Keamanan dan Privasi Belanja Online Butuh Jaringan Perlindungan Konsumen
Semarang – Penggunaan sarana digital harus diarahkan pada suatu niat, sikap, dan perilaku yang etis. Perilaku etis tersebut di antaranya kesadaran, integritas, kebajikan, dan tanggung jawab.
”Kesadaran berarti melakukan sesuatu yang memiliki tujuan positif, baik, dan benar secara sadar. Lalu, juga integritas dalam arti menghindari pelanggaran hak cipta, manipulasi dan plagiasi,” ujar entrepreneur Widiasmorojati saat menjadi pembicara webinar literasi digital yang digelar Kementerian Kominfo untuk masyarakat Kota Semarang, Jawa Tengah, Selasa (16/11/2021).
Kemudian, lanjut Widi, perilaku kebajikan yakni menggunakan sarana media digital untuk kemanfaatan, kemanusiaan, dan kebaikan sesama. Adapun tanggung jawab, artinya tindakan kemauan menanggung konsekuensi atas perilaku dan tindakan.
”Jadi, intinya menggunakan sarana digital harus ada prinsip jujur, sopan, masuk akal, berkualitas, profesional, saling menguntungkan, karena semua orang memiliki hak yang sama di ruang digital, termasuk dalam berbelanja secara online,” jelas Widiasmorojati di depan 300-an partisipan webinar.
Dalam diskusi virtual bertajuk ”Jangan Asal Belanja Online: Ketahui Privasi dan Keamanannya” itu, Widi menyebut dalam penggunaan sarana digital di ruang digital dibedakan menjadi apa yang harus dilakukan (do) dan apa yang tidak seharusnya dilakukan (don’t).
Menurut Widi, beberapa perilaku dan tindakan yang harus dilakukan misalnya selalu mentaati standar perilaku berinternet, tidak merugikan orang lain, membentuk citra diri yang positif, menghormati privasi orang lain, memberi saran dan komentar yang baik, dan mengakses hal yang baik.
Sedangkan yang tidak seharusnya dilakukan yakni: menyebarkan hoaks, ujaran kebencian, pornografi, eksploitasi seksual, pencemaran nama baik, penyebaran konten negatif, cyber bullying, cyber crime, perjudian online, penipuan online, dan hal negarif lainnya.
”Untuk itu ketika berbelanja online, maka kita harus mengingat hal-hal yang tidak seharusnya dilakukan tersebut. Ingat prinsip jika kita tidak ingin ditipu, maka jangan menipu. Jika kita tak ingin mendapat perlakuan kasar, maka jangan pula berlaku kasar. Bangsa Indonesia dikenal sebagai bangsa yang ramah dan sopan,” urai Widiasmorojati menutup paparannya.
Dari sisi digital culture, dosen Fisip Universitas Diponegoro Semarang Dzunuwanus Ghulam Manar menambahkan, budaya berdigital merupakan sebuah konsep yang menggambarkan bagaimana teknologi dan internet membentuk jalan yang membuat manusia saling berinteraksi satu sama lain.
”Digital culture merupakan cara yang kita miliki, berpikir dan berkomunikasi di dalam masyarakat. Digital culture juga sebagai produk akhir teknologi di sekitar kita dan merupakan hasil dari disrupsi inovasi teknologi,” kata Ghulam Manar.
Terkait tema privasi dan keamanan dalam berbelanja, Ghulam menyatakan tidak ada privasi dalam dunia digital, apalagi saat berbelanja. Menurutnya, pengguna atau konsumen tidak menyadari data mereka secara sukarela diserahkan kepada pihak penyedia.
”Tidak semua penyedia atau produk IoT memiliki kehandalan dalam melindungi data pengguna atau konsumennya,” tegas Ghulam Manar.
Begitu juga terkait keamanan dalam berbelanja. Ia meyakini melindungi informasi dan sistem teknologi informasi bukanlah hal mudah. Potensi gangguan keamanan tidak hanya dari pihak-pihak yang tidak diinginkan namun juga dari aspek persaingan, kriminal, maupun teknis.
Untuk itu, Ghulam memberikan beberapa strategi terkait keamanan dan privasi. Di antaranya menyangkut jaringan komputer, kualitas hardware,
software, maupun jaringan yang reliable dari aspek perlindungan keamanan. Adapun persoalan regulasi yang berupa instrumen hukum, hal itu terkait kebijakan pemerintah maupun sistem sosial masyarakat yang partisipatif dan berintegritas.
”Strategi terakhir yakni jaringan perlindungan informasi. Sistem kendali
pribadi dan aplikasi untuk memastikan informasi pribadi tetap terjaga,” pungkasnya.
Dipandu moderator presenter Shafiera Aljufry, webinar kali ini juga menghadirkan Isyrokh Fuaidi (dosen Institut Pesantren Mathali’ul Falah), Rhesa Radyan Pranasthiko (Digital Marketer), dan Ananda Octavera (beauty enthusiast) selaku key opinion leader. (*)
Post a Comment