Jangan Kecewakan Kartini, Minim Prestasi Gara-gara Kurang Cakap Digital
Rembang: Meski sudah diperjuangkan RA Kartini sejak sebelum Indonesia merdeka, tapi ketidaksetaraan gender ternyata masih terjadi, termasuk dalam hal akses internet. Mengutip data Kominfo 2020, dalam hal memperoleh akses internet, perempuan terbukti masih kalah luas dari laki-laki. Perempuan yang terakses internet masih 48,7 persen, sedangkan laki-laki sudah 51,3 persen.
Princenton Bridge Year Director Site Indonesia, Sani Widowati, berpendapat, realitas di atas dipengaruhi banyak faktor dalam konteks keluarga Indonesia, di mana perempuan di-stereotype sebagai second line. Di posisi nomor dua, dalam akses pendidikan hingga yang terkait dengan faktor ekonomi.
Mengutip riset ADB Institute yang menyurvei 1.522 anak miskin Indonesia pada 2000, sebelum berpenghasilan dan saat mereka berpenghasilan pada 2014. Di situ ditemukan fakta, anak-anak yang saat remaja hidupnya tinggal dari keluarga miskin, ketika dewasa 87 persen berpenghasilan lebih rendah dari anak yang tidak pernah hidup miskin. ”Jadi, pola kemiskinan itu membentuk karakter dalam mencari penghasilan sampai dewasa,” simpul Sani Widowati.
Tentu, ini butuh solusi. Salah satunya, lanjut Sani, melakukan terobosan dengan meningkatkan kecakapan digital agar akses ke dunia luas makin besar. Juga, bisa menangkap peluang ilmu pengetahuan maupun peluang bisnis dan tantangan hidup yang lebih memberi kesempatan makin global dengan sarana teknologi digital.
”Dan, itu terbuka setara, untuk pria maupun wanita. Jadi, ini pesan buat kaum wanita, ambil hal dan peluang di ruang digital. Jangan buat kecewa Ibu Kartini, kalau perempuan kurang cakap digital dan tertinggal dalam berprestasi,” pesan Sani Widowati, saat menjadi pembicara dalam webinar literasi digital: Indonesia Makin Cakap Digital, yang digelar Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) untuk warga Kabupaten Rembang, 3 November 2021.
Sementara itu, menurut Arif Hidayat, dosen Universitas Negeri Semarang, akses internet untuk mendongkrak kecakapan lintas gender bakal makin ketat, karena persaingan hidup juga makin ketat. Kedua orangtua, baik bapak maupun ibu, berperan menjadi tulang punggung keluarga. Karena, dari 274,6 juta populasi penduduk, 70,72 persen masih pada posisi produktif di usia 15 s.d. 64 tahun, di mana data BPS pada Sensus Penduduk 2020: ada 102 laki-laki untuk 100 perempuan.
”Jadi, perbedaan kesetaraan gender kini makin menipis. Beragam profesi dari profesor, dokter, polisi, makin banyak diisi perempuan. Dan, meski dalam akses peran politik anggota parlemen pria masih lebih banyak, tapi Bupati Tegal, Brebes, Sukoharjo sudah dijabat perempuan. Ini satu kemajuan kesetaraan,” papar Arif Hidayat, mantap.
Sani dan Arif tampil antusias mengupas topik webinar ”Menyikapi Kesenjangan Digital antara Gender dan Kelas Sosial”, yang diikuti sekira 300 peserta lintas profesi dan generasi. Webinar dibuka dengan keynote speech dari Presiden Joko Widodo dilanjut pesan pembuka dari Gubernur Jateng Ganjar Pranowo. Selain Sani dan Arif, diskusi virtual yang dipandu moderator Niken Pertiwi, ini juga menghadirkan dua pembicara lain: Edy Budiarso, Managing Director Indoplus Communication; dan Solahudin, penggiat literasi. Hadir pula Putri Juniawan, presenter TV, sebagai key opinion leader.
Menyambung diskusi, Edy Budiarso mengatakan, peluang dan tantangan menanti, secepatnya dieksekusi oleh kaum muda Indonesia, baik pria maupun wanita, yang mestinya berpeluang sama dalam menggunakan sarana digital. Sebab, kata Edy, ke depan bisnis yang berkembang adalah bisnis yang cepat melayani dan memuaskan konsumen. Bukan yang besar, tapi lamban.
”Nasib usaha besar yang lamban akan seperti dinosaurus yang bakal punah. Yang cepat, kreatif dan adaptif dengan dinamika transformasi teknologi yang bakal survive, dan itu bersaing ketat antara pria dan wanita. Tantangannya sama, yang cepat yang akan menang,” ujar Edy Budiarso, memungkas diskusi. (*)
Post a Comment