena dewasa ini masyarakat lebih banyak menyampaikan kritikan dan sebagainya melalui saluran media digital yang lebih dekat dan cepat dengan keseharian mereka. Dengan itu, ASN sekaligus dapat meningkatkan kompetensi dalam memberikan pelayanan,” jelasnya.
Pun dalam menyampaikan informasi kepada warga, ASN perlu memahami prinsip saring sebelum sharing, agar informasi yang diterbitkan tidak menimbulkan kerusuhan di antara masyarakat.
Dosen Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Bevaola Kusumasari menambahkan bahwa ASN juga masyarakat secara umum harus punya kecakapan literasi digital. Yaitu kecakapan dalam menggunakan teknologi informasi dan komunikasi untuk menemukan, mengevaluasi, memanfaatkan, membuat, dan mengkomunikasikan konten dengan kecakapan kognitif maupun teknikal.
Literasi digtal dinilai sangat penting karena di ruang digital ini tengah mengalami keberlimpahan informasi, dimana informasi satu dan lainnya campur aduk antara konten negatif dan konten positif yang sulit untuk dipilah. Maka setidaknnya dalam hal ini individu harus menguasai kompetensi dasar dalam mengakses, menyeleksi, memahami, menganalisis, memverifikasi, mengevaluasi informasi sebelum didistribusikan.
“Negara memang melindungi hak berekspresi sebagai bagian dari pengaktualisasian diri baik dalam beropini, membuat status, berdiskusi. Hanya saja ada hal-hal yang dilarang berupa konten yang mengandung ujaran kebencian, pornografi, perundungan siber dan hal-hal bermuatan konten negatif lainnya,” ujar Bevaola Kusumasari.
Dengan kecakapan digital itu individu dapat membedakan informasi yang mengandung hoaks dan informasi yang mengandung fakta, serta mampu mengendalikan diri untuk tidak reaktif melakukan forward atau repost informasi sebelum tahu kebenarannya.
“Lawan konten negatif dengan memproduksi dan membagikan konten-konten positif yang inspiratif, edukatif, informatif, atau konten menghibur tanpa menyinggung isu sensitif SARA,” pesannya. (*)
Post a Comment